Keempat Terdakwa Uighur Tolak Tuduhan Jaksa

Oleh Zahara Tiba
2015.07.01
150701_ID_ZAHARA_UIGHUR_TRIAL_6_700.jpg Ahmet Mahmud (kedua dari kanan) dan tergugat Uighur lainnya beserta dengan penerjemah mereka selama sidang pembelaan tanggal 1 Juli, 2015 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
BeritaBenar

Tim pengacara empat orang terdakwa suku Uighur menolak tuduhan jaksa bahwa keempatnya melakukan tindak pidana terorisme dan melanggar Undang-Undang Keimigrasian.

Minggu lalu, Ahmet Bozoglan dituntut dengan hukuman delapan tahun masa kurungan serta denda sebesar Rp. 100 juta dan subsider kurungan enam bulan.

Ketiga rekannya yang lain –Ahmet Mahmud, Abdul Basit, dan Abdulla alias Altinci Bayyram –dituntut tujuh tahun penjara.

Bozoglan dan kawan-kawan didakwa mencoba bergabung dengan kelompok teroris Poso pimpinan Santoso, atau lebih dikenal dengan Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Mereka dituduh memasuki Indonesia secara ilegal menggunakan paspor Turki palsu. Orang-orang mengklaim sebagai warga negara Turki, Bukan Tiongkok, meskipun Indonesia Telah mengindikasikan akan mengirim mereka KE Tiongkok Penghasilan kena pajak Sidang Selesai.

Pendukung Uyghur yang berbasis di Amerika Serikat mengatakan China telah direkayasa tuduhan "Uyghur terorisme" untuk membenarkan penindasan di provinsi Xinjiang, di mana banyak dari mereka hidup.

Tidak ada bukti

Menurut pengacara keempatnya, Asludin Hatjani, jaksa tidak bisa membuktikan secara langsung keterlibatan mereka dalam tindak pidana terorisme seperti yang didakwakan, baik melalui saksi maupun barang bukti yang dihadirkan selama persidangan.

“Tidak ada satupun saksi yang menjelaskan terdakwa ingin bergabung dengan sebuah kelompok terorisme atau melakukan tindak pidana terorisme. Tuduhan tersebut sangat lemah. Saudara jaksa seharusnya menghadirkan saksi-saksi lain yang bisa membuktikan keterlibatan mereka,” ujar Asludin dalam sidang pembelaan (pledoi) para terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu, 1 Juli.

Asludin terus mengkritisi dakwaan jaksa dengan mempertanyakan apakah ada laporan intelijen yang mengungkapkan keterlibatan mereka dalam tindak pidana terorisme sebelum mereka ditangkap di Poso pada bulan September, 2014.

“Tapi semuanya tidak ditemukan dalam persidangan. Tidak ada bukti atau keterangan yang menjelaskan keterlibatan langsung mereka dalam tindak pidana terorisme atau menyebabkan kerusakan fasilitas umum,” cecar Asludin.

Asludin mengatakan bahwa para kliennya hanya turis yang tertangkap saat berlibur di Indonesia dan dituduh terlibat dalam kegiatan terorisme.

“Tuduhan ini sangat dahsyat,” tukasnya.

Lebih lanjut Asludin mengungkapkan pernyataan saksi yang menyebutkan adanya orang luar yang akan bergabung dengan grup Santoso bukan berarti keempat kliennya.

“Bisa saja orang luar daerah Poso,” ujarnya.

Korban perdagangan manusia

Bahkan, lanjut Asludin, yang terjadi pada para kliennya bisa jadi merupakan korban bentuk perdagangan manusia, karena orang yang mengantar mereka dari Malaysia ke Indonesia bisa jadi calo.

“Terdakwa tidak pernah berniat masuk ke Indonesia secara ilegal. Bisa jadi orang yang membawa mereka adalah calo. Unsur penggunaan dokumen palsu juga tidak benar. Semua dokumen sah. Jika palsu atau dipalsukan, terdakwa tidak tahu dan kesalahan tersebut tidak dapat dibebankan kepada terdakwa,” tegasnya.

Untuk itu, Asludin meminta para kliennya dibebaskan dari segala tuntutan dan diberikan keadilan.

Namun, jaksa langsung membantah bahwa saksi mengatakan Santoso membenarkan para terdakwa adalah orang luar yang dimaksud. Hal ini diungkapkan oleh seorang saksi dalam sidang sebelumnya.

“Pelanggaran keimigrasian seharusnya juga tidak terjadi kalau terdakwa mengerti pengurusan dokumen,” ujar Jaksa Penuntut Umum Nana Riana.

Konsultasi dengan Kedutaan Turki

Tidak seperti ketiga terdakwa lainnya, Bozoglan yang selalu disidang terpisah meminta agar majelis hakim memberikan waktu baginya untuk sekali lagi mencoba mendapatkan bantuan hukum dari Kedutaan Besar Turki di Jakarta.

“Bagaimana saya mau membela diri lebih baik lagi jika saya saja ada dalam tahanan? Untuk itu saya minta agar hakim memberikan waktu untuk berkonsultasi dengan Kedutaan Besar Turki,” ujar Bozoglan lewat tim penerjemahnya.

Hakim pun mengabulkan permintaannya dan bersedia menggelar sidang tambahan, Rabu, 8 Juli mendatang sebelum pembacaan putusan. Sementara putusan ketiga terdakwa lainnya dijadwalkan 13 Juli mendatang.

Suku Uighur adalah kelompok Muslim minoritas di Tiongkok, dan sebagian besar tinggal di wilayah Tiongkok bagian barat. Uighur juga tersebar di Kazakhstan, Kyrgyzstan, Uzbekistan dan Turki.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.