COVID-19: Presiden Jokowi Larang ASN, Polisi dan Militer Mudik

Wabah corona membuat banyak tradisi Ramadan tidak bisa dilakukan.
Staf BenarNews
2020.04.09
Washington
200409_ID_Ramadan_1000.jpg
M. Sulthan Azzam/BenarNews

Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo pada Kamis (9/4) mengeluarkan larangan mudik Lebaran bagi semua aparat sipil negara (ASN) dan anggota militer serta polisi. Kebijakan tersebut membuat ritual tahunan setiap bulan Ramadan itu menjadi salah satu dari berbagai tradisi yang dikorbankan akibat pandemi global COVID-19.

Sementara itu, sultan di Selangor, negara bagian Malaysia, juga sudah mengeluarkan pernyataan bahwa sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus yang mematikan dan sangat menular itu, dirinya tidak akan ikut serta dengan masyarakat setempat dalam acara buka puasa bersama dan shalat tarawih berjamaah yang bisa dilakukan selama bulan Ramadan.

“Hari ini sudah kami putuskan bahwa untuk ASN, TNI dan Polri, serta pegawai BUMN, dilarang mudik,” ujar Jokowi, menegaskan bahwa untuk tahun ini, mereka tidak bisa melakukan tradisi tahunan yang dilakukan oleh jutaan orang Indonesia untuk pergi dari Jakarta dan kota-kota besar lainnya ke kampung halaman mereka untuk merayakan Idulfitri di akhir bulan Ramadan.

Jokowi mengatakan pemerintah sedang mengevaluasi kemungkinan untuk melakukan larangan yang sama bagi semua penduduk Indonesia. Menurut data Biro Pusat Statistik, ada sekitar 4,4 juta orang yang bekerja sebagai aparatur sipil negara, dan 1,3 juta yang bekerja sebagai anggota polisi dan militer dari 225 juta penduduk Indonesia yang beragama Islam.

“Kami tidak bisa melarang warga yang terpaksa pulang kampung karena masalah ekonomi setelah diterapkannya pembatasan sosial sehingga penghasilan mereka turun atau bahkan tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki penghasilan,” ujarnya.

Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa per hari Kamis, ada 337 kasus baru positif COVID-19, dan menjadikan total angkanya ke 3.293. Jumlah kasus baru itu merupakan penambahan harian yang terbesar sejauh ini. Selain itu, tercatat ada 40 kematian baru akibat virus corona, sehingga jumlah total mereka yang menjadi korban virus ini di Indonesia menjadi 280. Angka ini merupakan angka kematian yang terbesar di Asia yang terjadi di luar China, negara yang menjadi asal virus tersebut.

Perintah Jokowi itu menambah lagi ke sejumlah arahan dan kebijakan pemerintah pusat, daerah, dan tokoh-tokoh agama Islam terkait penanganan virus corona yang simpang siur mengenai tradisi mudik Lebaran di bulan Ramadan, kegiatan salat berjamaah di mesjid, dan pasar kaget Ramadan yang bermunculan di saat bulan puasa yang menjual makanan dan minuman untuk berbuka puasa.

Bulan Ramadan di sejumlah negara Asia Selatan dan Asia Tenggara diperkirakan akan mulai pada 23 atau 24 April tahun ini, tergantung pada terlihatnya hilal atau bulan sabit yang menandakan munculnya bulan baru.

Sementara itu di Selangor, sekretaris pribadi Sultan Sharafuddin Idris Shah mengeluarkan pernyataan pada hari Rabu, yang mengatakan bahwa “dengan berat hari, Sultan telah memutuskan untuk tidak mengadakan buka puasa bersama dan shalat tarawih berjamaah dengan warga di berbagai mesjid di seluruh negara bagian,” ujar Mohamad Munir Bani, juru bicara sultan.

“Sultan mengambil keputusan itu setelah mempertimbangkan faktor-faktor kesehatan terkait adanya wabah COVID-19 ini, yang belum bisa diatasi sepenuhnya dan juga untuk menghindari risiko penularan di antara masyarakat.”

Otoritas kesehatan Malaysia pada hari Kamis mengatakan tercatat ada 109 kasus penularan baru dan dua kematian baru, sehingga total jumlah kasus nasional menjadi 4228 dan angka kematiannya menjadi 67.

Warga Muslim melakukan jaga jarak sosial sebagai pencegahan penularan COVID-19 ketika melakukan shlat Jumat di sebuah mesjid di Bali, Indonesia, pada 20 Maret, 2020. (AP)
Warga Muslim melakukan jaga jarak sosial sebagai pencegahan penularan COVID-19 ketika melakukan shlat Jumat di sebuah mesjid di Bali, Indonesia, pada 20 Maret, 2020. (AP)

Pernyataan simpang siur

President Jokowi mengeluarkan larangan tersebut seminggu sesudah dia mengumumkan bahwa tidak ada larangan mudik bagi mereka yang akan merayakan Idulfitri di kampung mereka. Pengumuman itu mendapat respons berbeda dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) di esok harinya.

“Melakukan mudik di saat sedang terjadi pandemi adalah haram,” ujar Anwar Abbas, sekretaris jenderal MUI dalam fatwa, yang tidak mengikat secara hukum.

Namun sebelum itu pun, banyak warga yang sudah menetapkan mereka tidak akan bepergian kemana-mana di masa pandemi ini. Juru bicara PT. PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengatakan bahwa hingga akhir Maret, ada pembatalan 300.000 tiket kereta api untuk perjalanan di bulan Ramadan.

Mahasiswa yang kuliah di Jakarta, Verayanti, mengatakan dia sudah membatalkan tiket keretanya untuk ke Yogyakarta seminggu sebelum Idulfitri.

“Saya tidak mau ambil resiko. Saya akan mudik nanti di bulan Juli saat libur kuliah, ujarnya kepada BenarNews.

Yani, 22, seorang pekerja informal di Jakarta Pusat mengatakan dia belum memutuskan untuk membatalkan tiket keretanya untuk pulang kampung ke Purworejo, Jawa Tengah di akhir Mei.

“Saya mau mudik Lebaran untuk berkumpul bersama keluarga, tapi saya juga takut kalau saya akan membawa penyakit ini ke kampung. Saya harap, semuanya bisa diselesaikan sebelum Lebaran,” ujar Yani kepada BenarNews.

Langkah-langkah pencegahan Malaysia

Di Malaysia, asosiasi terkemuka yang mewakili para dokter di seluruh negeri, Akademi Kedokteran Malaysia, mengeluarkan pernyataan pada hari Rabu yang menyerukan kepada pemerintah untuk memperpanjang apa yang mereka sebut sebagai perintah kontrol gerakan (MCO), yang membatasi pergerakan orang selama pandemi ini, yang akan berakhir pada 14 April.

“Penghentian prematur atau relaksasi berlebihan dari pembatasan MCO akan berpotensi membatalkan semua kemajuan yang telah berhasil diraih dengan tinggal di rumah selama empat minggu terakhir. Perang melawan COVID-19 masih jauh dari selesai - banyak pengorbanan yang akan dan harus terus dilakukan tahun ini,” ujar akademi tersebut.

Sebelumnya, Menteri Wilayah Federal Annuar Musa telah menyerukan untuk mengadakan penelitian agar dapat menentukan apakah pasar Ramadaan harus dilarang atau jika mereka dapat "dimodifikasi."

"Tentu saja, pasar-pasar dengan kegiatan seperti yang sudah terjadi selama ini kemungkinan besar tidak dapat diizinkan," katanya, menegaskan bahwa banyak mengandung ratusan kios yang akan mengakibatkan terjadi kerumunan ribuan orang di suatu ruang yang sempit. "Tetapi mereka dapat dimodifikasi - kita tidak bisa menjadi reaksioner dan hanya melarang [mereka]."”

“Mungkin tahun ini, dari 50 di satu lokasi, kami hanya mengadakan 10 yang tersebar dari satu sama lain."

Pejabat di tujuh negara bagian Malaysia - Selangor, Negeri Sembilan, Terengganu, Sarawak, Penang, Malaka dan Kedah - tidak menunggu adanya penelitian tersebut dan sudah mengeluarkan larangan mereka sendiri.

"Keputusan itu dibuat dalam upaya untuk memastikan keselamatan orang-orang setelah wabah COVID-19," ujar Menteri Utama Negeri Sembilan, Aminuddin Harun, pekan lalu.

“Para pedagang harus lebih kreatif. Kami tidak dapat mengizinkan mereka melakukan bisnis di tempat terbuka karena kami menolak untuk mengambil risiko. Saya harap semua orang bisa bersabar untuk saat ini,” katanya kepada wartawan di Seremban.

Farhan Yassin, 32, dari Klang di negara bagian Selangor, mengatakan sumber utama pendapatan keluarganya, terutama selama Ramadan, berasal dari berjualan. Sejak bulan Februari tahun ini, keluarga mereka telah menghabiskan sekitar 10.000 ringgit (US $ 2.300) untuk persediaan dagangan Ramadan mereka dan telah merencanakan untuk menjual dodol, gula-gula berbasis gula aren, dan lumpia.

"Kami biasanya berjualan di pasar di Stadion Shah Alam, yang terbesar di dekat rumah kami di Klang, tetapi tahun ini kami tidak dapat mendapatkan lapak di pasar," katanya kepada BenarNews. "Kami berencana untuk hanya mendirikan toko di lingkungan itu tetapi dengan adanya larangan MCO, kita perlu mencari cara dan jalan lain."

Kekhawatiran Bangladesh

Sementara itu di Bangladesh, para pemimpin Muslim di sana belum memutuskan apakah doa berjamaah saat Ramadan harus dibatalkan karena masalah kesehatan masyarakat terkait wabah virus. Namun, Kementerian Agama minggu ini menginstruksikan umat dari semua agama untuk beribadah dan berdoa dari rumah mereka, tetapi mengatakan bahwa anggota staf masjid, gereja dan kuil dapat melanjutkan pekerjaan mereka di lokasi, dengan harus membatasi jumlah staf untuk berdoa bersama hanya maksimal 10 orang.

"Kami sedang membicarakan apakah kami harus melarang doa bersama di masjid-masjid selama Ramadan," kata Anis Mahmud, direktur jenderal Islamic Foundation of Bangladesh, kepada BenarNews.

"Kita akan ada waktu. Kami akan meminta pendapat para cendekiawan Islam dan mengadakan pertemuan khusus untuk memutuskan apakah kami akan meminta orang untuk berdoa di rumah atau apakah mereka bisa pergi ke masjid, ”katanya.

Tokoh Islam Maulana Farid Uddin Masud, ketua Bangladesh Jamiatul Ulama, sebuah badan nasional ulama Islam, menyatakan kekhawatirannya bila jutaan Muslim ke masjid pada malam hari untuk berdoa selama Ramadan dan jutaan orang bepergian dari Dhaka dan kota-kota lain ke rumah mereka untuk Idul Fitri.

"Untuk mencegah penyerbaran virus corona, kita harus menghindari pertemuan orang dalam jumlah besar," katanya kepada BenarNews.

Dia mengatakan pemerintah harus mencari pendapat dari cendekiawan Islam sebelum mengeluarkan arahan tentang bulan suci.

"Tapi saya akan mendesak masyarakat untuk tidak pergi ke kampung halaman mereka untuk merayakan Idul Fitri tahun ini," katanya.

Salat Jumat di Thailand

Di Thailand yang mayoritas penduduknya beragama Budha, Wisut Binlateh, direktur Kantor Sheikhul Islam, yang mengatur urusan terkait Islam di negara itu, mengatakan bahwa yang menjadi perhatian utama organisasinya selama Ramadan adalah Tarawih karena beberapa imam telah memperbolehkan salat Jumat meskipun ada larangan karena pandemi.

"Umat Islam dapat melakukan Tarawih di rumah sebagai gantinya dan kami harus dapat melakukan kegiatan puasa tanpa masalah walau ada langkah-langkah keamanan saat ini," katanya kepada BenarNews.

Adapun bagi ulama yang menentang perintah Sheikhul Islam, "Kami berpikir untuk memberhentikan imam yang mengizinkan masjid untuk melakukan salat Jumat dan mungkin mempertimbangkan hukuman sekunder," katanya.

Filipina: Kompromi

Di Filipina, pulau Luzon dimana ibu kota Manila berada, telah menjalani penguncian wilayah selama berminggu-minggu, untuk mencegah jutaan orang untuk bergerak selama pandemi. Awal pekan ini, Presiden Rodrigo Duterte, yang bertindak atas rekomendasi satuan tugas, memperpanjang masa penguncian sampai akhir April.

Bagi Jackia Lao, seorang warga Manila, hal itu berarti dia tidak dapat kembali ke kampung halamannya di Marawi, untuk merayakan tradisi tahunan Ramadan bersama keluarganya.

"Saya tidak bisa pulang ke Marawi karena adanya penguncian ini," katanya kepada BenarNews.

“Puasa akan berlanjut terus. Kami tidak terpengaruh karenanya dan hal itu tidak dapat mencegah kami untuk puasa karena itu adalah pengorbanan,” katanya, menambahkan bahwa jarak sosial akan mempengaruhi tradisi berdoa malam hari di masjid-masjid di Filipina.

Tia Asmara dan Ronna Nirmala di Jakarta, Hadi Azmi di Kuala Lumpur, Kamran Reza Chowdhury di Dhaka, Mariyam Ahmad di Pattani, Thailand, dan Jeoffrey Maitem dan Mark Navales di Cotabato, Filipina, berkontribusi pada laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.