Indeks Kerawanan Tinggi, Bawaslu Waspadai Jawa Barat

Dengan pemilih terbanyak dan suara yang diperebutkan besar, menjadikan propinsi itu medan pertempuran sengit partai dan calon presiden Pemilu 2019.
Arie Firdaus
2019.04.10
Jakarta
190410_Election_1000.jpg Seorang petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum yang diperbantukan untuk menyusun logistik Pemilu di Gelanggang Remaja Tanah Abang, Jakarta, 10 April 2019.
Afriadi Hikmal/BeritaBenar

Sepekan menjelang hari pencoblosan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mewaspadai Jawa Barat, propinsi dengan penduduk terpadat di Indonesia, karena kekhawatiran akan maraknya jual beli suara dan intimidasi.

Pemilu pada April 17 akan dilakukan secara serentak di Indonesia untuk memilih presiden dan wakil presiden, para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai tingkat nasional, provinsi hingga kabupaten dan kota.

Calon petahana, Presiden Joko “Jokowi” Widodo kembali akan bertemu dengan penantangnya dalam Pemilihan Presiden 2014, Jenderal Purnawirawan Prabowo Subianto.

Dengan jumlah pemilih mencapai 32,6 juta jiwa, Jawa Barat berada di tempat ketiga sebagai propinsi paling rawan Pemilu berdasarkan data Bawaslu yang dirilis Selasa. Papua berada di tempat pertama, disusul oleh Yogyakarta, dimana keduanya mewakili sekitar 6 juta pemilih, kurang dari seperlima pemilih di Jawa Barat.

Bawaslu menilai Jawa Barat perlu mendapat perhatian dan pengawasan ekstra karena rawan akan intimidasi terhadap pemilih, serta jual beli suara.

"Karena dengan besarnya jumlah pemilih dan suara yang diperebutkan, partai dan calon presiden akan habis-habisan di Jawa Barat," kata anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, kepada BeritaBenar, Rabu, 10 April 2019.

"Sehingga potensi kerawanan besar kemungkinan dapat terwujud."

Dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat, sepuluh wilayah dikategorikan Bawaslu termasuk dalam kerawanan sedang hingga tinggi.

Hanya saja, Afifuddin tidak bersedia memerinci berapa jumlah kasus terkait variabel penyelenggaraan Pemilu bebas dan adil di Jawa Barat yang tercatat di Bawaslu.

Ia hanya menambahkan, "faktor-faktor potensi kerawanan itu dihitung sejak setahun lalu, dari tahapan-tahapan Pemilu yang sudah berjalan."

Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu Jawa Barat Sutarno, menyebut potensi politik uang di wilayahnya memang tergolong tinggi.

Sejauh ini, tambahnya, Bawaslu Jawa Barat sudah menangani banyak kasus dugaan pelanggaran politik uang menjelang Pemilu 2019.

Namun ia tak merinci jumlah pasti, selain menambahkan dua di antaranya sudah diputus pengadilan.

"Kita menerima banyak laporan (pelanggaran). Kita juga sedang melakukan penyidikan," ujar Sutarno.

Tahun lalu dalam persiapan menjelang Pemilu 2019, Kepolisian RI menempatkan Jawa Barat dalam daftar teratas daerah-yang rentan terhadap gangguan Pemilu, termasuk ancaman keamanan dan ketertiban umum.

Pada 2016, serangkaian demonstrasi besar anti-pemerintah dilakukan oleh kelompok Muslim konservatif di propinsi itu, termasuk protes terhadap dugaan penistaan agama oleh Gubernur Jakarta saat itu, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.

Tahun berikutnya polisi berhasil memberangus rencana aksi terorisme di Bandung.

Bawaslu juga merilis indeks kerawanan pemilihan secara nasional, yaitu berada pada kisaran 49,63, dengan variabel tertinggi tentang penilaian penyelenggaraan pemilihan yang bebas dan adil.

Angka ini lebih tinggi 0,63 dari data lansiran Bawaslu, September tahun lalu.

Kepala Staf Presiden Moeldoko menduga kenaikan itu dipicu maraknya kabar bohong alias hoaks di tengah masyarakat.

"Kalau ada itu (hoaks), situasi (kenaikan indeks) bisa terjadi," katanya dalam jumpa pers, Selasa.

Meski begitu, Moeldoko meminta masyarakat tidak khawatir karena semua instansi telah bersinergi menjaga kelancaran Pemilu.

"Semua berkomitmen menyelenggarakan Pemilu aman. Pihak kepolisian dan aparat keamanan juga sudah melakukan antisipasi. Pengamanan sudah disiapkan, latihan untuk menghadapi kemungkinan juga sudah dilakukan," ujarnya.

‘Yang penting menang’

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai kecil kemungkinan Pemilu 17 April 2019 bakal berlangsung dalam suasana bebas dan adil, tanpa gangguan politik uang dan jual beli suara.

"Para calon, terutama calon legislatif, sudah pragmatis. Yang penting menang, apapun caranya," kata Titi.

Ia mencotohkan penangkapan seorang anggota legislatif Bowo Sidik Pangarso dari Partai Golkar, beberapa hari lalu, bersama uang Rp8 miliar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang disebut bakal digunakan untuk "serangan fajar".

"Itu menjadi bukti bahwa pemilihan umum akan diwarnai praktik politik uang," ujarnya.

Sulitnya menumpas politik uang, menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina, disebabkan masih rendahnya kualitas pendidikan politik di Indonesia sehingga membuat pemilih belum menyadari pentingnya Pemilu dan konsekuensi politik uang.

"Proses rekrutmen partai politik juga belum jelas dan jujur, tidak mengandalkan rekam jejak yang jelas, sehingga bermunculan calon legislatif instan," kata Almas.

"Maka, praktik jual beli suara pun terpelihara."

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.