Lebih dari 100 pengungsi Rohingya kembali terdampar di pantai Aceh

Kelompok minoritas di Myanmar itu telah beberapa kali ditemukan terdampar di wilayah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Pizaro Gozali Idrus
2022.11.15
Jakarta
Lebih dari 100 pengungsi Rohingya kembali terdampar di pantai Aceh Warga Rohingya yang terdampar berkumpul di tempat penampungan sementara di Aceh Utara, 15 November 2022.
[Zik Maulana/AP]

Perahu yang membawa 111 Rohingya yang lemas dan kelaparan terdampar di pantai Aceh pada Selasa (15/11), setelah para pengungsi tersebut terombang-ambing di laut selama 40 hari, kata polisi dan pejabat di Aceh Utara.

Pemerintah Aceh Utara dan kepolisian setempat belum mengonfirmasi dari mana orang Rohingya itu melarikan diri, tetapi banyak pengungsi yang terdampar di Indonesia sebelumnya bertujuan ke Malaysia atau Australia.

Humas Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Hamdani mengatakan pengungsi tersebut terdiri dari 65 laki-laki, 27 perempuan, 19 anak-anak termasuk satu balita, dan mereka telah dipindahkan ke musala di Desa Meunasah Lhok.

“Kondisi mereka lemah dan kelaparan. Saat ini kami sedang mengecek kondisi kesehatan mereka,” kata Hamdani kepada BenarNews.

Hamdani mengatakan nelayan setempat melihat ratusan pengungsi Rohingya naik perahu sudah bersandar di bibir pantai pada pukul 03.25 WIB.

“Para nelayan langsung menghubungi aparat desa untuk menyelamatkan para pengungsi Rohingya, kemudian mereka dipindahkan ke masjid-masjid desa tersebut,” kata Hamdani.

Kapolsek Aceh Utara Ipda Herman Saputra mengatakan para pengungsi tersebut sudah lebih dari sebulan terombang-ambing di laut, namun belum jelas dari mana asalnya.

“Mereka 40 hari di laut tapi kami belum tahu dari mana asalnya,” kata Herman kepada BenarNews.

Menanggapi situasi tersebut, lembaga PBB untuk masalah pengungsi (UNHCR) mengatakan bahwa badan tersebut telah melakukan kontak dengan Satuan Tugas Pengungsi Nasional dan Kementerian Luar Negeri RI, serta aktivis kemanusiaan untuk membantu para pengungsi yang baru tiba.

“UNHCR sangat mengapresiasi pemerintah Indonesia yang telah memberikan izin mendarat bagi lebih dari seratus pengungsi Rohingya di Aceh Utara pagi ini,” kata Juru Bicara UNHCR Indonesia, Mitra Salima Suryono, kepada BenarNews.

Anggota DPR RI Mardani Ali Sera mendesak pemerintah dan masyarakat sipil perlu membantu menyelesaikan akar permasalahan Rohingya.

“Komunike yang dipimpin ASEAN dengan mengisolasi kepemimpinan junta militer itu bagus, tapi tidak cukup. Perlu ada tindakan tegas untuk menghentikan krisis kemanusiaan di Rohingya khususnya dan Myanmar pada umumnya," kata Mardani kepada BenarNews.

Ini bukan pertama kalinya nelayan Aceh menyelamatkan para pengungsi Rohingya yang terlunta-lunta di perairan sekitar provinsi paling barat Indonesia itu.

Pada Maret lalu, 114 orang Rohingya terdampar di Aceh setelah 25 hari berada di laut. Sekelompok warga Rohingya lainnya diselamatkan di perairan Aceh Utara pada Desember 2021 ketika perahu mereka rusak. Cerita yang sama terjadi beberapa kali sejak 2018 setelah pasukan keamanan Myanmar menyerang etnis minoritas di negara itu pada tahun sebelumnya.

Seorang polisi berbicara kepada para pengungsi Rohingya di sebuah penampungan di Aceh Utara, 15 November 2022. [Rahmat Mirza/AP]
Seorang polisi berbicara kepada para pengungsi Rohingya di sebuah penampungan di Aceh Utara, 15 November 2022. [Rahmat Mirza/AP]

Agustus lalu, Ketua Tim Pencari Fakta Internasional PBB untuk Myanmar, Marzuki Darusman, mengungkapkan etnis Rohingya belum mendapatkan keadilan sejak genosida yang terjadi 5 tahun lalu.

“Hal serupa seperti yang terjadi pada Rohingya juga dialami oleh etnis lain di Myanmar, sehingga memperkuat temuan selama ini di PBB bahwa Tatmadaw merupakan sumber kekerasan di Myanmar,” ujar Marzuki, merujuk pada militer negara itu.

Sejak serangan brutal oleh pasukan keamanan Myanmar di negara bagian Rakhine pada tahun 2017, sekitar 740.000 orang Rohingya telah melarikan diri dan tinggal di kamp-kamp pengungsi di dan sekitar Cox's Bazar di Bangladesh.

Sekitar 1 juta Rohingya diperkirakan berada di sana saat ini, kata Marzuki.

Ratusan dari mereka telah membayar penyelundup untuk mengangkut mereka ke Thailand dan Malaysia, berharap mendapatkan pekerjaan jauh dari Myanmar atau kamp pengungsi yang padat di Bangladesh, tambah Marzuki.

Indonesia memang bukan negara tujuan pengungsi, kata UNHCR, tapi mereka menjadikan Indonesia sebagai persinggahan sebelum berangkat ke negara ketiga seperti Malaysia atau Australia.

Perkumpulan SUAKA, lembaga swadaya masyarakat yang peduli terhadap hak-hak pengungsi, mendesak pemerintah pusat dan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk melakukan koordinasi terkait penanganan para pengungsi Rohingya yang terdampar.

Ketua Perkumpulan SUAKA, Atika Yuanita Paraswaty, mengatakan sejauh ini belum terlihat inisiatif dan penanganan komprehensif dari pemerintah daerah maupun pusat dalam melakukan langkah-langkah penanganan pengungsi sesuai mandat Perpres. nomor 125 tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri.

Menurut Atika, kelompok pengungsi Rohingya menjadi kelompok yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi dengan adanya persekusi masif dan ketiadaan pengakuan secara hukum bagi mereka di negara asalnya,

Oleh karenanya, kata dia, penanganan berbasis hak asasi manusia serta kemanusiaan menjadi tindakan yang harus segera dilakukan.

“Hingga saat ini, belum terlihat adanya intensifikasi, baik dari pemerintah baik daerah maupun pusat untuk memberikan asistensi berupa logistik maupun tempat tinggal sementara bagi pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh Utara,” ujar Atika kepada BenarNews.

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.