Penghitungan suara pemilu di Papua ricuh tewaskan satu orang

Pelaksanaan Pemilu di Papua ditandai sejumlah kerusuhan, dari pembakaran kotak suara hingga bangunan pemerintah.
Victor Mambor dan Pizaro Gozali Idrus
2024.02.16
Jayapura dan Jakarta
Penghitungan suara pemilu di Papua ricuh tewaskan satu orang Polisi mencoba menenangkan puluhan warga yang bertikai akibat perselisihan penghitugan suara di Distrik Geselma, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan pada Kamis, 15 Februari 2024, yang menewaskan satu orang dan melukai dua lainnya
[Dok. Polda Papua]

Kepolisian mengatakan pada Jumat (16/2) bahwa puluhan warga terlibat saling serang yang mengakibatkan satu korban tewas dan lainnya luka-luka saat proses penghitungan suara Pemilu 2024 di Distrik Geselma, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan sehari sebelumnya.

Kapolres Nduga AKBP Vinsensius Jimmy Parapaga mengatakan situasi memanas ketika kepala Distrik Geselma tiba-tiba mendapat ancaman dari Kepala Dinas Bencana Alam Kabupaten Nduga yang memicu keributan dan saling serang antara kedua kubu.

Vinsenius menjelaskan peristiwa dimulai saat dilakukan perhitungan suara di Distrik Giselema, dan pembagian suara untuk ketiga calon anggota legislatif telah disepakati.

“Betul, telah terjadi perselisihan, namun saat ini situasi keamanan dan ketertiban masih terkendali,” ujar Vinsenius kepada BenarNews saat dikonfirmasi pada Jumat (16/2).

Dalam video yang beredar luas, suara tembakan meletus di tengah dua kubu yang bertikai.

Sejumlah personel tentara dan polisi terlihat berada di tengah kerumunan untuk menengahi kericuhan. Dalam bentrokan tersebut juga terlihat sejumlah warga yang membawa panah.

Vinsensius tidak menjelaskan lebih rinci perihal ancaman yang dilakukan kepala dinas terhadap kepala distrik tersebut. Namun, dia mengatakan sebanyak tiga orang warga menjadi korban dalam peristiwa itu.

Seorang di antaranya tewas dan dua lainnya mengalami luka serius akibat tertembus anak panah.

“Kami sedang menyelidiki insiden tersebut dan berusaha mencari tahu akar permasalahan yang memicu ancaman,” ucapnya.

Vinsenius mengatakan polisi akan mengusut insiden tersebut untuk memastikan bahwa semua pihak yang bertanggung jawab atas kejadian ini diberikan sanksi hukum yang sesuai.

“Hal ini juga bertujuan agar masyarakat di Kabupaten Nduga dapat kembali hidup dalam keadaan aman dan damai," ujarnya.

BenarNews telah menghubungi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nduga untuk meminta keterangan, namun tidak mendapatkan respons.

Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramanday mengatakan akan mendalami insiden kericuhan di Nduga tersebut. “Saya ada dapat kabar tapi belum bisa verifikasi,” ujarnya kepada BenarNews.

Sejumlah massa membakar kotak suara Pemilu 2024 di Distrik Kebo, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua Tengah pada 12 Februari 2024, dipicu kesalahpahaman terkait formulir pemungutan suara di dalamnya, menurut pejabat. [Dok. Polda Papua]
Sejumlah massa membakar kotak suara Pemilu 2024 di Distrik Kebo, Kabupaten Paniai, Provinsi Papua Tengah pada 12 Februari 2024, dipicu kesalahpahaman terkait formulir pemungutan suara di dalamnya, menurut pejabat. [Dok. Polda Papua]

Pelaksaan pemilu di wilayah Papua ditandai sejumlah insiden.

Dalam sebuah pernyataan pada Rabu bertepatan dengan hari pemilu, Benny Wenda, presiden Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (United Liberation Movement for West Papua/ULMWP), mengklaim bahwa banyak rumah dibakar dan penduduk disiksa, serta setidaknya satu warga Papua meninggal karena luka-luka dalam penggerebekan militer pada 3 dan 4 Februari di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah.

Pernyataan tersebut dibantah oleh TNI. “Tuduhan tersebut tidak berdasar,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayor Jenderal Nugraha Gumilar kepada BenarNews, Jumat.

Laporan kepolisian juga mengatakan puluhan orang di tiga distrik di Kabupaten Paniai, Provinsi Papua Tengah pada Senin (12/2) membakar surat dan kotak suara akibat salah paham dengan aturan baru Pemilu 2024 terkait formulir pemungutan suara, yang menyebabkan KPU menggelar pemilu susulan.

Sementara pada Minggu (11/2), warga juga membakar Kantor Distrik Bayabiru, Kabupaten Paniai, akibat isu pemindahan TPS dari Distrik Bayabiru ke Distrik Aradide.

Warga Papua menyaksikan petugas pemilu menghitung surat suara di sebuah TPS di Distrik Kwamki Narama, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, pada hari pemilu, 14 Februari 2024. [Adek Berry/AFP]
Warga Papua menyaksikan petugas pemilu menghitung surat suara di sebuah TPS di Distrik Kwamki Narama, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, pada hari pemilu, 14 Februari 2024. [Adek Berry/AFP]

Papua rawan konflik

Peneliti Papua Badan Riset dan Inovasi Nasional Rosita Dewi mengatakan Papua Pegunungan termasuk wilayah yang memiliki kerawanan tinggi berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu yang dikeluarkan oleh Polri.

“Mengingat Nduga masih sebagai daerah konflik, kekerasan juga masih menjadi persoalan di sana,” ujar Rosita kepada BenarNews.

Rosita mengatakan konflik yang melibatkan antar pejabat lokal dalam pemilu sebenarnya tidak hanya terjadi di Papua, tapi juga di daerah lainnya

Menurut Rosita, potensi kekerasan di Nduga tidak terjadi saat pemilihan umum saja, pelaksanaan pilkada pun juga kerap diwarnai kekerasan akibat sengketa hasil penghitungan.

“Jadi untuk melihat Papua, harus benar-benar paham konteks sosial budaya masyarakat di sana. Karena juga terkadang permainan elite ikut memanaskan suasana,” jelasnya.

Selain itu juga, kerawanan akan konflik tersebut juga sangat dimungkinkan terjadi di dalam sistem di beberapa wilayah yang masih menggunakan sistem Noken.

“Jikalau kepala adat tidak mengakomodasi suara dari masyarakat adatnya, akibat politik transaksi dari kandidat ke kepala adat, maka potensi kekerasan juga akan cukup tinggi,” terangnya.

Theo Hesegem, pegiat HAM dan Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, mempertanyakan peran inteliige untuk mengantisipasi kejadian ini, apalagi Nduga termasuk wilayah konflik.

“Sebelum pemilu, anggota intelijen harus sudah siaga satu. Kalau intel kerjanya bagus, kejadian yang menyebabkan orang meninggal dan luka itu tidak terjadi,” ujar Theo kepada BenarNews.

Dia juga mendesak agar aktor-aktor politik yang terlibat dalam kericuhan tersebut untuk turun tangan mendamaikan.

“Para aktor politik harus menenangkan suasana agar konflik ini tidak meluas. Mereka harus ikut terlibat harus mengendalikan emosi,” jelasnya.

Jaringan Damai Papua (JDP) yang terdiri dari sejumlah LSM lokal dan akademisi menyampaikan keprihatinan atas peristiwa perselisihan hasil penghitungan suara pemilu di Kabupaten Nduga yang mengakibatkan jatuh korban.

“Terjadinya peristiwa tersebut tidak terlepas dari kegagalan partai politik dalam menjalankan kewajiban utamanya dalam memberi pendidikan politik yang baik dan benar bagi masyarakat di Kabupaten Nduga,” ujar juru bicara JDP Yan Christian Warinussyn kepada BenarNews.

Selain itu, kata Yan, ini disebabkan oleh tidak berjalan dengan baik proses demokrasi secara nasional dan lokal karena diakibatkan ulah dan ambisi para elit politik negara di daerah tersebut yang tidak memberi ruang bagi warga masyarakat untuk ikut memahami arti demokrasi di Indonesia.

“Yang terjadi adalah ambisi untuk memperoleh kekuasaan yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak terhormat, seperti halnya di Kabupaten Nduga,” kata Yan.

Imma Yalipelle di Wamena dan Dandy Koswaraputra di Jakarta turut berkontribusi dalam laporan  ini.

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.