128 Titik Api Tersebar di Indonesia
2016.03.11
Jakarta
Sedikitnya 128 titik api kembali terjadi di Indonesia yang tersebar di sejumlah provinsi yang menyebabkan pemerintah menetapkan status darurat di daerah kebakaran untuk mencegah terulangnya bencana asap seperti tahun lalu, sementara itu tujuh propinsi akan menjadi percontohan restorasi gambut.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, Jumat, 11 Maret 2016, bahwa lokasi kebakaran hutan terjadi di daerah yang merupakan langganan setiap tahun.
Rincian dari182 titik api tersebut, menurut data terbaru BNPB adalah Aceh (28), Bengkulu (1), Jambi (2), Jatim (4), Kalteng (2), Kaltim (81), Kaltara (7), NTP (1), NTT (3), Riau (26), Sulsel (5), Sulteng (15), Sultra (1), Sumsel (2) dan Sumut (14).
Kebakaran cukup parah melanda Cagar Biosfer Giam Siak Kecil seluas 50 hektar, Kecamatan Dumai Selatan seluas 50 hektar, kebun karet masyarakat dan belukar di Meranti seluas 45 hektar di Riau, jelas Sutopo.
“Saat ini masih terbakar. Asap cukup tebal, api berasal dari luar kawasan hutan,” ujarnya kepada BeritaBenar.
Dia menjelaskan, kebakaran hutan dan lahan di Riau karena warga membuka lahan dengan cara membakarnya. Kondisi ini diperparah dengan keadaan yang memasuki musim kemarau periode pertama.
“Kondisi cuaca kering dan angin cukup kencang sehingga mudah terbakar. Antisipasi (pemadaman) kebakaran hutan terus dilakukan,” ujar Sutopo.
BNPB berkordinasi dengan Manggala Agni (pemadam kebakaran hutan), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Masyarakat Peduli Api, perusahaan hutan, TNI dan Polri untuk terus memadamkan api, jelasnya.
“Bupati Bengkalis dan Meranti telah menetapkan status Siaga Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan di wilayahnya sehingga akan lebih mudah dalam melakukan koordinasi dengan berbagai pihak,” tuturnya.
Tak ingin terulang
Menteri Koodinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Luhut Binsar Pandjaitan dalam jumpa pers, Jumat, menyebutkan pemerintah akan menetapkan status darurat untuk mengatasi kebakaran hutan.
“Sedini mungkin jika dilihat ada kebakaran hutan apalagi di lahan gambut, kita akan tetapkan kasus emergency. Kita tidak ingin (terulang) seperti tahun lalu yang telat karena baru September ditetapkan status emergency,” ujarnya.
Dengan begitu, tambah Luhut, BNPB tidak kesulitan lagi dalam melakukan upaya penanganan karena dana badan itu baru bisa keluar saat ada status darurat.
Pemerintah juga sudah melakukan sinergi dengan kementerian terkait dan stakeholder di daerah untuk menangani kebakaran hutan.
“Kami mengerahkan empat helikopter, bahan kimia dan beberapa material yang dibutuhkan untuk memadamkan sejumlah titik api yang mulai muncul,” tegas Luhut.
Kanal blocking
Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengatakan pihaknya sedang berupaya mengurangi resiko kebakaran di lahan gambut dengan cara membuat kanal blocking (sekat kanal gambut) untuk memelihara air sehingga lahan gambut tetap basah dan mencegah meluasnya kebakaran.
“Kami berusaha menjaga kondisi gambut tetap berada dalam kelembaban tertentu. Kami mengupayakan lahan gambut tergenang, ” ujarnya kepada sejumlah wartawan, 10 Maret 2016.
Januari lalu, Presiden Joko Widodo membentuk BRG untuk menjalankan tugas koordinasi dan penguatan kebijakan restorasi gambut, perencanaan pengendalian dan kerja sama penyelenggaraan restorasi gambut, pemetaan dan penetapan zonasi lindung dan fungsi budi daya.
Tujuh provinsi yang akan menjadi percontohan restorasi gambut adalah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup, terdapat 26 juta hektar hutan di Indonesia yang terdiri dari 15 juta hektar lahan gambut dan 10 juta hektar bukan lahan gambut.
Nazir menambahkan, data LSM lingkungan berbeda yaitu dari total 20 juta hektar lahan gambut yang terdapat di Indonesia, 9 juta hektar gambut telah dinyatakan rusak akibat kebakaran lahan dan illegal logging.
“BRG menargetkan merestorasi 2 juta hektar lahan dalam waktu 5 tahun. Sementara 7 hektar lainnya diupayakan dengan moratorium hutan dan lahan,” katanya.
Peneliti Cifor (Pusat Studi Kehutanan Internasional) Herry Purnomo ketika dihubungi BeritaBenar mengungkapkan hasil risetnya di Riau menunjukkan 61 persen kebakaran terjadi di areal yang mudah diakses.
Pelaku pembakaran adalah para petualang lahan dengan latar belakang yang beragam seperti cukong, korporasi dan masyarakat, katanya.
“Investor kelas menengah merupakan pihak yang paling rawan terlibat dalam pembakaran, karena kerap mengabaikan legalitas,” jelas Herry.