Terbukti Ingin Dirikan Khilafah, PTUN Tolak Gugatan HTI

Terkait nasib eks-anggota HTI, pemerintah mengatakan mereka bisa membentuk organisasi apapun asal bertujuan membangun NKRI.
Arie Firdaus
2018.05.07
Jakarta
180507_ID_HTI_1000.jpg Mantan juru bicara HTI, Ismail Yusanto berbicara kepada pengikutnya seusai pembacaan putusan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, 7 Mei 2018.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak secara keseluruhan gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Penolakan tersebut disampaikan majelis hakim PTUN setelah menilai HTI terbukti ingin mendirikan khilafah Islamiyah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Hal itu pun sudah dilakukan dalam bentuk aksi, umpama wacana dan pemikiran," kata Ketua Majelis Hakim, Tri Cahya Indra Permana dalam pembacaan putusannya, Senin, 7 Mei 2018.

"Sehingga menurut majelis hakim, tindakan tersebut telah bertentangan dengan Pancasila, khususnya sila ketiga."

Dengan putusan itu, Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pencabutan status badan hukum HTI yang diterbitkan tahun lalu tetap berlaku. HTI masih diposisikan sebagai organisasi terlarang di Tanah Air.

"Sila ketiga (Pancasila) menghendaki adanya perasaan senasib dan tidak terbagi. Namun aktivitas HTI justru menimbulkan benturan di tengah masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI," tambah Hakim Tri Cahya.

Menanggapi putusan ini, massa eks-HTI yang mendengar persidangan lewat pengeras suara di luar gedung PTUN kemudian meneriakkan, “khilafah... khilafah...”, berulang kali.

Tak lama, seorang orator mengambil pengeras suara dan mengutarakan pendapatnya atas putusan hakim PTUN.

"Yang punya negeri ini bukan polisi, bukan hakim. Yang punya negeri ini adalah Allah SWT. Insya Allah kita akan tetap istiqomah (bertahan dari suatu perintah dan tidak berpaling)," ujarnya.

Adapun mantan juru bicara HTI, Ismail Yusanto, yang hadir dalam persidangan selama sekitar empat jam mengatakan HTI akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atas putusan tersebut.

"Karena tidak menerima, kami akan lakukan upaya hukum berikutnya," kata Ismail di luar ruang sidang, tanpa memerinci kapan banding akan didaftarkan, "nanti diatur."

Yang pasti, tambahnya, keputusan PTUN tersebut menunjukkan bahwa pemerintah sudah bersikap zalim dan anti-Islam karena menganggap aksi dakwah HTI, termasuk pendirian khilafah, sebagai sikap yang salah.

"Apa yang salah dengan semuanya? Apa yang salah dengan khilafah, sebagai bagian ajaran Islam?" kata Ismail.

Dipicu Perppu Ormas

Gugatan HTI terhadap pemerintah bermula pada 8 Mei tahun lalu, ketika Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan pemerintah akan mengambil sikap tegas terhadap HTI.

Hal ini dilakukan lantaran HTI dianggap memiliki visi dan misi yang bertentangan dengan Pancasila, selaku falsafah negara.

"Pemerintah perlu mengambil langkah hukum tegas," kata Wiranto ketika itu.

Berselang sekitar sebulan setelah ancaman itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan --disahkan menjadi UU oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada Oktober 2017.

Salah satu ketentuan dalam beleid tersebut adalah kewenangan pemerintah untuk membubarkan ormas tanpa melalui pengadilan. Aturan sebelumnya menyebutkan bahwa pembubaran ormas wajib melalui keputusan pengadilan.

Kemudian disusul pencabutan status badan hukum HTI beberapa hari setelahnya, lewat surat keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencabutan inilah yang belakangan membuat HTI menggugat kementerian ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Tak sekadar ke PTUN, HTI dan enam ormas lain, juga sempat menguji materi Perppu Ormas ke Mahkamah Konstitusi (MK), sepekan setelah Perppu terbit.

Tapi lantas ditolak MK dengan alasan tidak memiliki objek permohonan karena Perppu telah disahkan menjadi undang-undang.

Massa penentang HTI turut menghadiri sidang putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, Senin, 7 Mei 2018. (Arie Firdaus/BeritaBenar)
Massa penentang HTI turut menghadiri sidang putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, Senin, 7 Mei 2018. (Arie Firdaus/BeritaBenar)

Bersama bangun Indonesia

Terkait rencana HTI yang akan mengajukan banding atas putusan PTUN, pemerintah mengaku siap.

"Selalu siap," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Istana Kepresidenan.

Sedangkan Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, putusan PTUN itu menunjukkan bahwa pemerintah telah bersikap benar terhadap HTI.

"Karena indikasi ketidakpatuhan, ketidaktaatan terhadap ideologi Pancasila itu tampak dan terbuka," kata Pramono kepada wartawan.

Terkait nasib eks-anggota HTI, Pramono berharap agar mereka bisa kembali berorganisasi, seperti sebelumnya. Namun dengan catatan, memiliki tujuan bersama-sama membangun Indonesia.

"Sebagai elemen bangsa," kata Pramono, "bergabung dengan partai apapun, silakan. Dengan ormas keagamaan apapun, juga silakan."

Selain Indonesia, sejumlah negara Arab sejauh ini juga "mengharamkan" keberadaan Hizbut Tahrir. Beberapa di antaranya adalah Mesir, Yordania, Suriha, Libya, Turki, dan Arab Saudi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.