Kasus Perempuan Tertembak di Papua Dilaporkan ke Komisioner HAM PBB

Pertemuan dengan Zeid Ra'ad Al Hussein juga membicarakan masalah kematian anak di Papua sejak 2005.
Victor Mambor
2018.02.06
Jakarta
180206_ID_Papua_1000.jpg Dalam foto tertanggal 1 Desember 2016 ini, warga Papua di Jakarta bersitegang dengan polisi dalam sebuah unjuk rasa memperjuangkan kemerdekaan Papua.
AP

Sejumlah aktivis Papua yang bertemu Komisioner Tinggi HAM PBB, Zeid Ra'ad Al Hussein melaporkan berbagai kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di provinsi paling timur Indonesia itu, termasuk insiden tewasnya seorang perempuan karena tertembak polisi akhir minggu lalu.

Imakulata Kolaka Emakeparo, seorang ibu rumah tangga 61 tahun itu tewas akibat terkena peluru nyasar yang ditembak polisi di kawasan Pelabuhan Cargodokck Portsite Amamapare, milik PT. Freeport Indonesia, di Kabupaten Mimika, Papua, pada Sabtu malam, 3 Februari 2018.

“Selain kasus Imakulata, beberapa kasus lain kami sampaikan kepada Komisioner Zeid, termasuk tragedi Paniai karena Pemerintah Indonesia tak kunjung menyelesaikan kasus tersebut,” kata Benny Giay, salah seorang warga Papua yang bertemu Zeid di Jakarta, Senin, 5 Februari 2018.

Kasus Paniai adalah penembakan warga sipil yang sedang berkumpul untuk meminta pertanggungjawaban aparat TNI karena memukul tiga remaja setempat. Dalam insiden Desember 2014 itu, lima orang tewas dan belasan lainnya luka-luka.

Pihak kepolisian mengatakan insiden yang menewaskan Imakulata sedang diusut karena ada kemungkinan terkait dengan penangkapan seorang pemuda 18 tahun yang diduga mencuri konsentrat PT. Freeport Indonesia.

Pemuda yang ditangkap polisi disebutkan berusaha melarikan diri dari speed boat yang membawanya ke Cargodokck. Saat pencarian pemuda itu diduga terjadi penembakan.

Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ahmad Kamal menyatakan tujuh anggota polisi sedang diperiksa terkait insiden yang menewaskan Imakulata.

Keluarga korban mengatakan Imakulata dan suaminya, Titus Onamariuta, ketika insiden terjadi sedang menyeberang sungai dengan perahu menuju Cargodokck.

Suami istri ini mau menimba air minum. Imakulata menggunakan senter yang biasanya digantung di kepala. Di tengah perjalanan, mereka mendengar suara minta tolong.

Titus mengungkapkan saat hendak menuju suara minta tolong, terdengar tiga kali bunyi tembakan. Saat itu, istrinya sedang menyedot air yang tergenang dalam perahu.

Setelah tembakan ketiga, Titus minta agar senter yang digunakan istrinya dipadamkan.

Tapi karena tetap menyala dan tidak ada tanggapan, ia kemudian berjalan ke depan perahu tempat istrinya.

“Begitu mendekatinya ternyata kepala istrinya sudah tertembus peluru,” kata seorang keluarga korban yang minta tak dituliskan namanya.

Kematian balita

Benny yang merupakan Ketua Sinode Gereja Kingmi Tanah Papua mengaku dalam pertemuan dengan Zeid, juga dibicarakan masalah kematian beruntun anak dan balita yang terjadi di Papua sejak tahun 2005 dengan jumlahnya mencapai 730 jiwa.

“Anak-anak ini meninggal dunia karena beberapa penyakit seperti diare, kolera, campak, HIV/AIDS, malaria dan gizi buruk atau kelaparan,” jelas Benny.

Data yang dikumpulkan gereja di Papua mencatat Yahukimo sebagai kabupaten dengan jumlah kematian anak dan balita tertinggi hingga 395 jiwa pada 2005 hingga 2017.

Pada awal tahun ini berbagai laporan menyebutkan sedikitnya 70 anak dan balita juga meninggal dunia di pedalaman Kabupaten Asmat akibat gizi buruk dan wabah campak, walaupun dalam surat Bupati Asmat

Zeid mengatakan, semua laporan yang disampaikan warga Papua akan digunakannya sebagai materi dalam pertemuan dengan Pemerintah Indonesia.

Ia mengaku mengundang warga Papua dalam pertemuan khusus untuk mendapatkan konfirmasi tentang laporan-laporan yang diterima Dewan HAM PBB di Jenewa.

“Saya sudah mendapatkan banyak laporan tentang situasi HAM di Papua dari banyak sumber. Agar tidak bias, saya harus mendengarkan sendiri dari orang Papua. Kehadiran orang Papua yang datang jauh-jauh untuk bertemu saya sangat saya apresiasi,” katanya kepada BeritaBenar usai bertemu warga Papua.

Lengkapi berkas

Terkait pelanggaran HAM di Papua yang belum jelas penyelesaiannya seperti kasus Wasior 2001, Wamena 2003 dan Paniai 2014, Zeid mengaku telah menerima penjelasan dari Komnas HAM yang mendorong pembentukan tim bersama dengan Kejaksaan Agung untuk melengkapi berkas-berkas agar bisa dilimpahkan ke pengadilan HAM.

Zeid juga mengatakan ia tidak mengajukan permintaan berkunjung ke Papua kepada pemerintah Indonesia karena waktu kunjungannya hanya dua hari. Dari Indonesia, dia akan melanjutkan kunjungannya ke Papua Nugini dan Fiji.

Komisioner Komnas HAM, Amirudin Al Rahab kepada BeritaBenar mengatakan Zeid setuju dengan pendekatan dialogis untuk menyelesaikan masalah Papua.

"Kami juga menekankan pentingnya pemenuhan hak sosial dan ekonomi, terutama terkait yang terjadi di Asmat. Berharap beliau bisa beri perhatian ke hal-hal seperti ini di Papua," kata Amiruddin.

Bertemu Jokowi

Selasa siang, Zeid bertemu Presiden Joko “Jokowi” Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, dimana dia disebutkan mengapresiasi peran Indonesia dalam membantu penyelesaian masalah pengungsi Rohingya.

“Beliau terus mendorong Indonesia walaupun berbagai pendekatan dan upaya yang dilakukan tentu tidaklah seperti apa yang dipikirkan bahwa itu mudah, dan Presiden mengakui masih banyak pekerjaan yang harus kita lakukan untuk itu,” kata Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly seperti dilansir dari laman Setkab.go.id.

Dalam pertemuan itu, Jokowi menyampaikan pertemuannya di Bangladesh, beberapa hari lalu, mengunjungi para pengungsi Rohingya dan mendengarkan langsung persoalan yang dihadapi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.