Ahok Ungkap Alasan Menyitir Al-Maidah 51
2017.04.04
Jakarta

Gubernur non-aktif DKI Jakarta, Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama mengaku respons tidak baik dari seorang ibu ketika berkunjung di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, menjadi alasan dirinya menyitir Alquran surat Al-Maidah ayat 51 dalam pidatonya September tahun lalu yang berujung pada didakwanya Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama.
"Ada ibu terlihat enggan. Saya lihat mukanya, ia tak melihat kepada saya. Padahal, ia (posisi) dekat saya, lebih dekat dari yang mulia (hakim)," kata Ahok dalam sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian di kawasan Jakarta Selatan, Selasa, 4 April 2017.
Respons ibu itu, terang Ahok, mengingatkannya pada pengalaman saat maju pemilihan Gubernur Bangka Belitung pada 2007. Ketika itu, Ahok yang berpasangan dengan Eko Cahyono kalah dari pasangan Eko Maulana-Syamsudin Basari.
Kekalahan itu, sebut Ahok, setelah marak beredar selebaran gelap berisi larangan umat Islam memilih pemimpin non-Muslim. Walhasil, katanya, orang-orang yang sebenarnya menyukai programnya, tidak memilih dirinya karena perbedaan keyakinan.
"Sampai ada orang bilang sama saya gini, 'Mohon maaf Hok, ibu enggak pilih kamu'. 'Kenapa?', katanya.'Ibu takut murtad, meninggalkan agama ibu. Jadi mohon maaf ibu enggak pilih kamu'," kata Ahok menjelaskan.
"Saya jadi ingat ibu-ibu di Belitung itu ketika di Kepulauan Seribu. Kalau sudah bicara keyakinan, orang kan bakal lakukan apa saja."
Pernyatan itu dibalas hakim dengan menanyakan mengapa Ahok langsung menyitir Al-Maidah 51, alih-alih bertanya untuk konfirmasi kepada ibu tersebut.
"Kenapa tak dipastikan? Apakah di Jakarta juga sama seperti di Belitung? Saudara tak tanyakan itu?" balas majelis hakim.
Ahok beralasan dia ketika itu berasumsi bahwa warga Jakarta, termasuk Pulau Seribu, telah tahu mengenai ayat tersebut.
"Karena tiap Jumat, sejak saya jadi gubernur, ada demonstrasi menolak saya. Bahkan (ada yang) mengangkat gubernur Muslim tandingan. Saya pikir orang Jakarta sudah tahu," balas Ahok.
Hakim menyangkal pernyataan Ahok dengan menyebut asumsi itu terlalu berlebihan. Menurut hakim, tak semua warga Pulau Seribu memahami ihwal Al-Maidah 51.
Hakim merujuk pada keterangan warga Pulau Seribu saat menjadi saksi di persidangan yang mengatakan tak tahu-menahu soal Al-Maidah 51.
Massa anti-Ahok berunjuk rasa di depan gedung Kementerian Pertanian di Jakarta Selatan, 4 April 2017. (Arie Firdaus/BeritaBenar)
Keterangan terdakwa
Ahok menjelaskan hal itu dalam persidangan ke-17, dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa.
Sesi tanya-jawab kepada Ahok baru dimulai sembilan jam setelah sidang dibuka pada pukul 09.00 WIB. Sebelumnya, sidang memeriksa barang bukti yang diajukan jaksa penuntut dan tim kuasa hukum Ahok.
Jaksa memutarkan tiga video sebagai barang bukti, yakni video pidato Ahok marah-marah dalam rapat di Balai Kota DKI Jakarta, video wawancara Ahok dengan wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, dan video konferensi pers Ahok di markas Partai Nasional Demokrat (NasDem).
Dalam rekaman marah-marah di Balai Kota, Ahok sempat menyinggung soal iman. Video itu juga ditambahkan suara latar berupa orang tengah mengaji.
Usai video diputar, hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto sempat mengklarifikasi keaslian video tersebut.
"Itu tadi gambar Saudara? Pidato Saudara?" tanya Dwiarso.
Ahok mengamini, namun menyebut video tersebut telah dipotong dan diedit. Menurut Ahok, video tersebut sejatinya diambil saat ia menegur pegawai negeri sipil DKI Jakarta yang berniat korupsi.
"Anggaran dimakan, ya, saya marah," jawab Ahok.
"Kalau orang beriman tak akan curi uang rakyat. Saya bilang, yang masih korupsi, tak usah sembahyang, enggak usah shalat, enggak usah mengaku bersih karena masih curi uang rakyat."
Adapun tim pengacara Ahok memutarkan video Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman “Gus Dur” Wahid yang ikut kampanye Ahok pada 2007, sebagai salah satu barang bukti meringankan. Secara total, tim kuasa hukum menyiapkan 109 barang bukti.
Dalam video itu, Gus Dur terlihat meminta warga Bangka Belitung mencoblos Ahok.
"Tidak boleh memilih orang Tionghoa? Salah! Karena memilih gubernur tidak ada urusan dengan agama," ujar Gus Dur dalam video itu.
Terkait banyak barang bukti yang disajikan di persidangan, salah seorang kuasa hukum Ahok, Sirra Prayuna, mengatakan mereka ingin memberikan gambaran komprehensif.
"Kami ingin memberikan latar belakang yang lengkap soal video Ahok yang dianggap menista agama," jelas Sirra kepada BeritaBenar.
Massa pendukung Ahok berunjuk rasa di depan gedung Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, 4 April 2017. (Arie Firdaus/BeritaBenar)
Unjuk rasa
Sebelumnya dalam persidangan pertama pada 13 Desember 2016, Ahok didakwa melanggar Pasal 156 dan 156a KUHP tentang penistaan agama, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
Dalam sidang ke-17, dua kubu — pendukung dan anti-Ahok —berunjuk rasa di luar gedung.
Kedua kubu yang dipisahkan dengan kawat berduri, diperkirakan berjumlah sekitar 100 orang, berorasi menyuarakan pendapat masing-masing dari balik pagar gedung.
Kubu pro-Ahok meneriakkan dukungan agar hakim bersikap adil. Mereka juga menilai Ahok tak berniat melecehkan agama.
Sedangkan pihak yang kontra bersikukuh meminta hakim memenjarakan Ahok dan mendesak Presiden Joko "Jokowi" Widodo mencopot Ahok karena telah berstatus terdakwa kasus dugaan penistaan agama.
Sidang lanjutan bakal digelar Selasa pekan depan dengan agenda mendengarkan tuntutan jaksa penuntut umum.