'A Man Called Ahok', Kisah Ayah Mendidik Karakter Anak
2018.09.27
Jakarta
Kertas putih bertuliskan “Gusti Ora Sare” membuka cuplikan berdurasi dua menit 27 detik itu. Adegan beralih ke wajah aktor Daniel Mananta yang menunduk, seolah mengenang masa lalu.
Adegan berikutnya menggambarkan seorang pria sedang menasihati keempat anaknya ketika keluarga itu berkumpul di meja makan.
"Kalian ingat, nanti kalau nak berburu harimau, ajak saudara sekandung. Kalau kau berburu dengan saudara sekandung, walau berhadapan dengan harimau ganas, tetap dia ndak akan lari," ujar lelaki paruh baya yang diperankan aktor Denny Sumargo.
Adegan-adegan tersebut adalah bagian dari cuplikan film “A Man Called Ahok”. Film besutan Putrama Tuta berkisah tokoh kontroversial Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Daniel pun dipercaya memerankan sosok mantan Bupati Belitung Timur dan Gubernur DKI Jakarta ini sementara Denny sebagai ayah Ahok, Tjung Kim Nam alias Indra Tjahaja Purnama.
Meski tokoh Ahok dinilai kontroversial, kisah yang diangkat Tuta, begitu sang sutradara biasa dipanggil, bukanlah mengenai sepak terjang Ahok di dunia politik, melainkan asal muasal terbentuknya karakter Ahok.
"Film ini pemeran utamanya bukan Ahok, tapi Tjung Kim Nam. Bagaimana seorang ayah mendidik anaknya yang menyebabkan jadi ada sosok ‘A Man Called Ahok’. Jadi kalau ada orang bilang filmnya mengglorifikasi Ahok, itu salah banget," ujar Tuta ketika ditemui BeritaBenar di kantornya di rumah produksi The United Team of Art, Jakarta Selatan, Sabtu, 22 September 2018.
"This is not a film about him. This is the film about apa yang ditanamkan dalam dirinya sejak kecil. Dendam besar apa yang dia punya sampe dia bisa kayak gini. Terus nyikat-nyikatin orang yang nggak bener menurut dia."
Tuta mengaku enggan mengangkat sisi politik Ahok, karena semua orang bisa melihat di media massa.
"Saya ambil sosok Ahok muda karena itu yang orang banyak nggak tahu. Sosok kayak Ahok itu kan muncul nggak 10 tahun sekali. Jadi kalau mau ada film tentang dia, harus dibuat dengan jujur dan benar," ujar Tuta.
Proses pembuatan film itu, lanjutnya, dimulai sejak Februari 2017, yakni ketika Ahok bahkan belum ditahan akibat tersandung kasus penistaan agama yang menjeratnya.
Syuting film banyak dilakukan di Belitung, tanah kelahiran Ahok. Tuta mengaku banyak mendapatkan dukungan dari Rudi Valinka, penulis buku yang menjadi inspirasi dibuatnya film tersebut.
Ia juga cukup mudah mendapat dukungan dari Ahok.
"Kita punya sedikit kendala komunikasi saat ada isu itu. Setelah isu reda, komunikasi jalan lagi. Saya mengenal karakternya, saya mengenal sosoknya. Tapi hubungan saya sama Pak Ahok mengenai film. Saya tidak pernah menyentuh apapun di luar film itu," papar Tuta.
"Bapak percaya sama saya. Sebagai film maker yang menyebalkan adalah kalau tidak dipercaya. Tapi dia percaya saya nggak akan bohong. Mungkin itu yang buat saya bisa berkomunikasi dengan Bapak, karena saya tidak punya agenda," kata Tuta mengacu pada Ahok.
Pemilihan aktor Daniel pun dinilai Tuta adalah sebuah berkah, meski butuh waktu lama bagi Daniel mendalami peran Ahok.
"Ketika saya tahu Daniel punya tone (suara) itu. Meskipun dia bukan aktor, tapi dia mau belajar. Itu yang paling penting dari pemain, keinginan untuk main," tukasnya.
Tuta berharap film yang rencananya akan dirilis pada November nanti mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat, khususnya generasi muda.
"Ini tentang seseorang yang memegang hitam dan putih. Jangan jadi follower doang. Be something. Itu yang kita butuh," tegasnya.
Merasa terhormat
Daniel mengaku mendapat kehormatan bisa memerankan sosok Ahok.
"Jadi mungkin saya bersyukur dan terhormat sekali, produser dan sutradara memberikan kesempatan menjadi figur yang saya hormati," katanya seperti dikutip dari laman Kompas.com saat peluncuran teaser “A Man Called Ahok” di Jakarta, 6 September lalu.
Daniel mempromosikan poster film ini melalui akun instagram miliknya @vjdaniel, dengan menulis, "The secret is out... This movie is more than just about Ahok. It's about the values to create generations full of men & women like Ahok!"
Ahok sendiri melalui tim yang mengelola akun Instagramnya berharap film ini bisa memberi inspirasi.
"Terima kasih kepada cast dan crew yang telah bekerja keras membuat film A MAN CALLED AHOK. Sebuah film tentang hubungan seorang anak dan ayah dalam mewujudkan mimpi dan visi," tulis Ahok.
"Semoga film perdana tentang hidup saya di Belitung Timur ini bisa menjadi inspirasi dan berguna bagi generasi penerus bangsa."
Meski demikian, adik Ahok, Fifi Lety Indra menolak berkomentar tentang film tersebut.
"Mohon maaf tidak bisa. Terima kasih," ujar Fifi yang juga kuasa hukum Ahok dalam pesan singkat kepada BeritaBenar.
Reaksi negatif datang dari Wakil Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Jafar Siddiq ketika dihubungi BeritaBenar.
FPI merupakan kelompok yang melakukan sejumlah aksi demonstrasi menentang Ahok ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta.
"Saya udah males urusan soal Ahok. Ngapain sih bikin film soal dia. Kayak nggak ada tokoh lain aja yang bisa dibuat film," tukas Jafar.