WNI Ditangkap di Filipina Diyakini Residivis Teroris
2018.03.15
Jakarta
Musolah Rasim (32), warga negara Indonesia (WNI) yang ditangkap pasukan keamanan Filipina akhir pekan lalu, diyakini merupakan residivis kasus terorisme.
Dia pernah dihukum delapan tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tangerang, Februari 2012, setelah terbukti terlibat aksi bom bunuh diri di Mapolres Cirebon pada 15 Maret 2011 yang melukai lebih 30 orang—termasuk Kapolres Cirebon kala itu AKBP Herukaca.
Namun tak sampai delapan tahun mendekam dalam penjara, ia telah menghirup udara bebas setelah diyakini mendapatkan beberapa kali remisi.
"Dalam insiden itu, dia berperan sebagai pihak yang menyembunyikan sisa bahan peledak serta sepeda motor peninggalan pelaku bom bunuh diri Muhammad Syarif," kata pengamat Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), Adhe Bhakti kepada BeritaBenar, Kamis, 15 Maret 2018.
"Bom yang belum diledakkan tersebut akan dibuang ke sebuah sungai."
Keduanya, tambah Adhe, berkenalan saat tergabung dengan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), kelompok yang telah ditetapkan Pemerintah Amerika Serikat sebagai organisasi teroris global pada 2012, dalam kurun 2008 hingga 2011.
Mereka pun beberapa kali terlibat dalam aksi kelompok JAT, salah satunya sweeping toko swalayan yang menjual minuman beralkohol di Cirebon, Jawa Barat, pada 2010.
"Akibat insiden itu, mereka masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kepolisian. Setelah itu berpencar, menyelamatkan diri masing-masing," papar Adhe.
"Tidak pernah lagi bertemu, sampai Syarif melancarkan aksi bom bunuh diri."
Status residivis dan rekam jejak panjang Musolah dalam kelompok teror juga diakui pengamat terorisme dari Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie.
"Ia memang mantan napi (narapidana). Tapi bukan tokoh," kata Taufik saat dihubungi.
Ditangkap karena mencurigakan
Seperti diberitakan sebelumnya, Musolah Rasim – bukan Mushalah Somina Rasim –ditangkap setelah dicurigai aparat Filipina terkait dengan kelompok militan.
Kecurigaan berhulu saat Musolah menanyakan keberadaan Mohammad Jaafar Sabewang Maguid yang tewas dalam pertempuran aparat Filipina pada Januari lalu, kepada warga lokal.
Pria yang dikenal dengan sebutan "Tokboy" itu merupakan pimpinan kelompok militan FIlipina yang berafiliasi ke Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Ansarul Khilafa.
Menurut Pemerintah Filipina, anggota kelompok Ansarul Khilafa ini tersebar di kawasan Mindanao di selatan Fiipina dan diyakini otoritas setempat menjadi tempat pelatihan para militan Indonesia dan Malaysia.
Kelompok ini pula yang disebut menjadi dalang serangan granat di Maasim, wilayah di selatan Filipina, pada 2015. Ledakan ini menewaskan seorang anggota polisi Filipina dan melukai puluhan warga sipil.
"Dia (Musolah) sedang ditahan dan kami sedang menginterogasinya," kata Kepala Satuan Polisi Sultan Kudarat Filipina, Supt. Senior Raul Supiter.
“Ada upaya kerjasama keamanan transnasional antara pemerintah Filipina dengan pemerintah Indonesia. Pejabat-pejabat senior kami akan menginisiasi prosedur yang tepat untuk kasus Rasim ini," lanjut Raul Supiter, tanpa memerinci lebih lanjut langkah hukum lanjutan untuk Musolah.
Juru bicara Mabes Polri, Brigadir Jenderal Muhammad Iqbal enggan berkomentar lebih lanjut perihal prosedur yang dimaksud kepolisian Filipina.
Ketika ditanya apakah kepolisian berencana memulangkan Musolah ke tanah air, Iqbal menjawab diplomatis.
"Saya cek dulu," katanya. "Prosedurnya biasanya kalau ada yang tertangkap akan diinformasikan kepada kami."
Tak ada komentar dari Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, atas penangkapan Musolah.
Namun, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dalam keterangan pers, Rabu, menyatakan sudah mengetahui soal penangkapan WNI di Filipina.
Hanya saja, Retno belum memastikan langkah yang disiapkan pemerintah.
"Kami verifikasi dulu informasinya, data-datanya," terangnya.
Terakhir di Jombang
Penangkapan WNI oleh aparat hukum Filipina sejatinya bukan kali pertama terjadi.
November tahun lalu, seorang perempuan kelahiran Bekasi, Jawa Barat, bernama Minhati Madrais (36), yang merupakan istri Omarkhayam Maute -- pimpinan kelompok Maute, ditangkap aparat Filipina di Marawi. Bersama Minhati, diamankan pula enam anaknya.
Adapula penangkapan terhadap Muhammad Ilham Syahputra (23) yang disebut terlibat dalam pertempuran bersama militan Maute melawan Pemerintah Filipina di Marawi.
Mengenai nasib kedua WNI itu, Muhammad Iqbal lagi-lagi tak memerinci.
"Saya cek dulu," ujarnya, lalu menyudahi sambungan telepon.
Perihal muasal keterkaitan Musolah dengan militan Filipina, pengamat Taufik Andrie tak menjawab.
Adapun Adhe Bhakti menduga relasi itu terbangun saat Musolah tergabung dalam Ashabul Kahfi, setelah lepas dari JAT pada 2011.
Kelompok kecil yang didirikan Musolah bersama rekannya Yadi al-Hasan itu merupakan fasilitator merekang yang ingin bergabung dengan Moro Islamic Liberation Front (MILF).
"Di kelompok itu, Musolah menjadi wakil amir (wakil ketua)," tambah Adhe.
Kendati begitu, Adhe mengaku terkejut atas penangkapan Musolah di Filipina karena dari penelusuran terakhir, ia diketahui berada di Jombang, Jawa Timur.