TNI Nyatakan Keprihatinan Atas Perkembangan di Myanmar
2021.03.18
Jakarta
Panglima militer Indonesia hari Kamis (18/3) menyatakan keprihatinan yang mendalam atas meningkatnya kekerasan di Myanmar, menyusul diplomasi dari pejabat Indonesia lainnya yang tampaknya belum membuahkan hasil dalam menghentikan krisis pasca kudeta di negara tersebut.
Marsekal Udara Hadi Tjahjanto menyampaikan hal itu pada Pertemuan Kepala Pertahanan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang juga dihadiri perwakilan Myanmar.
"Sebagaimana disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia dan disampaikan kembali oleh Menteri Luar Negeri, keamanan dan keselamatan rakyat Myanmar harus menjadi prioritas utama,” demikian pernyataan tertulis Hadi yang dibacakan Kepala Staf Umum Tentara Nasional Indonesia (TNI) Letjen Ganip Warsito.
ASEAN Chiefs of Defense Forces’ Meeting (ACDFM) ke-18 itu digelar secara virtual dengan dipimpin oleh Panglima Angkatan Bersenjata Brunei (RBAF), Mayor Jenderal Dato Seri Pahlawan Haji Hamzah dengan mengangkat tema, “We Care, We Prepare, We Prosper’.
Pertemuan turut dihadiri pejabat militer Vietnam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand, sebut pernyataan tertulis yang dibagikan Dinas Penerangan Internasional TNI kepada BenarNews.
“TNI senantiasa siap untuk memberikan bantuan untuk berbagi pengalaman bagaimana membangun sebuah angkatan bersenjata yang profesional di sebuah negara yang demokratis,” demikian pernyataan tersebut.
Merujuk situs Kementerian Pertahanan negara Brunei Darussalam, yang saat ini menjadi Ketua ASEAN, dalam pertemuan itu turut diadopsi Rencana Kerja Dua Tahun ASEAN 2021-2023 serta pernyataan bersama para panglima angkatan bersenjata.
“Selain itu, Brunei Darussalam juga mengajukan usulan tertulis bertajuk “Latihan Militer ASEAN (AMX)” yang bertujuan mendukung militer ASEAN dalam meningkatkan keamanan, pertukaran informasi serta kapasitas kawasan melalui kerja sama yang terintegrasi,” sebut rilis Kementerian terkait.
Baik Kementerian Pertahanan Indonesia maupun Brunei Darussalam tidak merilis pernyataan bersama ACDFM ke-18 yang dimaksud.
TNI menyatakan dukungannya terhadap pernyataan Ketua ASEAN dalam pertemuan informal para menteri luar negeri di kawasan pada 2 Maret 2021, yang mendorong Myanmar untuk bekerja sama dengan ASEAN dalam mencari jalan keluar atas permasalahan yang turut merenggut ratusan nyawa itu.
Dalam pertemuan diplomat ASEAN pada awal Maret, Brunei bersama anggota ASEAN launnya meminta semua pihak yang berkepentingan di Myanmar untuk bersama-sama mencari solusi damai melalui dialog dan rekonsiliasi.
Selain itu, Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina dan Singapura secara khusus mendesak militer Myanmar segera membebaskan Aung San Suu Kyi dan pemimpin politik lainnya yang ditahan sejak kudeta 1 Februari lalu.
Sementara itu sejumlah tokoh politik di Asia Tenggara melemparkan kecaman ke ASEAN yang dinilai tidak serius dan lemah dalam persoalan Myanmar.
“Pemerintah ASEAN telah dilemahkan oleh doktrin non-campur tangan yang dibuat mereka sendiri. Doktrin ini mungkin diperlukan pada masa lalu, tetapi hal itu saat ini justru menjadi batu sandungan bagi perkembangan demokrasi partisipatif dan perlindungan hak-hak dasar masyarakat ASEAN,” sebut pernyataan bersama yang ditandatangani oleh enam politisi dair sejumlah negara di Asia Tenggara, dalam konferensi virtual, Rabu (17/3).
“Kami, yang bertanda tangan di bawah ini, menuntut agar pemerintah ASEAN meninggalkan doktrin lama non-campur tangan dan mengejar pendekatan baru melalui keterlibatan konstruktif dan kritis,” ujar pernyataan yang ditandatangani oleh Anwar Ibrahim, pemimpin oposisi Malaysia; Sam Rainsy, pemimpin oposisi Kamboja yang tengah dalam pengasingan di Perancis; Fadli Zon, ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Indonesia; Kiko Pangilinan, senator dan ketua The Council of Asian Liberals and Democrats Filipina; Charles Chong, mantan anggota Parlemen Singapura; dan Kasit Priomya, mantan Menteri Luar Negeri Thailand.
Tantangan Laut Cina Selatan
Pada pertemuan Kamis, Panglima TNI juga mengajak mitranya di ASEAN untuk meningkatkan kerja sama dalam memperkuat sinergi kawasan menghadapi berbagai tantangan dari mulai pandemi COVID-19 hingga Laut Cina Selatan.
“Tantangan yang akan kita hadapi akan semakin kompleks dan dapat terulang lagi. Saya menilai pelajaran yang didapat dari tiap negara akan sangat bermanfaat dan merupakan inisiatif baik apabila setiap angkatan bersenjata saling mempelajari kemampuan dan pengalaman bagi setiap negara anggota,” kata Hadi.
Adapun peningkatan kerja sama yang ditawarkan Indonesia meliputi interaksi dan komunikasi antarpimpinan dan pejabat angkatan bersenjata, peningkatan berbagi informasi dalam berbagai bidang, dan membentuk mekanisme latihan bersama angkatan bersenjata ASEAN secara bertahap.
Collin Koh Swee Lean, rekan peneliti Institute of Defence and Strategic Studies, S. Rajaratnam School of International Studies, mendorong negara-negara ASEAN untuk mengeluarkan pernyataan kolektif yang lebih tegas dalam merespons militerisasi Cina maupun Amerika Serikat (AS) di Laut Cina Selatan.
Awal Maret, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Cina mengumumkan gelaran latihan militer selama satu bulan penuh di Laut Cina Selatan untuk merespons operasi Amerika Serikat dan dan sekutunya di perairan yang bersengketa itu.
“Sayangnya, negara-negara ASEAN telah terpojok. Salah satu cara untuk negara-negara ASEAN mengembalikan suara mereka adalah dengan membuat pernyataan kolektif secara kesatuan melalui diskusi bersama terkait perilaku Cina,” kata Collin dalam agenda Forum Pertahanan dan Keamanan di Laut Sulu dan Cina Selatan yang diselenggarakan Malaysian Armed Forces Defense College and Projek Pertiwi pada Selasa (16/3).
“Jika tidak, maka kita akan membiarkan Cina dan AS terus mendominasi panggung militerisasi di Laut Cina Selatan,” ujarnya.
Hadi Azmi di Kuala Lumpur berkontribusi pada laporan ini.