Setya Novanto Sangkal Terlibat Kasus e-KTP

Ketua DPR itu telah melaporkan sejumlah akun media sosial ke polisi atas dugaan pencemaran nama baiknya.
Arie Firdaus
2017.11.03
Jakarta
171103_ID_SN_1000.jpg Ketua DPR Setya Novanto (tengah) bersalaman dengan jaksa setelah menjadi saksi kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 3 November 2017.
Arie Firdaus/BeritaBenar

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto berulang kali menyangkal terlibat dalam kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) ketika menjadi saksi atas terdakwa Andi Narogong alias Andi Agustinus di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, 3 November 2017.

Setiap kali majelis hakim mengonfirmasi keterangan saksi-saksi lain yang menunjukkan perannya dalam mengatur proyek tersebut, politikus Partai Golkar itu mengulang-ulang menjawab, "tidak tahu" dan "tidak benar".

Kedatangan Novanto sebagai saksi dalam persidangan kasus Andi Narogong adalah yang pertama. Dia sempat dua kali dipanggil pada bulan Oktober namun tak hadir karena alasan sakit dan sibuk dengan pekerjaan.

Begitu juga ia ketika ia sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada kasus yang sama hingga ia memenangkan praperadilan tersebut, Novanto tidak pernah datang dengan alasan kesehatan tidak mendukung.

Tindakan Novanto yang terus menyangkal apa yang disampaikan oleh para saksi lain tersebut membuat majelis hakim yang diketuai hakim John Halasan Butarbutar geregetan.

"Saudara jujur, ya, karena sudah disumpah," kata seorang hakim kepada Novanto, yang kemudian dibalas dengan lagi-lagi menjawab, "Betul tidak pernah, Yang Mulia."

Beberapa keterangan yang dikonfirmasi hakim, antara lain, pernyataan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ganjar Pranowo dalam persidangan sebelumnya yang mengakui Novanto sempat berpesan agar Ganjar tidak galak-galak dalam pembahasan proyek e-KTP di DPR.

Pesan itu, seperti diakui Ganjar – kini Gubernur Jawa Tengah, disampaikan Novanto saat keduanya bertemu di Bandara Ngurah Rai di Bali.

Novanto membenarkan fakta bahwa dia bertemu Ganjar di bandara, tapi menyangkal pernah menitipkan pesan tersebut.

"Tidak benar. Ngarang itu," kata Novanto.

Keterangan lain yang disanggah Novanto adalah pengakuan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Diah Anggraini yang menyebutkan Novanto pernah menitipkan pesan untuk atasan Diah yakni mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Irman, saat bertemu di pelantikan Harry Azhar Azis sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.

Dalam kesempatan itu, Diah berpesan agar Irman mengaku tidak mengenal Novanto manakala ditanya oleh pihak tertentu pada suatu waktu.

Ihwal ini dijawab Novanto dengan mengatakan, "Tidak benar, Yang Mulia."

"Suasana saat itu begitu banyak orang. Ada beberapa menteri dan pejabat lain. Saya tidak tahu siapa-siapa kecuali menteri. Saya tidak ingat siapa," lanjut Novanto.

Atas keterlibatan dalam kasus ini, Irman telah divonis penjara selama tujuh tahun dan denda Rp500 juta. Turut pula divonis anak buah Irman di Kemendagri yaitu Sugiharto yang beroleh hukuman lima tahun penjara dan denda Rp400 juta.

Menyangkal kenal terdakwa

Tangggapan tak jauh berbeda diperlihatkan Novanto kala ditanya perihal hubungannya dengan terdakwa Andi Narogong.

Ia menyangkal keterangan yang menyebutkan Andi merupakan orang kepercayaannya dalam proyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara ditaksir mencapai Rp2,3 triliun dari nilai proyek Rp5,9 triliun.

Dalam proyek ini, Andi didakwa turut melicinkan jalan proyek dengan membagi-bagikan uang kepada sejumlah pimpinan, anggota Komisi II, dan Badan Anggaran DPR.

"Tidak benar. Tidak pernah dan tidak tahu," ujar Novanto lagi, "saya hanya bertemu dua kali dengan Andi, pertengahan 2009. Ia mengenalkan diri sebagai pemasok kaos berkaitan dengan Pilpres (pemilihan presiden)."

Dalam persidangan kali ini, Novanto hadir didampingi Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham. Ia datang sekira pukul 10.00 WIB, dikawal beberapa pria berbadan tegap.

Selain Novanto, jaksa KPK juga memanggil beberapa saksi lain seperti mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi, Staf keuangan PT Sandipala Arthapura Fajri Agus Setyawan, dan Kasubag Perbendaharaan Sesditjen Dukacapil Kementerian Dalam Negeri Junaidi.

Selain Andi, KPK juga telah menjerat beberapa orang lain dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Sejauh ini terdapat tiga tersangka yaitu Markus Nari, Anang Sugiana Sudihardjo, dan Miryam Haryani yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi keterangan palsu.

Novanto pada 17 Juli lalu sebenarnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun belakangan gugur setelah Novanto memenangkan praperadilan pada 1 Oktober lalu.

Polisikan pembuat meme

Terseretnya Novanto dalam pusaran kasus e-KTP menarik perhatian publik. Salah satu bentuknya dengan bermunculan meme beragam jenis kala Novanto dirawat di rumah sakit ketika dia berstatus tersangka sebelum memenangkan praperadilan.

Kasus ini bergulir hingga ke kepolisian menyusul laporan terhadap beberapa akun media sosial yang dianggap meledek Novanto.

Novanto seusai persidangan mengatakan tak akan mencabut laporan pihak-pihak yang menyebarkan meme itu dari kepolisian karena dianggapnya sebagai pencemaran nama baik.

"Kita lanjutkan," katanya kepada wartawan.

Langkah Novanto ini ditanggapi sinis pengamat dan aktivis media sosial, yang menilai kasus meme seharusnya tak perlu dibawa hingga ranah hukum.

"Polisi pun seharusnya menjadi mediator. Karena dalam kasus sebelumnya banyak selesai dengan mediasi dan permintaan maaf," kata Koordinator SAFEnet, Damar Juniarto kepada BeritaBenar.

Hal sama dikatakan pengamat media sosial Nukman Lutfie.

"Itu hal biasa dan bentuk ungkapan kejengkelan masyarakat saja. Terima saja kalau ada respons dari masyarakat," pungkasnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.