PK Ba’asyir Ditolak, Pengacara Pertanyakan Penggantian Hakim

Ismira Lutfia Tisnadibrata
2016.08.05
Jakarta
160805_ID_Bashir_1000.jpg Abu Bakar Ba’asyir bersumpah dengan meletakkan Al-Quran di kepalanya saat sidang Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah, 9 Februari 2016.
Heny Rahayu/BeritaBenar

Menanggapi ditolaknya Peninjauan Kembali (PK) atas kasus terpidana terorisme Abu Bakar Ba’asyir oleh Mahkamah Agung (MA), pengacaranya mempertanyakan perubahan susunan majelis hakim yang menangani perkara tersebut.

“Ada yang janggal, karena penggantian majelis hakim. Ini jadi problem hukum untuk kita,” ujar Achmad Michdan, salah satu kuasa hukum Ba’asyir dari Tim Pembela Muslim (TPM), kepada BeritaBenar, Jumat, 5 Agustus 2016.

Menurut Michdan, majelis hakim yang memutuskan perkara ini berbeda dengan hakim-hakim yang ditunjuk untuk menangani saat permintaan PK didaftarkan ke MA awal tahun ini.

“Seluruh majelis hakim yang terdiri dari tiga hakim diganti semua,” ujar Michdan.

Setelah berkas perkara disampaikan ke MA Mei lalu, Ketua MA Hatta Ali menunjuk tiga hakim agung yaitu Artidjo Alkostar, Suhadi, dan Sri Murwahyuni sebagai hakim-hakim yang mengadili perkara tersebut dengan Artidjo sebagai ketua majelis hakim.

Juru bicara MA, Suhadi membenarkan adanya perubahan susunan majelis hakim yang menangani peninjauan kasus yang pada Juni 2011 memvonis Ba’asyir hukuman penjara 15 tahun atas tuduhan membiayai pelatihan teroris di Aceh.

“Pak Artidjo ditunjuk oleh Ketua MA sebagai ketua majelis hakim, tapi saat beliau lihat ini kasus Abu Bakar Ba’asyir, beliau mengundurkan diri karena sudah pernah menangani kasus Ba’asyir sebelumnya,” ujar Suhadi saat dikonfirmasi BeritaBenar.

Artidjo adalah salah satu hakim agung yang menangani permohonan PK Ba’asyir setelah divonis hukuman 2,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tahun 2004. Saat itu, Ba’asyir dinyatakan bersalah karena terlibat dalam serangan bom Bali I tahun 2002 dan di Hotel JW Marriott, Jakarta pada 5 Agustus 2003.

Majelis hakim yang terdiri dari lima hakim, termasuk Artidjo dan diketuai oleh German Hoediarto mengabulkan permohonan PK Ba’asyir pada Juni 2006 dan menyatakan dia tidak terbukti terlibat dalam dua serangan bom tersebut.

PK ditolak

Michdan mengatakan belum bisa berkomentar mengenai penolakan PK Ba’asyir karena belum menerima salinan resmi putusan tersebut.

Suhadi membenarkan bahwa putusan PK dikeluarkan majelis hakim, Rabu, 27 Juli 2016.

“Permintaan PK ditolak dengan alasan tidak memenuhi tiga alasan sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 263 ayat 2,” jelasnya.

Ayat 2 itu menyatakan permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar apabila terdapat bukti baru yang dapat membebaskan atau meringankan tuntutan hukum, ada pertentangan atas alasan atau dasar putusan yang sudah terbukti dan bila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhiIafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Michdan mengajukan PK meminta kliennya dibebaskan atau mendapat keringanan hukuman karena menurutnya tidak ada tindak pidana terorisme tetapi pelatihan militer dengan menggunakan senjata dan itu hanya terbatas pidana terhadap orang sipil yang menggunakan senjata api. Selain itu, menurutnya, Ba'asyir bukanlah pelaku utama sementara vonisnya menyatakan bahwa Ba'asyir adalah pelaku intelektualnya.

Belum bisa berkomentar

Anak ketiga Ba’asyir, Abdurrahim Ba’asyir juga belum bisa berkomentar atas penolakan PK ayahnya karena belum menerima salinan putusan tersebut. Kabar penolakan ini didapatnya dari tim kuasa hukum Ba’asyir.

“Kami belum lihat apa alasan penolakannya. Kami ingin tahu alasannya. Kami yakin Insya Allah argumen dalam permohonan sudah kuat dan kami sudah menghadirkan saksi-saksi yang menguatkan,” ujar Abdurrahim saat dihubungi BeritaBenar.

Salah satu dari lima saksi yang dihadirkan tim kuasa hukum adalah dokter dan penggiat bantuan kemanusiaan Joserizal Jurnalis, Ketua Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), yang juga menjadi tim medis Ba’asyir.

“Sebagai anggota tim medis, pertimbangan saya adalah kesehatan beliau yang sudah 77 tahun. Saya sangat menyayangkan (penolakan) karena bila selesai masa hukuman, umurnya akan mencapai 87 tahun,” ujar Joserizal kepada BeritaBenar.

Empat saksi lainnya adalah Habib Rizieq Shihab -pimpinan Front Pembela Islam (FPI) dan tiga terpidana kasus terorisme terkait pelatihan militer di Aceh, yang mendekam di penjara Nusakambangan; yaitu Abdullah Sonata, Komarudin, dan Joko Sulistyo.

Remisi

Ba’asyir sudah menjalani sepertiga dari vonisnya. Menurut Michdan, Ba’asyir sudah mendapat remisi lima bulan pada April lalu saat Ba’asyir masih dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Pasir Putih di Nusakambangan.

Michdan mengatakan bahwa informasi ini didapatkan dari kepala LP saat membicarakan kondisi penahanan kliennya yang diisolasi saat itu, namun belum mengetahui atas dasar apa remisi itu diberikan.

Remisi kepada narapidana biasa diberikan saat hari besar keagamaan dan hari kemerdekaan Indonesia atau rekomendasi kepala LP atas dasar penilaian kelakuan baik, ujar Michdan.

Atas alasan kemanusiaan dan akses lebih mudah bagi perawatan kesehatan, Ba’asyir dipindahkan ke LP Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat pada 16 April lalu.

Menurut Joserizal, Ba’asyir tetap ditempatkan di sel isolasi namun berada dalam kondisi sehat untuk lelaki seumurnya.

Joserizal mengatakan tim medis juga sudah menyediakan sepeda statis dan alat-alat olahraga di sel Ba’asyir atas izin Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, agar dia tetap bisa berolahraga untuk menjaga kondisi jantung dan persendian tulang-tulangnya.

“Kami berharap pemerintah memperhatikan soal umurnya. Sebaik-baiknya di penjara tetap lebih baik di rumah,” pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.