Pengacara Sampaikan Alasan Peninjauan Kembali Vonis Ahok

Sidang permohonan PK diwarnai aksi demo dari kubu pendukung dan penentang Ahok.
Rina Chadijah
2018.02.26
Jakarta
180226_ID_Ahok_1000.jpg Dua pengacara Ahok, Fifi Lety Indra (tengah) dan Josefina Agatha Syukur (kiri), berbicara kepada wartawan usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 26 Februari 2018.
Rina Chadijah/BeritaBenar

Pengacara Basuki “Ahok” Tjahja Purnama menyampaikan sejumlah poin alasan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis dua tahun penjara terhadap mantan Gubernur Jakarta itu karena kasus penodaan agama, dalam sidang perdana PK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Senin, 26 Februari 2018.

Josefina Agatha Syukur, salah seorang pengacara Ahok menyebutkan terdapat tujuh poin alasan, salah satunya adalah putusan terhadap Buni Yani, yang divonis 18 bulan penjara karena memotong video pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.

Ahok dihukum dua tahun penjara setelah pengadilan menyatakan pidatonya di Kepulauan Seribu yang menyitir Alquran surat Al-Maidah ayat 51 itu dinilai menodai agama Islam.

“Kasus Buni Yani memang kami masukkan itu sebagai salah satu dasar,” kata Josefina kepada wartawan usai persidangan.

Selain itu, tambahnya, banyak kekhilafan hakim yang dinilai merugikan kliennya, seperti “tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan maupun pendapat sejumlah ahli yang dihadirkan.”

Sidang perdana yang hanya berlangsung sekitar 10 menit itu tidak dihadiri Ahok. Ia mewakilkan kehadirannya kepada tiga pengacaranya yakni Josefina, Fifi Lety Indra, dan Daniel.

Fifi Lety Indra – yang juga adik kandung Ahok – menuturkan, ada perbedaan perlakuan atas Buni Yani dan Ahok.

“Pak Ahok langsung ditahan walau sudah menyatakan banding. Sementara kalau kita menilik kasus yang lain tidak demikian,”ujar Fifi merujuk pada hakim PN Bandung di Jawa Barat yang tidak langsung menahan Buni Yani.

Para pelapor sehingga Ahok diproses hukum, tambahnya, juga dinilai tidak punya dasar kuat, karena mereka tidak melihat, atau mendengar sendiri pidato tersebut.

“Mereka semuanya orang-orang yang memang sejak awal tidak suka Beliau,” jelas Fifi.

Pengacara Ahok menyerahkan memori PK setebal 156 halaman, kepada majelis hakim yang dipimpin Mulyadi.

Tapi, atas kesepakatan majelis hakim, jaksa, dan pengacara, memori PK tidak dibacakan.

“Untuk mempersingkat waktu, baik memori banding maupun pendapat jaksa kita anggap telah dibacakan,” kata Mulyadi.

Ahok mengajukan permohonan PK ke Mahkamah Agung, 2 Februari lalu, untuk meminta meninjau putusan hakim PN Jakarta Utara yang memvonisnya bersalah pada 9 Mei 2017 lalu.

Massa penentang Ahok membawa poster dan berorasi di luar Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 26 Februari 2018. (Rina Chadijah/BeritaBenar)
Massa penentang Ahok membawa poster dan berorasi di luar Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 26 Februari 2018. (Rina Chadijah/BeritaBenar)

'Tak ada yang baru'

Tapi, jaksa penuntut umum menyatakan menolak memori PK yang diajukan pengacara Ahok, karena dinilai tidak ada bukti baru yang menjadi alasan permohonan.

Ketua tim jaksa, Sapta Subroto, mengatakan bahwa anggapan kekhilafan hakim tak bisa digunakan sebagai alasan pengajuan PK karena itu hanya dapat diajukan pada perkara tingkat satu atau banding.

"Alasan itu bukan pertimbangan hakim tentang terbukti atau tidak terbuktinya unsur delik," ujar Sapta.

Meskipun sempat menyatakan banding usai divonis, Ahok kemudian membatalkannya.

“Pak Ahok tidak mengajukan banding demi menjaga kebhinekaan, Beliau negarawan yang mengorbankan diri untuk bangsa ini,” kata Fifi.

Ahok kini mendekam di tahanan Markas Komando Brimob, Polri, di Kepala Dua, Depok, Jawa Barat.

Mulyadi mengarisbawahi PN Jakarta Utara lewat persidangan yang dipimpinnya tak akan memutuskan menerima atau menolak PK Ahok. Setelah dua kali sidang itu, Mahkamah Agung akan memeriksa memori PK dan tanggapan tim kejaksaan.

"Hanya Mahkamah Agung yang berhak. Kami hanya memeriksa formalitas memenuhi syarat atau tidak," ujarnya.

Sidang akan kembali dilanjutkan pada 5 Maret mendatang, dengan agenda pemeriksaan administratif dan berkas.

Massa pendukung Ahok berorasi dan membawa poster saat menggelar unjuk rasa di luar Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 26 Februari 2018. (Rina Chadijah/BeritaBenar)
Massa pendukung Ahok berorasi dan membawa poster saat menggelar unjuk rasa di luar Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 26 Februari 2018. (Rina Chadijah/BeritaBenar)

Aksi demo

Seperti rangkaian persidangan Ahok tahun lalu, sidang permohonan PK juga diwarnai aksi demo dari pendukung dan penentangnya.

Sekitar 200-an massa Laskar Pembela Islam (LPI) bentukan Front Pembela Islam (FPI) dikerahkan. Mereka berorasi di sebelah kiri gedung PN Jakarta Utara di Jalan Gajah Mada itu.

Sementara 20 meter di sebelah kanan gedung PN, seratusan pendukung Ahok berkaos dan kemeja dominan berwarna merah, berorasi bergantian dan menyelingi aksinya dengan menyanyikan lagu-lagu nasional dan berjoget bersama diiringi lantunan lagu Goyang Maumere.

Aksi massa kedua kubu dibatasi dengan pagar betis ratusan personel polisi dikerahkan untuk mengamankan jalannya unjuk rasa.

“Mari kita bergoyang bersama mendukung Pak Ahok seperti yang kita lakukan tahun lalu di sini,” kata seorang orator dari atas mobil komando.

Sedangkan, kubu penentang Ahok yang juga membawa poster dan spanduk, mengecam Ahok sebagai penista agama, dengan berkali-kali mengucapkan takbir serta memutarkan rekaman salawat badar.

“Sudah pantas dia di penjara,” kata Syamsul Aripin (43), seorang penentang Ahok.

Sementara Neneng Nurhayati, (53) pendukung Ahok mengatakan, pengajuan PK Ahok merupakan hak yang diberikan oleh hukum.

“Sejak awal Pak Ahok tidak bersalah. Dia hanya korban fitnah, harus dihormati sebagai hak dia untuk mencari keadilan,” ujarnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.