Selundupkan pengungsi, 3 warga Rohingya dihukum 8 dan 6 tahun penjara di Aceh
2024.06.05
Jantho, Aceh
Lelaki 35 tahun itu dan dua rekannya tertunduk lesu dan meneteskan air mata begitu mengetahui melalui penerjemah bahwa mereka telah dihukum penjara oleh Pengadilan Negeri Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Rabu (5/6).
Muhammed Amin divonis delapan tahun penjara, sementara rekannya Anisul Hoque (27) dan Habibul Basyar (53) masing-masing diganjar enam tahun penjara.
Ketiganya dinyatakan terbukti melanggar Undang-Undang tentang Keimigrasian Indonesia dan melakukan tindak pidana penyelundupan 134 warga Muslim etnis Rohingya dari Bangladesh ke Aceh pada 10 Desember lalu.
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Muhammed Amin dengan pidana penjara delapan tahun dan kepada terdakwa Anisul Hoque dan terdakwa Habibul Basyar masing-masing enam tahun," ujar hakim ketua Fadhil.
Majelis hakim juga menjatuhkan ketiga warga Muslim etnis Rohingya itu dengan hukuman denda masing-masing Rp500 juta atau kurungan penjara tiga bulan apabila mereka tidak membayar denda.
Vonis kepada Amin lebih berat dari tuntutan jaksa dalam persidangan 7 Mei lalu, dimana dia dituntut agar dihukum tujuh tahun penjara. Sedangkan, vonis atas Anisul dan Habibul sama seperti tuntutan jaksa.
Setelah dijelaskan penerjemah jarak jauh melalui zoom di layar televisi tentang hukuman yang telah dijatuhkan majelis hakim, ketiganya tak mampu menahan tangis dan memohon agar diringankan hukuman.
“Mohon maaf, Yang Mulia. Kami orang pengungsi tidak tahu arah tujuannya ke mana. Mungkin ada kesalahan dari pribadi kami, membawa kapal. Tapi, tujuan kami memang mencari hidup yang lebih baik,” ujar Habibul melalui penerjemah sambil menangis.
Sedangkan, Amin menyebut hukuman yang dijatuhkan sangat berat karena hakim seolah tidak mempertimbangkan kondisi mereka sebagai pengungsi yang tidak diakui kewarganegaraan oleh pemerintah Myanmar. Apalagi, dia punya dua anak yang masih bayi dan sudah beberapa bulan tidak bertemu.
“Saya sangat ingin bertemu dengan istri dan anak-anak. Saya sangat rindu mereka,” tutur Amin kepada wartawan.
Dia mengaku tidak tahu keberadaan istri dan kedua anaknya yang masih berusia 4 dan 2 tahun.
Sebelumnya, mereka bersama 100 lebih pengungsi lain ditampung di basement Gedung Balee Meuseuraya Aceh, Banda Aceh. Bulan lalu, para pengungsi di sini sudah dipindahkan ke tempat penampungan di Aceh Utara.
Menurut dakwaan jaksa, ketiga etnis Rohingya itu ditangkap polisi beberapa saat setelah kapal nelayan merapat di kawasan pantai Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, 10 Desember lalu, karena mereka memisahkan diri dari rombongan 134 pengungsi yang telah mendarat sebelumnya.
Dalam dakwaan juga disebutkan bahwa ketiganya berperan aktif mengangkut para pengungsi Rohingya ke Indonesia dari kamp pengungsian Cox's Bazar di Bangladesh.
Amin disebut berperan sebagai nakhoda kapal, Anisul menjadi wakil nakhoda, sedangkan Habibul sebagai teknisi kapal saat mereka mengarungi laut Andaman bersama 134 warga Rohingya lain ke Indonesia.
"Setiap pengungsi harus membayar uang 100.000 taka Bangladesh (sekitar Rp14.000.000) dan sebagian uang itu dipakai untuk membeli kapal nelayan senilai 2 juta taka, bekal makanan dan minuman serta perlengkapan lain untuk keperluan berangkat ke Indonesia,” kata Jaksa Cut Mailina Ariani dalam dakwaann
Untuk menghindari penganiayaan dan kekerasan di negara asalnya, Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, etnis minoritas Muslim Rohingya mengungsi ke negara tetangga termasuk Bangladesh.
Lebih dari 740.000 orang Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine di Myanmar sejak terjadi tindakan keras pemerintah Myanmar terhadap mereka pada Agustus 2017, sehingga populasi kamp pengungsi di sekitar Cox’s Bazar Bangladesh mencapai sekitar 1 juta jiwa. Kondisi kamp pengungsi yang sangat buruk di sana mendorong banyak pengungsi melakukan perjalanan laut yang berbahaya ke negara-negara lain, mempertaruhkan nyawa mereka untuk kehidupan yang lebih baik.
Akan banding
Menanggapi permintaan ketiga terdakwa, hakim Fadhil menegaskan putusan sudah ditetapkan, tapi masih ada kesempatan upaya hukum yang bisa ditempuh melalui pengacara mereka untuk melakukan banding.
Saat ditanya hakim, kuasa hukum para terdakwa, Muzakir AR dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) menyebut, pihaknya akan pikir-pikir selama tujuh hari untuk menentukan sikap apakah menerima putusan majelis hakim atau mengajukan banding. Begitu juga dengan sikap jaksa.
“Dalam pembelaan kami berkeyakinan bahwa klien kami ini bukan pelaku, tapi korban dari human trafficking. Makanya dalam pleidoi, kami meminta bebas,” kata Muzakir.
Amin yang merupakan satu-satunya dari tiga terdakwa mampu berbicara bahasa Melayu secara patah-patah juga sangat mengharapkan bebas sehingga bisa berkumpul kembali dengan istri dan anak-anaknya. Dua terdakwa lain datang ke Indonesia tanpa didampingi keluarga.
Kasus lain
Sementara itu, Pengadilan Negeri Meulaboh di Aceh Barat, Selasa (4/6) mulai menggelar sidang perdana kasus dugaan penyeludupan pengungsi Rohingya dengan menghadirkan empat terdakwa yaitu Herman Saputra, Muchtar, Harfadi M. Iqbal dan Erpan.
Jaksa Yusni Febriansyah Efendi dalam dakwaannya menjerat mereka berempat dengan Undang-Undang tentang Keimigrasian Indonesia yang bila terbukti akan terancam hukuman antara 5 - 15 tahun penjara.
Disebutkan bahwa tiga terdakwa bersama beberapa orang lain, yang sudah dimasukkan dalam status buronan oleh polisi, menjemput 100 lebih warga Rohingya di tengah laut dengan menggunakan kapal nelayan milik Herman.
“Pada Oktober 2023, Herman bertemu Ustad, seseorang yang menetap di Kuala Lumpur, Malaysia. Ustad menawarkan pekerjaan kepada Herman untuk membawa imigran gelap etnis Rohingya ke Malaysia. Bila berhasil, Herman akan mendapatkan upah Rp5.000.000 perorang Rohingya,” kata Yusni.
Ia menambahkan Herman selanjutnya menghubungi beberapa orang, termasuk tiga terdakwa, untuk menjemput para pengungsi Rohingya di titik koordinat tengah laut yang telah ditentukan.
Setelah memindahkan warga Rohingya dari kapal yang mengangkut mereka dari Bangladesh pada 19 Maret lalu, lanjut Yusni, cuaca dan ombak besar melanda.
Kemudian kapal milik Herman yang mengangkut sekitar 150 pengungsi Rohingya terbalik di dekat perairan dekat Meulaboh. Sehari kemudian, 75 orang dari mereka berhasil diselamatkan nelayan dan tim SAR gabungan Aceh.
Belasan jenazah Rohingya berhasil ditemukan beberapa hari kemudian, sedangkan sisanya hilang.