Pemimpin Kelompok Bersenjata Kepulauan Yapen Tewas Ditembak

Berbeda dengan laporan polisi, keluarga dan saksi mata mengatakan tidak ada kontak tembak antara aparat keamanan dan korban.
Victor Mambor
2017.03.27
Jayapura
170327_ID_Papua_1000.jpg Anggota TNI dan Polri menghadang warga yang melakukan unjuk rasa penolakan Trikora di Distrik Kurima, Jayawijaya, Papua, 19 Desember 2016.
Roni Hisage/BeritaBenar

Masyarakat Kampung Kontiunai di Distrik Angkaisera, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, dikejutkan dengan penembakan Maikel Merani, pemimpin kelompok bersenjata di wilayah tersebut, oleh aparat keamanan, Senin dinihari, 27 Maret 2017. Insiden tersebut membuat sejumlah warga melarikan diri ke hutan karena ketakutan.

Seorang saksi mata yang dihubungi BeritaBenar, Senin siang, mengatakan bahwa aparat gabungan TNI dan Polri mengepung dan menembak mati Maikel di rumah mertuanya.

“Setelah menembak Maikel, aparat langsung membawa mayatnya ke RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) Serui. Aparat menggunakan enam mobil Avansa dan satu Estrada,” kata saksi mata yang tak mau disebutkan namanya.

Kepolisian Daerah (Polda) Papua, membenarkan insiden itu. Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol. Ahmad Kamal menyebutkan terjadi kontak tembak antara aparat gabungan Polres Kepulauan Yapen dengan kelompok yang disebutnya sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

"Saat dilakukan penggerebekan, terjadi baku tembak sehingga mengakibatkan pimpinan KKB wilayah Yapen Utara tersebut meninggal dunia di tempat,” kata Ahmad kepada wartawan.

“Dia DPO (Daftar Pencarian Orang) Polres Kepulauan Yapen yang sering membuat resah masyarakat.”

Ahmad menambahkan, polisi menyita sejumlah barang bukti seperti sepucuk senjata api jenis SS1, sembilan magazine SS1, sangkur, rompi, bendera Bintang Kejora, sepucuk senapan angin dan ratusan butir amunisi berbagai kaliber.

Tetapi, seorang keluarga korban mengatakan, Maikel sempat diseret dari dalam rumah sebelum ditembak.

“Dia di rumah bapak mantunya. Dikepung dalam rumah, dibawa ke luar baru ditembak,” ujarnya seraya meminta untuk tidak menuliskan namanya karena alasan keamanan.

Dia menambahkan Maikel memang sempat dimasukkan dalam DPO sejak tiga tahun lalu karena diduga terlibat tindak kekerasan. Tapi, kasus itu tidak pernah terbukti. Selama menjadi DPO, Mikael tinggal di Angkaisera.

Mengenai barang bukti yang disebutkan polisi, dia mengaku tidak tahu pasti. Namun, menurutnya, Maikel tidak memiliki atau membawa barang-barang itu karena tinggal di rumah mertuanya.

“Yang jelas, Mikael tidak bersenjata saat ditembak,” tegasnya.

Pendeta Dora Balubun, Kordinator Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Sinode GKI Tanah Papua, mengatakan bahwa hingga Senin siang, mayat Maikel masih di rumah sakit dan pihak keluarga belum diperbolehkan membawa pulang.

“Ini seperti pengulangan kasus Yawan Wayeni tahun 2009 yang disiksa polisi hingga tewas,” kata Dora, aktivis di Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM Papua, merujuk  pada seorang aktivis politik pro Papua merdeka.

Dia mempertanyakan tindakan aparat karena Maikel selama berstatus DPO, tapi tidak ditangkap, padahal dia tinggal di Angkaisera, dan tak bersembunyi.

“Kenapa tidak ditangkap padahal DPO selama tiga tahun? Ini malah tiba-tiba ditembak mati,” ujar Dora.

Kekerasan berlanjut

Menurut data Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penegakan Hukum dan HAM Papua, dalam tiga bulan terakhir, sedikitnya enam orang tewas akibat kekerasan yang masih berlanjut di Bumi Cendrawasih itu.

Edison Matuan tewas dianiaya polisi di Wamena pada 10 Januari. Ia dituduh mencuri. Setelah dianiaya, ia dibawa ke rumah sakit. Tapi saat menjalani perawatan, ia kembali dianiaya hingga tewas.

Sehari kemudian, polisi menembak David Tarko di Berap, Kabupaten Jayapura, dengan alasan DPO.

Tanggal 10 Januari, Otis Pekei, warga Moenamani, mengalami penyiksaan polisi ketika melakukan sweeping dan selama ditahan. Ia dikeluarkan dari Polsek Moanemani dalam keadaan tak bernyawa pada 17 Januari dan dikembalikan ke keluarganya.

Sebelumnya, Melkias Dogomo meninggal usai ditahan polisi di Polsek Moenamani pada 23 Desember lalu. Sore harinya dia dipulangkan ke rumah. Sesampai di rumah, Melkias Dogomo jatuh sakit hingga meninggal 7 Januari lalu.

“Polisi diduga memasukkan pangkal senjata tempat keluar peluru ke dalam mulutnya,” kata Dora.

Pada 13 Februari lalu, dua tukang ojek tewas ditembaki orang tak dikenal di Kabupaten Puncak. Kedua korban yang mengalami luka tembak di dada dan punggung adalah Adi Gading dan Nursalim.

Setelah penembakan kedua tukang ojek itu, Ajudan Komandan Komando Distrik Militer 1714/Puncak Jaya, Serda John Karel Mandowen (26) tewas ditembak oleh kelompok bersenjata di Kampung Pagaleme, Distrik Mulia, Puncak Jaya.

Sejak tahun 2012 hingga 2016, tercatat 609 korban penyiksaan oleh aparat keamanan, baik TNI maupun Polri. Sedangkan, jumlah korban akibat pembunuhan di luar hukum mencapai 58 orang dalam lima tahun terakhir.

“Dari kasus-kasus kekerasan tersebut, hanya tiga yang dibawa ke pengadilan yaitu satu kasus tahun 2015 dan dua kasus tahun 2016,” jelas Pendeta Dora.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.