BNPT: Santoso Tak Mampu Lakukan Serangan Seperti di Paris

Arie Firdaus
2015.12.08
Jakarta
fpci conference-620 Para pembicara dalam forum Evolving Multilateral Coalition Against ISIS di Hotel Borobudur, Jakarta, 8 Desember 2015.
BeritaBenar

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Saud Usman Nasution meragukan kemampuan Santoso alias Abu Wardah untuk melakukan aksi terorisme skala besar seperti yang terjadi di Paris, Perancis, beberapa waktu lalu di Indonesia.

Pasalnya, menurut Saud, kekuatan kelompok Santoso tak cukup kuat dan tengah terjepit di pegunungan akibat Operasi Camar Maleo IV yang tengah dijalankan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia di pegunungan Poso, Sulawesi Tengah.

"Mereka tak seberapa. Turun (gunung) saja dia bisa tertangkap," kata Saud dalam diskusi bertema Evolving Multilateral Coalition Against ISIS yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa, 8 Desember 2015.

Sebelumnya pihak berwenang Indonesia memperkirakan kelompok Santoso hanya terdiri dari 30-an orang. Pernyataan Saud itu seperti meredam pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan hari Senin, bahwa ada potensi aksi terorisme di Indonesia dalam waktu dekat. Namun Luhut tak merinci kelompok yang diduga bakal melancarkan teror.

Dugaan Luhut itu sempat diarahkan kepada kelompok Mujahid Indonesia Timur pimpinan Santoso yang terafiliasi dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Mereka sebelumnya sempat melontarkan ancaman serangan melalui video yang diunggah di akun media sosial Facebook. Ancaman itu menyebutkan bahwa Santoso akan menduduki Istana Negara dan menghancurkan Markas Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya.

Namun, Saud lagi-lagi mengutarakan keraguannya. "Ya, kekuatan dia (Santoso) terbataslah," ujar Saud lagi.

Meski begitu, Saud mengatakan BNPT beserta kepolisian dan tentara tak akan lengah. Sebab, Saud menilai potensi terorisme bisa muncul dari siapa saja. Tak harus dari kelompok yang sudah ada, seperti kelompok Santoso yang berbaiat dengan ISIS.

Dia mencontohkan aksi bom di Mal Alam Sutera Oktober lalu. Pelaku diketahui tak terkait kelompok terorisme manapun dan belajar merakit bom lewat internet. "Artinya, setiap orang sebenarnya bisa melakukan teror," kata Saud. "Asalkan ia punya internet. Cara merakit bom, kan, bisa dicaritahu dengan mudah lewat itu (internet)," tambahnya.

800 WNI gabung ISIS

Apalagi, kata Saud, masih banyak warga negara Indonesia yang kini pergi ke dan kembali dari Suriah, negara basis kekuatan ISIS. Berdasarkan catatan BNPT, terdapat 384 warga negara Indonesia yang telah bergabung dengan ISIS.

Namun menurut Saud, jumlah lebih besar bakal didapat jika merujuk pada data intelijen. "Catatan intelijen ada 800 orang. Sebanyak 53 orang di antaranya tertembak di sana dan empat lain menjadi pelaku bom bunuh diri," ujarnya lagi.

Karena itu, kata Saud, potensi aksi teror tak hanya bisa datang dari kelompok Santoso yang selama ini sudah gencar melontarkan ancaman. "Karena sangat banyak WNI yang diduga sudah bergabung dengan ISIS. Mereka menyalahgunakan fasilitas perjalanan. Disebut berwisata dan bekerja, rupanya bergabung dengan ISIS," kata Saud.

"Kemarin saja, ada 169 warga negara Indonesia yang dipulangkan dari Turki. Kami akan waspada dan monitor perkembangan mereka."

Semua negara harus terlibat

Tak cuma Saud Usman yang mengategorikan ISIS sebagai ancaman utama di Indonesia. Dalam forum yang sama, Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Corinne Breuze, mengutarakan hal serupa.

"Saya tekankan, bahwa semua negara harus terlibat melawan ISIS," kata Breuze.

Perancis sendiri, menurut Breuze, kian mengetatkan pengawasan terhadap warga negara mereka dari pengaruh ISIS. Pemerintah Perancis, terang Breuze, telah memblokir situs-situs yang mendukung terorisme untuk mencegah perluasan paham.

"Melawan terorisme adalah prioritas utama kami saat ini," terangnya.

Begitu juga dengan sikap Duta Besar Amerika Serikat, Robert Blake, Jr. Ia menyebut soliditas internasional sebagai hal utama untuk melawan ISIS.

"Nisacaya kita bisa melawan ISIS dan barbarisme yang mereka representasikan," kata Blake.

Sementara itu Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Galuzin,  menyamakan kejahatan yang dilakuakn ISIS dengan kejahatan NAZI. "Itu sama," kata Galuzin.

Tak mengherankan, ujar Gauzin, pemerintah Rusia kini gencar menyerang basis-basis ISIS di Suriah. Mereka, antara lain, bekerjasama dengan pemerintah pimpinan Bashar al-Assad untuk menyerang penyimpanan minyak yang dikuasai ISIS.

Selama ini, transaksi minyak ilegal memang disebut menjadi sumber dana ISIS.

"Itu harus dihentikan. Bantuan kepada ISIS harus disudahi,' kata Galuzin lagi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.