Aceh Segera Bentuk KKR

Nurdin Hasan
2015.11.23
Banda Aceh
acehkkr-620 Aktivis mahasiswa berunjukrasa menuntut Pemerintah Aceh memperhatikan nasib korban konflik, di halaman gedung DPRA di Banda Aceh, 14 Agustus 2015.
BeritaBenar

Penantian panjang korban konflik bersenjata di Aceh untuk mendapatkan keadilan tampaknya bakal segera terwujud seiring dengan rencana pemerintah membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah menetapkan lima orang panitia seleksi yang bertugas merekrut 21 calon komisioner KKR. Selanjutnya parlemen Aceh melakukan uji kepatutan dan kelayakan untuk memilih tujuh komisioner KKR yang akan bekerja selama lima tahun.

Kelima panitia seleksi adalah Ifdhal Kasim (mantan Ketua Komnas HAM), Samsidar (aktivis perempuan yang juga mantan anggota Komisioner Komnas Perempuan), Soraya Kamaruzzaman (aktivis perempuan yang juga akademisi), Faisal Hadi (mantan Direktur Eksekutif Koalisi NGO HAM Aceh), dan Nurjannah Nitura (psikolog).

“Panitia seleksi akan bekerja sebulan untuk merekrut calon komisioner tapi jika tidak selesai kita perpanjang SK-nya. Kita harapkan tahun ini selesai, sehingga awal 2016 KKR Aceh sudah terbentuk,” tutur Ketua DPRA Muharrudin kepada BeritaBenar, Senin.

DPRA akhir 2013 telah mensahkan Qanun tentang KKR Aceh, tapi hingga hampir dua tahun peraturan daerah itu belum juga diimplementasikan.

Di dalam qanun itu disebutkan tujuan pembentukan KKR untuk memperkuat perdamaian dengan mengungkapkan kebenaran atas pelanggaran HAM masa lalu, membantu tercapainya rekonsiliasi antara pelaku pelanggaran HAM dengan korban dan merekomendasi reparasi bagi korban pelanggaran HAM.

Ditanya kenapa terlalu lama tahapan pembentukan KKR Aceh, Muharuddin mengaku adanya tolak tarik antara Aceh dan Jakarta sehingga terjadi perbedaan pandangan legislatif dan eksekutif di Aceh.

“Tapi kondisi hari ini banyak aktivis dan korban konflik datang mendesak DPRA untuk membentuk KKR sehingga kita tak bisa menafikan karena hal itu untuk melaksanakan butir-butir perjanjian damai RI dan GAM serta Undang-undang Pemerintahan Aceh,” ujar politisi Partai Aceh (PA).

PA adalah sebuah partai politik lokal yang didirikan oleh mantan gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

“Kami mengharapkan dukungan dari seluruh komponen masyarakat Aceh untuk satu suara dalam mewujudkan KKR sehingga keadilan bagi para korban dapat terpenuhi,” tambahnya.

Sambut baik

Kalangan aktivis HAM yang selama ini gencar mendorong pembentukan KKR Aceh dan keluarga korban konflik menyambut baik langkah DPRA menetapkan panitia seleksi, karena hal itu dianggap sebuah terobosan baru.

“Ini langkah positif di tengah kekosongan penegakan hukum untuk memenuhi hak-hak korban konflik,” tegas Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) Aceh, Hendra Saputra saat diwawancara BeritaBenar, Senin.

Menurut dia, pembentukan panitia seleksi KKR Aceh adalah hasil perjuangan panjang semua elemen masyarakat, terutama korban konflik. Hendra mengharapkan mereka yang akan menjadi komisioner KKR adalah orang-orang kredibel untuk memberikan rasa keadilan bagi korban.

“Kami akan tetap mengawal sampai KKR Aceh terbentuk. Bila diperlukan, kami siap membantu panitia seleksi untuk bisa bekerja maksimal,” ujarnya.

Samsul Bahri, jurubicara Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara (K2HAU) yang dihubungi BeritaBenar menyebutkan, penantian panjang korban konflik untuk memperoleh keadilan mulai menunjukkan secercah harapan meski baru tahap awal.

“KKR adalah bentuk menjunjung harkat dan martabat manusia. Kami tidak menuntut nyawa diganti nyawa. Yang diinginkan masyarakat korban adalah adanya pengakuan dan kejelasan kenapa keluarga mereka dibunuh dan siapa pelakunya,” tutur Samsul.

Khawatirkan anggaran

Pengamat politik dan keamanan Aceh, Aryos Nivada khawatir kalau Pemerintah Aceh tidak mengalokasikan anggaran yang cukup setelah komisioner KKR terpilih, maka “sama saja seperti memberi mobil tanpa bensin.”

Menurut dia, pengalokasian anggaran mencakup dana operasional komisioner KKR dan kebutuhan untuk memenuhi hak korban konflik seperti rehabilitasi, kompensasi dan reparasi. Karena itu, pendataan korban konflik harus benar-benar valid sehingga tak menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Dalam konstelasi nasional, KKR tidak diinginkan Jakarta karena dapat membebani APBN. Belum lagi, sebagian aktor yang diduga terlibat pelanggaran HAM di Aceh sudah masuk ke dalam kekuasaan,” katanya.

Muharuddin menegaskan, Pemerintah dan DPRA sudah berkomitmen membentuk KKR Aceh. Menyangkut dana untuk KKR, tambahnya, akan dialokasikan dalam tahun 2016.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.