Dikritik, Larangan LGBT Jadi Pegawai Kejaksaan
2019.11.21
Jakarta
Larangan bagi mereka yang berorientasi seksual sesama jenis dan kalangan transgender (LGBT) untuk melamar jadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) di lingkungan kejaksaan mendapat kritik keras dari para aktivis.
Sementara itu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN-RB) menyatakan larangan itu menjadi kewenangan institusi masing-masing.
Andreas Harsono, peneliti senior Human Rights Watch (HRW) menilai larangan itu diskriminatif dan bertentangan dengan prinsip dasar hak asasi manusia (HAM).
Dia menduga hal itu sangat besar didorong oleh kepercayaan agama masyarakat di Indonesia.
“Walaupun tidak disebutkan, diskriminasi ini sangat didasarkan atas nama agama. Di Indonesia ada banyak agama, banyak sekte, ini yang bikin masalah,” katanya kepada BeritaBenar, Kamis 21 November 2019.
Dalam pengumuman resmi penerimaan CPNS di laman rekrutmen.kejaksaan.go.id, syarat yang melarang LBGT tertuang dalam semua formasi yang dibuka.
Pengumuman secara jelas menyebutkan bahwa pelamar tidak boleh buta warna baik parsial maupun total, tidak cacat mental, termasuk kelainan orientasi seks dan kelainan perilaku (transgender), tidak bertato, dan tidak bertindik.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Mukri menyebut bahwa institusinya tidak menginginkan apa yang disebutnya sebagai pegawai tidak normal sehingga menerapkan syarat khusus itu.
"Artinya, kita kan ingin yang normal-normal lah, wajar-wajar. Kita tidak mau yang aneh-aneh. Supaya mengarahkannya tidak ada yang ...ya, gitulah," kata Mukri kepada wartawan.
Andreas mengatakan saat ini di dunia orentasi seksual manusia telah berkembang banyak, dan tidak hanya lelaki dan perempuan.
Menurutnya, Lembaga Kesehatan Dunia (WHO) dan sejumlah asosiasi psikiatris telah meneliti dan menyatakan bahwa LGBT bukan penyakit psikologi atau gangguan jiwa, tapi dipengaruhi oleh komponen biologis, seperti hormon dan genetik.
“Kalau ilmu pengetahuan ini tidak dianggap, mau dibawa kemana negara ini di masa yang akan datang? Perlu berapa generasi lagi untuk memperbaiki aturan dari kebijakan ini,” ujarnya.
Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan, mengatakan bahwa selain karena faktor agama yang menganggap bahwa orientasi seks mereka salah, larangan itu juga lahir karena didorong oleh ketakutan berlebihan terhadap homoseksualitas, padahal itu bukanlah penyakit menular yang harus ditakuti.
“Standar dalam merekrut pegawai itu harusnya didasarkan pada kompetensi, bukan dengan diskriminasi yang seperti ini. Mereka punya hak yang sama untuk mengikuti seleksi pegawai negeri sebagaimana orang-orang lainnya, ” ujarnya saat dihubungi.
Untuk itu, dia mendesak agar kejaksaan mencabut syarat itu serta menghentikan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
“Sebagai institusi yang menjunjung tinggi hukum, harusnya kejaksaan tidak menerapkan aturan yang bertentangan dengan hukum itu sendiri,” katanya.
Kewenangan institusi
Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo mengatakan pada aturan umum yang dikeluarkan pihaknya, tidak ada larangan kepada penyandang disabilitas, ibu hamil maupun LGBT untuk mengikuti seleksi CPNS.
"Tapi secara umum sudah kita atur, semua berhak, minimal dua persen," ujar Tjahjo.
Namun ia menambahkan bahwa setiap insitusi punya kewenangan masing-masing dalam menentukan syarat khusus untuk menerima pegawainya.
"Ya boleh, masing-masing kan punya spesifikasi dan kami sudah buat surat edaran," ujar Tjahjo kepada wartawan di komplek Istana Kepresidenan.
Juru bicara Kementerian PAN-RB Andi Rahadian mengatakan, sebelum menjadi perbincangan di masyarakat, pihaknya telah mendapatkan informasi mengenai adanya syarat khusus tersebut di Kejaksaan.
Menurutnya, Kemen PAN-RB telah meminta agar pencantuman syarat itu kompetif, adil dan objektif.
"Setiap formasi jabatan itu ada beberapa persyaratan khusus yang tentunya hanya kementerian lembaga itu sendiri yang tahu, karena kebutuhannya dari mereka,” ujarnya, kepada wartawan.
Ia mengaku baru mendapatkan informasi bahwa hanya Kejaksaan Agung saja yang menerapkan aturan melarang orang dengan orientasi tertentu untuk mengisi lamaran tersedia di institusi itu, sementara institusi lain belum ada yang melarang LGBT untuk menjadi CPNS.
“Yang kami tahu hanya kejaksaan saja menerapkan syarat khusus itu. Kalau di kementerian lain belum. Kami berharap semua dapat lebih objektif,” katanya.
Tidak salah
Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil berpendapat tidak ada yang salah dengan syarat diterapkan Kejaksaan dalam merekrut pegawainya karena hal itu menjadi hak institusi tersebut untuk menetapkan standar pegawai yang layak mengisi posisi yang tersedia.
“Di kejaksaan, kepolisian, tentara kan tidak elok juga kalau ada yang seperti itu. Jadi saya kira sah-sah saja mereka menetapkan syarat itu,” katanya saat dihubungi BeritaBenar.
Menurut Nasir, LGBT ditolak sebagian masyarakat juga memiliki landasan konstitusional, karena aturan agama yang diakui negara tidak melegalkan hubungan sesama jenis.
Baginya tidak adil bila selalu melihat ukuran hak asasi manusia dalam perpektif barat semata.
“Indonesia bukan negara sekuler. Sila pertama konstitusi kita ini ‘Ketuhanan yang Maha Esa.’ Jadi tentu itu menjadi dasar yang sangat kuat bagi kita untuk menghormati nilai-nilai agama yang dianut oleh bangsa ini,” ujarnya.