Ahok Minta Maaf Atas Penggunaan Ayat Quran
2016.10.10
Jakarta

Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama meminta maaf kepada semua umat Islam Indonesia atas pernyataannya yang dinilai sejumlah pihak telah menghina Al-Quran.
"Saya sampaikan kepada semua umat Islam atau orang yang merasa tersinggung, saya sampaikan mohon maaf. Tidak ada maksud saya melecehkan agama Islam ataupun Al-Quran," ujar Ahok kepada wartawan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin, 10 Oktober 2016.
Ahok juga menyebutkan dia bukan orang yang anti agama tertentu, termasuk Islam. Selama menjabat gubernur, dia menyatakan banyak madrasah mendapat bantuan dari Pemerintah DKI Jakarta.
“Bukan saya mau ria ya, sekolah-sekolah Islam yang kami bantu izin berapa banyak, termasuk KJP (Kartu Jakarta Pintar) untuk madrasah, termasuk kami bangun masjid,” kata Ahok yang kembali maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta dalam Pilkada 2017.
Ucapan Ahok yang dinilai sebagian pihak melecehkan Islam dan Al-Quran dikatakannya saat melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016.
Ketika itu, Ahok sempat mengutip ayat 51 dari surat Al-Maidah. Ayat dalam Al-Quran tersebut melarang umat Islam memilih calon pemimpin dari kalangan Nasrani dan Yahudi.
Sebagian pihak, terutama beberapa ulama, menilai Ahok telah melecehkan Al-Quran. Advokat Cinta Tanah Air pun melaporkan Ahok ke polisi atas tuduhan penghinaan agama.
Tetapi ada juga yang menyebutkan pernyataan Ahok yang menjadi viral tersebut sebagai upaya agar masyarakat jangan terprovokasi isu suku, agama, atau ras dalam memilih pemimpin.
Nusron Wahid, Mantan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, mengatakan tidak ada satu pun kata-kata Ahok yang menistakan agama, justru Ahok mengedukasi rakyat untuk memilih dengan cerdas dan tidak dibohongi dengan mempolitisasi agama.
"Jadi, yang dituju atau dimaksud Ahok adalah orang yang membohongi. Bukan berarti ayat Al-Maidah yang bohong. Justru Ahok menempatkan ayat suci secara sakral dan adiluhung, bukan alat agitasi dan kampanye yang mendiskreditkan," kata Nusron Wahid di Jakarta, Jumat lalu, seperti dikutip di beritasatu.com.
MUI akan kaji
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin mengatakan pihaknya akan mengkaji lebih dalam lagi pernyataan Ahok.
“Apakah ada penghinaan terhadap Al-Quran atau ulama dan kyai yang mengutip ayat itu atau menghina kedua-duanya atau tidak ada kepada siapapun. Oleh karena itu kita akan dalami dengan seksama, kita akan dengarkan,” ujar Ma’ruf kepada BeritaBenar.
Ma’ruf juga mengajak masyarakat memaafkan Ahok karena itu bentuk pengakuan salah dari gubernur yang memang kerap mengeluarkan pernyataan keras dan kontroversial.
“Orang meminta maaf berarti dia mengakui kesalahannya,” kata Ma’ruf, “yang penting masyarakat jangan melakukan tindakan-tindakan yang menimbulkan kerusakan.”
Sedangkan MUI DKI Jakarta, menegur keras Ahok lewat surat resmi karena pernyataannya dinilai telah menimbulkan keresahan kerukunan umat beragama.
Wajib ambil cuti
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengimbau para calon gubernur sebaiknya jangan membuat pernyataan yang dapat mengundang kontroversi.
“Masyarakat akan menilai programnya seperti apa, perilakunya seperti apa, kemudian agamanya. Pasti masyarakat seperti itu. Tetapi yang penting jangan mengolok-olok atau menghina. Pemilu kan masing-masing mempunyai pilihan, penilaian,” ujar Siti kepada BeritaBenar.
Dia juga menganjurkan para calon gubernur mengacu pada Undang-Undang Pilkada tentang apa yang dilarang dan apa yang tidak.
“Menurut saya, petahana tahu bahwa memang harus bekerja dan harus menuntaskan pekerjaannya, ya fokus saja di situ. Tidak perlu melakukan kampanye lebih awal. Apalagi menyentuh yang bukan domainnya,” ujar Siti.
Itu sebabnya, lanjut Siti, petahana wajib mengambil cuti. Siti yang juga masuk dalam tim perumus revisi Undang-Undang Pilkada mengatakan tahu persis mengapa aturan cuti dimunculkan.
“Petahana di banyak daerah hampir merata menggunakan fasilitas birokrasi serta PNS sebagai tim sukses. Paling celaka yang namanya birokrasi ditarik-tarik sehingga menjadi satu institusi yang tidak solid, terkotak-kotak hanya karena kepentingan dari petahana,” paparnya.
Seperti diketahui bahwa Ahok menggugat pasal cuti bagi petahana yang ada dalam UU Pilkada ke Mahkamah Konsitusi karena dia tak mau mengambil cuti. Sidang kasus ini sudah digelar di MK, tapi belum ada keputusan.
“Mengapa kita munculkan pasal cuti bagi petahana, karena memang mereka cenderung menyimpang atau melanggar dengan fasilitas yang ada dan sebagainya,” pungkas Siti.