Empat Suku Uighur Diadili di Jakarta Adalah Warga Turki: Pengacara
2015.04.09

Pengacara yang mewakili keempat suku Uighur dalam sidang terorisme di Jakarta mengatakan mereka adalah warga negara Turki, meskipun pejabat Indonesia mengindikasikan bahwa keempat orang ini akan dideportasi ke Tiongkok usai sidang.
Keempat suku Uighur ditangkap di Sulawesi Tengah pada bulan September 2014, dengan tuduhan mengunjungi Santoso, teroris yang paling dicari di Indonesia, dan masuk ke Indonesia dengan menggunakan paspor serta visa palsu Turki.
"Sejauh ini di persidangan belum ada," kata pengacara Asludin Hatjani BenarNews, ketika ditanya tentang keterlibatan Badan Penanggulangan Terorisme Nasional (BNPT) dan pemerintah Tiongkok dalam kasus tersebut.
"Tiongkok tidak ada kaitannya, karena dari dokumen yang mereka punya menyatakan bahwa mereka orang Turki. Dan diakui pemerintah Turki. Buktinya kedutaan Turki menyediakan penerjemah," kata Asludin, yang juga menjadi pengacara terdakwa bom Bali, Umar Patek, pada tahun 2012.
“Di Indonesia, penanganan terorisme dilakukan dengan cara penegakkan hukum. Kalau mereka tidak bersalah harus dibebaskan. Kalau bersalah, harus dibuktikan,” tegasnya.
“Terkait pelanggaran imigrasi, bagi saya mereka punya dokumen lengkap. Tinggal dibuktikan saja apa benar palsu atau tidak,” katanya.
Turki merespon
Pejabat Kedutaan Besar Turki di Jakarta tidak menyangkal klaim Asludin bahwa empat orang tersebut adalah warga Turki.
"Anda harus memperhitungkan yang dikatakan pengacara mereka. Di sisi lain, Kejaksaan Agung Republik Indonesia secara resmi telah meminta Kedutaan Turki untuk menyediakan penerjemah di pengadilan. Jadi ini adalah prosedur resmi dan kami mengikutinya," kata Duta Besar Zekeriya Akcam dalam pernyataan yang dikirim ke BenarNews tanggal 9 April.
"Karena sedang dalam proses peradilan, kami tidak diperbolehkan untuk membuat pernyataan kecuali apa yang dikatakan oleh pengadilan," tambahnya.
"Kami percaya sistem peradilan di Republik Indonesia dan kami tidak dapat membuat komentar selain ini."
Pada pertengahan bulan Maret, sebelum sidang berlangsung, Irfan Idris juru bicara BNPT mengatakan keempat orang ini akan kembali ke Tiongkok setelah sidang.
“Mereka akan diproses secara hukum. Begitu selesai dakwaan, kami akan kembalikan ke Tiongkok. Selanjutnya terserah pemerintah Tiongkok apakah mereka akan ditahan, dihukum mati, atau dibebaskan. Tergantung hukum yang berlaku di sana,” kata Irfan kepada BenarNews.
Tiongkok ingin keempat suku Uighur dipulangkan, dan BNPT telah bekerja sama dengan pemerintah Tiongkok mengenai masalah ini, kata Irfan.
“Kami sudah berkunjung ke sana beberapa waktu lalu dan telah berkoordinasi dengan mereka. Mereka juga telah berkunjung kesini. Kami sepakat untuk mencari jalan keluar yang terbaik,” Irfan menjelaskan kepada BenarNews.
Terkait ISIS?
Menurut pejabat Indonesia, empat tersangka suku Uighur tersebut ditangkap bersama tiga orang Indonesia, di Kabupaten Poso, yang merupakan sarang militan.
Keempat Uighur mengklaim mereka adalah wisatawan.
“Kami minta ditemani hanya untuk jalan-jalan saja. Tuduhan ingin bergabung dengan Santoso tidak benar. Kami tidak bisa Bahasa Indonesia jadi sepertinya ada kesalahpahaman. Kami tidak sadar kemana kami pergi,” ujar Ahmet Bozoglan yang didampingi beberapa orang penerjemah tanggal 31 Maret.
Suku Uighur adalah minoritas Muslim di Tiongkok, dan sebagian besar tinggal di wilayah Tiongkok bagian barat. Uighur juga tersebar di Kazakhstan, Kyrgyzstan, Uzbekistan dan Turki.
Kelompok-kelompok pejuang Hak Asazi Manusia (HAM) menuduh pihak berwenang Tiongkok telah merepresi Xinjiang, termasuk penggeledahan di kalangan rumah tangga Uighur, pembatasan untuk mempraktekkan ajaran agama Islam, dan pembatasan pada budaya dan bahasa masyarakat Uighur.
Tiongkok mengklaim sekitar 300 suku Uighur telah bergabung dengan ISIS. Sebelumnya, BNPT mengatakan bahwa keempat tersangka Uighur diduga terlibat membantu pendanaan biaya perjalanan warga Indonesia yang ingin bergabung ISIS.
Keempat Uigur dijerat undang-undang anti-terorisme dan imigrasi, kata jaksa penuntut umum Dicky Oktavianus.
"Keempat tersangka terlibat dalam kegiatan berbahaya terkait dengan terorisme di Poso dan kelompok Santoso," kata Dicky BenarNews.
Sidang dibuka 23 Maret dan dilanjutkan Kamis dengan presentasi penuntutan saksi.