KLHK Segel Lahan Kebakaran 10 Perusahaan Sawit di Kalbar

Polri mengusut 100 kasus kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dengan jumlah tersangka sejauh ini mencapai 86 pelaku.
Ahmad Syamsudin
2019.08.15
Jakarta
190815_ID_BorneoFires_1000.jpg Helikopter ikut digunakan dalam upaya memadamkan kebakaran akibat pembakaran hutan dan lahan di Banjar Baru, Kalimantan Selatan, 23 September 2015.
AFP

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyegel lahan perkebunan kelapa sawit dan hutan industri milik 10 perusahaan di Kalimantan Barat akibat terjadinya kebakaran hutan di wilayah itu.

“Lahan yang terbakar yang disegel ada perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri,” kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2019.

Dengan demikian, tambahnya, total perusahaan yang lahannya telah disegel KLHK di Sumatra dan Kalimantan menjadi 18 lokasi lahan konsesi.

Dengan segelnya lahan, segala aktivitas lahan itu harus dihentikan dan manajemen perusahaan akan diminta keterangan, ujar Rasio kepada BeritaBenar.

Dia mengatakan KLHK telah melayangkan surat peringatan kepada lebih dari 100 perusahaan yang lokasinya terindikasi terbakar dengan terdeteksinya titik panas (hotspot) melalui satelit.

Polisi kehutanan dan penyidik sipil akan menindak perusahaan yang terindikasi berkontribusi pada kebakaran hutan, imbuhnya.

Rasio menambahkan, sebanyak 200 hektar lahan dimiliki tiga perusahaan, yang hanya disebut inisial yaitu PT MSL di Kabupaten Mempawah dan PT TAS serta PT SPAS di Kabupaten Ketapang.

Kebakaran hutan di lahan PT TAS mencapai 100 hektar, milik PT MSL seluas 40 hektar, dan PT SPAS sebanyak 60 hektar.

“Kebakaran hutan dan lahan sudah terjadi seminggu yang lalu dan masih berlangsung sampai hari ini,” jelasnya.

Pemerintah telah menurunkan lebih 6.000 personil gabungan untuk memadamkan kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di Kalimatan dan Sumatra dalam beberapa pekan terakhir.

KLHK mencatat setidaknya lebih dari 30.000 hektar lahan di Riau terbakar sejak Januari hingga Agustus 2019.

Sedangkan di Kalimantan Timur seluas 5.153 hektar, Kepulauan Riau 4.970 hektar, dan Kalimantan Barat 2.274 hektar.

Beberapa daerah di Riau dan Palangkaraya di Kalimantan Tengah telah diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan.

Hal ini menyebabkan sebagian penduduk terpaksa menggunakan masker untuk menghindari dampat buruk asap terhadap kesehatan.

Enam provinsi; Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan telah ditetapkan berada dalam darurat kebakaran hutan sejak bulan lalu.

87 Tersangka

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo mengungkapkan bahwa Polri sedang mengusut 100 kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terjadi di sejumlah daerah.

Sejauh ini, tambahnya dalam keterangan kepada para wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis, bahwa Polri telah menetapkan 86 tersangka perorangan dan satu korporasi.

"Total semua kasus menjadi 100 tentang karhutla yang ditangani Polda Riau, Jambi, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah," katanya seperti dikutip dari laman Tribunnews.com.

Dedi menambahkan 35 tersangka terdapat di Riau yang terdiri dari 34 pelaku individu dan satu korporasi.

Sedangkan Polda Kalimantan Barat menangani 26 kasus dengan jumlah tersangka 30 orang.

Di Kalimantan Tengah, ada 22 kasus dengan jumlah tersangka 20 orang dan di Jambi terdapat empat kasus dengan dua tersangka.

Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) mencatat setidaknya terdapat 171 sanksi administrasi, 11 gugatan perdata, dan 510 kasus pidana terkait kebakaran hutan dan lahan sejak 2015.

Dari keseluruhan jumlah itu, 11 gugatan perdata telah berkekuatan hukum tetap dengan kewajiban ganti rugi yang harus dibayarkan perusahaan pembakar hutan dan lahan sebesar Rp183 triliun.

Presiden Joko "Jokowi" Widodo pada 5 Agustus lalu telah meneken instruksi presiden (Inpres) moratorium permanen izin baru di kawasan hutan dan lahan gambut.

Sebelumnya, moratorium diperbaharui setiap dua tahun sejak 2011.

Penerbitan instruksi tersebut diambil Jokowi sebagai bagian menata pengelolaan hutan, pengelolaan konflik terkait lahan, dan pencegahan kebakaran hutan.

Jokowi juga telah menuntut aparat hukum bertindak tegas untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan, dengan mengancam akan mencopot kepala kepolisian daerah (kapolda) dan panglima daerah militer (pangdam) jika tak serius mencegah kebakaran hutan dan lahan di wilayah hukum mereka masing-masing.

Walaupun tidak separah tahun 2015, kebakaran hutan dan lahan tahun ini lebih besar dari tahun-tahun sesudah 2015, demikian menurut pejabat.

Presiden menyebut kerugian ekonomi Indonesia akibat kebakaran hutan dan lahan pada 2015 yang mencapai Rp221 triliun.

Kebakaran tahun 2015 menawaskan setidaknya 25 orang dan menghasilkan asap yang menyebar ke negara tetangga termasuk Singapura dan Malaysia.

Penelitian yang dilakukan Universitas Harvard dan Colombia menemukan 100,000 orang di Asia Tenggara kemungkinan meninggal lebih awal karena menghirup partikel debu yang dihasilkan kebakaran hutan di Indonesia tahun 2015.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.