Mengenal Lebih Dekat Sosok Polisi Pemulung
2016.05.24
Malang
Bercelana pendek, mengenakan kaus dan bertopi, Rizal Dimas Wicaksono (21) cekatan memilih dan memilah tumpukan barang bekas. Dia memisahkan sesuai jenis seperti plastik, botol, kertas dan kardus.
Sebagian yang kotor berdebu dicucinya dalam ember. Gudang tumpukan karung berisi sampah dikumpulkan dari stasiun Kota Baru Malang. Lalat dan kecoa menjadi pemandangan rutin.
Rizal adalah anak kedua pasangan Brigadir Kepala (Bripka) Seladi (57) dan Ngatiani (47), warga Kelurahan Gadang, Kota Malang. Seladi merupakan anggota Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor (Polres) Malang Kota, yang menambah penghasilan dengan memulung.
Sejak lulus SMA tiga tahun lalu, Rizal memilih membantu ayahnya memilah sampah. “Tak malu, malah bangga, bisa membantu orang tua,” katanya saat ditemui BeritaBenar, Sabtu, 21 Mei 2016.
Rizal mengaku bangga pada sosok ayahnya yang sederhana dan jujur. Seladi selalu berpesan agar Rizal tak boleh curang, disiplin dan rajin belajar. Setelah tamat SMA, Rizal tak melanjutkan kuliah karena terbentur biaya.
Dia bercita-cita ingin menjadi polisi. Dua kali ikut tes calon Bintara Polri, Rizal gagal. Tahun ini, dia berharap bisa lulus tes Tamtama Polri. Jika menjadi polisi, ia berjanji akan selalu memegang teguh sikap jujur, kuat dan tabah seperti diajarkan ayahnya.
Kompak memulung sampah
Seladi dan Ngatiani dikaruniai tiga orang anak. Yang pertama bernama Dina Afritasari bekerja sebagai apoteker di RSI Unisma. Anak ketiga, Neni Winarti, masih duduk di bangku SMA. Tak hanya Rizal, ibunya Ngatiani juga turut mengumpulkan barang bekas di rumah mereka.
Keluarga Seladi menempati rumah warisan orang tuanya yang berdinding bata seperti layaknya perumahan para tetangga lain. Mereka tinggal di kawasan yang padat penduduk.
Harta berharga yang dimiliki Seladi adalah sepeda motor dan mobil pikap tua buat mengangkut sampah. Motor digunakan untuk transportasi keluarga. Dia mengayuh sepeda angin tua bercat putih untuk berangkat dinas sepanjang lima kilometer.
Seladi saban pagi mengatur lalu lintas di sejumlah titik di Kota Malang. Dia juga tercatat sebagai petugas unit Surat Izin Mengemudi (SIM) Satlantas Polres Malang Kota, menguji warga yang ingin mengurus SIM.
Awal memulung dilakukan Seladi pada 2004 lalu. Usai bertugas, ia mengumpulkan barang bekas yang berserakan seperti kardus bekas bungkus makanan dan botol minuman di jalanan. Barang bekas itu dibawa pulang di rumahnya pada malam hari.
Istrinya sempat mengeluh dan tidak setuju karena barang bekas yang dibawa pulang Seladi bisa mengotori rumah. Tetapi, dengan tekun Seladi terus meyakinkan istrinya sampai kemudian Ngatiani dapat memakluminya.
“Awalnya hanya dapat Rp25 ribu,” kenangnya ketika melayani wawacara dengan BeritaBenar, sambil sibuk memilah sampah. Hasil pilahan, ditimbang untuk dijual kepada pengepul.
Seladi (duduk) melayani warga yang mengurus pembuatan SIM di Mapolres Kota Malang, Jawa Timur, 23 Mei 2016. (Heny Rahayu/BeritaBenar)
Usaha bangkrut
Seladi bercerita dia memulung setelah usaha patungan berjualan barang elektronika bangkrut. Modal Rp 150 juta hutang dari koperasi dibawa kabur rekan bisnisnya. Dia memutar otak untuk mengangsur hutang. Berbagai usaha dan pekerjaan di luar jam dinas dilakoninya asalkan halal.
Seladi menjadi polisi sejak 1977. Sejak 16 tahun lalu, dia ditugaskan di Satlantas Polres Malang Kota. Selama bekerja, dia mengaku banyak menghadapi godaan suap dari orang yang mengikuti pembuatan SIM. Tapi semua uang sogok itu ditolaknya.
Selama bekerja sebagai pemulung, tak banyak yang tahu jika Seladi bertugas di kepolisian. Para pemulung lain mengenal Seladi sebatas seorang pemulung seperti mereka.
“Saya awalnya tak tahu kalau Pak Seladi itu polisi,” kata Warni, seorang pemulung yang sering bekerja sama dengan Seladi.
Multi-tafsir dan diapresiasi
Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang, Dhani Soetopo menilai Seladi adalah sosok polisi berwibawa, disegani, disiplin, jujur dan akrab dengan warga.
Saat mengujinya membuat SIM, Dhani mengaku sempat melihat peserta uji SIM yang memberi uang karena berulang kali gagal saat praktik mengendarai mobil.
“Pak Seladi buru-buru menepis dan berpesan agar menyumbangkan uang ke masjid atau orang yang membutuhkan,” tutur Dhani, seraya menambahkan tidak banyak polisi jujur di Indonesia seperti Seladi.
Mengenai kerja sampingan jadi pemulung, Dhani menilai hal itu bisa menimbulkan multi-tafsir. Orang berpikir positif bakal mengapresiasi. Namun yang berpikir negatif, justru akan menuding Seladi mencari perhatian dan menjauhkan dia dari kesan polisi yang baik, katanya.
Riset Malang Corruption Watch (MCW) tahun 2015 menunjukkan institusi polisi masih jauh dari semangat pemberantasan korupsi. Riset digelar melalui wawancara dengan akademisi, advokat dan masyarakat umum. Hasilnya sebagian besar responden menilai polisi tak serius menangani kasus korupsi dan belum terbebas dari suap.
Sejak sepekan terakhir, sosok Seladi menjadi pembicaraan setelah media massa memberitakan kisah kejujurannya. Senin, 23 Mei 2016, dia diundang ke Jakarta untuk menerima penghargaan sebagai polisi teladan dari parlemen, yang diserahkan oleh Ketua DPR, Ade Komarudin.
Kepala Kepolisian Resor Malang Kota, AKBP Decky Hendarsono mengaku bangga memiliki anak buah seperti Seladi. Selain jujur dan tak tergoda suap, kehidupannya sederhana. “Anggota lain harus meneladaninya,” katanya kepada BeritaBenar.
Decky juga memuji sikap Seladi yang menambah penghasilan dengan memulung. “Pemulung juga pekerjaan mulia, menghasilkan uang halal. Saya justru malu jika ada anggota yang terlibat kejahatan atau kriminalitas,” tegasnya.