Pendiri Gafatar Divonis 5 Tahun Penjara

Kuasa hukum ketiga terdakwa mengecam putusan majelis hakim sebagai pembantaian terhadap minoritas.
Arie Firdaus
2017.03.07
Jakarta
170307_ID_Gafatar_1000.jpg Ahmad Musadeq (tengah), Andry Cahya (kiri), dan Mahful Muis (kanan) tersenyum sebelum pembacaan vonis atas kasus penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 7 Maret 2017.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menjatuhkan hukuman kepada tiga pimpinan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) setelah majelis hakim mengatakan mereka terbukti melakukan tindak pidana penodaan agama. Sementara itu kuasa hukum ketiganya menyatakan bahwa putusan tersebut adalah wujud “pembantaian” terhadap kaum minoritas dan tertindas.

Pendiri dan pemimpin spiritual Gafatar, Ahmad Musadeq (71), dan Wakil Presiden Gafatar, Mahful Muis Tumanurung (41), masing-masing dikenai lima tahun penjara, sementara Presiden Gafatar yang juga putra Musadeq, Andry Cahya (48), dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.

"Ajaran terdakwa terbukti telah menyinggung dan menodai kemuliaan Islam,” kata Ketua Majelis Hakim, Muhammad Sirad saat pembacaan vonis terhadap Musadeq, Selasa, 7 Maret 2017.

Sirad merujuk pada salah satu ajaran Gafatar yang tidak mewajibkan para pengikutnya menjalankan ibadah shalat lantaran menilai masyarakat masih dalam periode Makkiah atau dalam kekacauan.

Makkiah adalah fase awal dalam penyebaran agama Islam, saat Nabi Muhammad SAW masih bermukim di Mekkah.

Ajaran itu, terang Sirad, bertolak belakang dengan pernyataan salah seorang saksi ahli yang dihadirkan di persidangan, yakni Ridha Salamah. Ridha menilai fase Makkiah yang disebut Musadeq sudah lama berlalu dan kondisi masyarakat pun telah membaik.

“Dengan demikian, dakwaan secara sengaja di depan umum melakukan penodaan agama, terbukti secara sah,” tambah Sirad.

Walaupun hukuman dari hakim ini lebih rendah dari 12 tahun yang dituntut oleh jaksa, Musadeq mengatakan masih memikirkan apakah akan mengajukan banding atau tidak.

"Pikir-pikir," katanya sembari melambaikan tangan kanannya ke arah wartawan.

Musadeq, Mahful, dan Andry ketiganya didakwa atas pasal penistaan agama seperti tertera di Pasal 156a KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP.

Sementara dakwaan makar dan upaya penggulingan pemerintah yang juga dituntut oleh jaksa terhadap mereka tidak terbukti.

Hakim Sirad merujuk kepada fakta persidangan berupa keterangan saksi-saksi selama persidangan yang mengatakan bahwa tak ada pernyataan terdakwa ingin menggulingkan pemerintahan.

"Dengan demikian dakwaan kedua (makar) tak terpenuhi," tegas Sirad.

Vonis tiga tahun penjara terhadap Andry, yang lebih ringan daripada hukuman terhadap Musadeq dan Mahful, menurut hakim disebabkan karena Andry belum pernah dipenjara sebelumnya.

Bersama Musadeq, Mahful pernah dihukum penjara pada 2008. Ketika itu, dengan kelompok Al Qiyadah Al Islamiyah yang didirikannya — kemudian bertransformasi menjadi Gafatar. Saat itu Musadeq dihukum empat tahun penjara oleh hakim PN Jakarta Selatan.

Vonis terhadap Mahful dan Andry lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut masing-masing terdakwa 12 dan 10 tahun penjara. Mengenai vonis hakim tersebut keduanya tidak berkomentar. Mereka hanya melempar senyum dan melambaikan tangan ke arah wartawan.

Istri Ahmad Musadeq, Gin Abdussalam (berbaju putih) dihibur simpatisan Gafatar usai sidang putusan terhadap suami dan anaknya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 7 Maret 2017. (Arie Firdaus/BeritaBenar)

‘Pembantaian minoritas’

Usai persidangan, salah seorang kuasa hukum ketiga terdakwa, Pratiwi Febry mengecam putusan majelis hakim tersebut. Menurutnya, proses peradilan terhadap kliennya “telah berlangsung sesat”.

Ia merujuk pada sikap majelis hakim yang tetap menghukum Musadeq Cs, meski salah satu dakwaan tak terbukti di persidangan. Padahal dalam dakwaan kumulatif, terang Pratiwi, majelis hakim seharusnya membatalkan semua tuntutan jika salah satunya tak terbukti di persidangan.

"Tapi hakim tetap menghukum," ujarnya.

Oleh karena itu, tambah Pratiwi, tim kuasa hukum akan melakukan upaya banding atas vonis tersebut.

“Ini ladang pembantaian bagi mereka yang minoritas dan tertindas,” tegasnya.

Ketidakpuasan tak cuma disuarakan kuasa hukum Ahmad Musadeq Cs. Salah seorang pendukung Gafatar, Nanang Nurhayudi, menilai putusan majelis hakim sebagai wujud “kekolotan” sistem hukum di Indonesia.

"Soal keyakinan sudah enggak dipermasalahkan lagi di luar negeri," katanya kepada BeritaBenar.

Adapun istri Musadeq, Gin Abdussalam terlihat sangat terpukul usai vonis dibacakan majelis hakim. Duduk di kursi barisan kedua dalam ruang sidang, Gin sontak menangis begitu mengetahui suaminya dan anaknya harus mendekam di penjara.

Badannya bergetar menahan tangis. Beberapa orang kemudian terlihat memeluk Gin dan menghiburnya. Tak ada komentar Gin terkait vonis terhadap suami dan anaknya. Didampingi beberapa orang, ia langsung meninggalkan ruang sidang.

Tak berbeda dengan Gin, jaksa penuntut Abdul Rauf juga menutup mulut rapat-rapat usai persidangan vonis tersebut. Rauf hanya tersenyum kepada wartawan, lantas berlalu meninggalkan ruang sidang.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.