Pengamat: Bali Akan Tetap Jadi Target Serangan Teror
2016.08.22
Jakarta

Pulau Bali akan selalu menjadi target serangan teror karena memiliki dampak luar biasa terhadap akibat yang ditimbulkan, kata pengamat terorisme, Senin, 22 Agustus 2016.
“Bali merupakan tempat strategis dan memiliki impact lebih besar baik dampak politik maupun keamanan,” ujar Taufik Andrie.
Pakar terorisme yang juga Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian itu diminta tanggapan menyusul terbongkar rencana kelompok teroris yang diduga berafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) untuk menyerang Bali.
Rencana itu diketahui setelah polisi menangkap Dwiatmoko alias Abu Ibrahim Al Atsary (38), seorang terduga teroris di kawasan Lampung Tengah, Provinsi Lampung, Senin siang, 15 Agustus 2016.
Menurut Taufik, Bali banyak dikunjungi para wisatawan mancanegara dan kelompok ISIS sering mengaitkan dendam kepada Barat sebagai penyebab konflik di Suriah dan Timur Tengah.
“Pendukung ISIS tak hanya menargetkan polisi, tetapi melebarkan target korban warga negara asing. Di Bali banyak warga negara asing,” ujarnya pada BeritaBenar di Jakarta.
Selain itu, ujarnya, kesigapan aparat di Bali dinilai lebih rendah dibandingkan kota besar lain seperti Jakarta, sehingga dalam penanganannya dianggap lambat.
Bali yang dikenal sebagai lokasi wisata favorit pernah diguncang dua kali serangan bom.
Dalam aksi bom Bali I tahun 2002, sebanyak 202 orang tewas yang kebanyakan warga negara Australia. Serangan kedua terjadi pada 2005 yang menewaskan 23 orang.
“Kelompok teroris melakukan aksi tergantung perintah dan targetnya pun berbeda. Ini dilakukan untuk memecah konsentrasi aparat kepolisian dalam memburu mereka,” jelas Taufik.
Ia mengatakan pola terorisme saat ini telah berubah menjadi mekanisme pembentukan sel tertutup. Artinya, sel satu dengan lain bisa jadi tidak saling kenal.
“Secara kapasitas mereka tidak bisa menyamai pola teroris dulu, mereka jauh di bawah generasi Jamaah Islamiyah. Karena kurang mendapat pelatihan, kurang tenaga terampil dan kurang logistik,” ujarnya.
Teror ke Bali
Polri mengakui ada rencana teror ditujukan ke Bali oleh jaringan teroris yang ditangkap, Selasa lalu. Hal tersebut diketahui setelah kepolisian melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap tersangka Dwiatmoko.
“Kelompok yang ditangkap di Lampung ada kaitan dengan bom bunuh diri di Mapolresta Surakarta dan rencana aksi di Bali,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Agus Rianto saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Menurut dia, Dwiatmoko termasuk jaringan Bahrun Naim yang berperan sebagai sosok penyedia bahan bom dan bersedia melakukan aksi amaliyah (bom bunuh diri). “Ada hubungan dengan BN karena mereka sering berkomunikasi,” tambahnya.
Bahrun Naim diketahui telah bergabung dengan ISIS dan disebut-sebut menjadi tokoh kelompok jaringan teroris itu. Polisi menuding Bahrum Naim sebagai dalang serangan bom dan penembakan di Jalan Thamrin, Jakarta, Januari lalu. Dalam aksi itu, delapan orang, termasuk empat pelaku, tewas.
Agus mengungkapkan dalam penggeledahan di tempat Dwiatmoko, Densus 88 Antiteror menemukan barang bukti bahan peledak berupa kristal putih seberat 150 gram, yang kemudian diketahui sebagai peledak jenis TATP (triaseton triperoxide).
TATP merupakan bahan peledak primer high explosive karena mempunyai kekuatan ledakan (velocity of detonation) mencapai 4300 meter/detik.
“Ada juga solder listrik, kabel, konektor, beberapa pipa paralon, gotri, dokumen, hardisk external dan notebook,” jelas Agus kepada BeritaBenar.
Aliran dana
Meski asal aliran dana kelompok ini masih diselidiki, tapi Agus memastikan kalau dana yang dipakai untuk kegiatan dan aksi kelompok ini tidak banyak.
“Yang saya dapatkan infonya hanya Rp4,9 juta untuk kegiatan mereka, termasuk untuk Solo dan Bali,” katanya.
Dalam kasus aksi bom bunuh diri di halaman Mapolres Solo, Jawa Tengah, 5 Juli 2016, uang tersebut digunakan untuk membeli bahan material bom dan biaya transportasi pengiriman bom. Dalam aksi itu, seorang polisi terluka, sedangkan pelakunya, Nur Rohman, tewas.
Sementara itu, Deputi II Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Irjen Pol. Arif Darmawan mengatakan pihaknya akan terus mensinergikan fungsi intelijen kementerian dan lembaga untuk mengatasi masalah terorisme.
“Kami lakukan di bawah kordinasi BIN selaku penyelenggara intel negara. Untuk aliran dana kami sinergikan ke PPATK,” ujarnya.
Dia mengakui target teroris saat ini lebih ditujukan kepada aparat kepolisian dan kota-kota besar. Namun pihaknya terus berupaya mengantisipasi dengan menangkap pelaku sebelum rencana mereka melakukan serangan.
“Bagaimana teknik memburu atau mentrack mereka, itu domainnya Polri dan Densus 88,” pungkas Arif.