AJI Kecam Kekerasan Terhadap Jurnalis dalam Munajat 212

Bawaslu menduga terjadi pelanggaran kampanye di kegiatan yang oleh pemrakarsanya diklaim sebagai acara nonpolitis.
Arie Firdaus
2019.02.22
Jakarta
190222_ID_munajat212_1000.jpg Suasana saat terjadi intimidasi terhadap wartawan (tengah) pada kegiatan Munajat 212 di Lapangan Monas, Jakarta, 21 Februari 2019.
Dok. AJI Jakarta

Aliansi Jurnalis Indepen (AJI) Jakarta mengecam aksi intimidasi dan kekerasan terhadap sejumlah jurnalis yang terjadi saat kegiatan Munajat 212 di kawasan Monumen Nasional Jakarta pada Kamis malam.

Kekerasan diduga dilakukan sejumlah peserta aksi dari Front Pembela Islam (FPI), tatkala wartawan hendak mengabadikan keributan di sela-sela acara.

"AJI mendesak aparat kepolisian menangkap para pelaku dan diadili di pengadilan hingga mendapatkan hukuman seberat-beratnya agar ada efek jera," kata Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri, dalam keterangan tertulis, Jumat, 22 Februari 2019.

"Sehingga kasus serupa tak terulang di masa mendatang."

Menurut Asnil, kekerasan terhadap wartawan kerap berulang lantaran tidak tuntasnya pengusutan kasus-kasus serupa oleh kepolisian.

"Belum ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tuntas sampai pengadilan," tambahnya.

Intimidasi dan kekerasan terhadap wartawan oleh FPI bukan kali pertama terjadi.

Pada November 2016, anggota organisasi kemasyarakatan itu juga pernah melakukan pemukulan terhadap jurnalis Tirto.id Reja Hidayat saat meliputi kegiatan FPI di markas mereka di Petamburan, Jakarta Pusat.

Juru bicara FPI Slamet Maarif tak berkomentar panjang dengan alasan tidak mengetahui insiden itu.

"Saya belum dapat kabar," ujarnya saat dikonfirmasi BeritaBenar.

Sedangkan Novel Bamukmin, panitia Munajat 212, mengatakan intimidasi itu terjadi karena kesalahpahaman ketika terjadi pecopetan, pernyataan yang disangsikan oleh para wartawan yang berada di lokasi kejadian.

"Ada sebagian laskar salah sasaran, ternyata yang kepegang wartawan dan segera dilepas, yang copet sudah diamankan dan itu terjadi di belakang panggung," katanya seperti dikutip dari laman Tempo.co.

Juru bicara Markas Besar Kepolisian Indonesia, Brigjen Dedi Prasetyo berjanji akan mengusut tuntas dugaan penganiayaan yang menimpa wartawan saat Munajat 212, atau acara doa bersama yang diprakarsai oleh kelompok–kelompok Muslim yang pada 2016 - 2017 berdemonstrasi besar-besaran dengan tuntutan memenjarakan mantan Gubernur Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama.

"Polri akan serius menanganinya," katanya Dedi Prasetyo saat dihubungi.

Kronologi kejadian

Merujuk keterangan jurnalis CNN Indonesia Joni Aswira yang berada di lokasi kejadian, insiden itu bermula sekitar pukul 21.00 WIB saat kegaduhan muncul tatkala sekumpulan anggota FPI menangkap seorang terduga pencopet.

Wartawan yang berkumpul dekat panggung acara kemudian mendekati lokasi kejadian, namun diadang massa.

"Beberapa membentak dan memaksa jurnalis menghapus gambar kericuhan yang sempat terekam," kata Joni.

Seorang wartawan yang didesak menghapus rekaman ialah jurnalis CNN Indonesia, tapi belum selesai menghapus gambar, muncul tekanan dari arah massa.

“Kalian dari media mana? Dibayar berapa?”

“Kalau rekam yang bagus-bagus aja, yang jelek enggak usah!” tutur Joni.

Intimidasi lain menimpa wartawan Detik.com yang dipiting oleh seseorang saat sedang merekam kericuhan.

Dia juga didesak menyerahkan ponsel, namun menolak sehingga massa menggiringnya ke tenda VIP.

“Di sana, ia dipukuli dan dicakar, kendati telah mengaku sebagai wartawan. Ia pun dipaksa berjongkok di tengah kepungan belasan orang,” papar Joni.

Massa akhirnya merampas ponsel wartawan Detik.com dan menghapus semua foto, video, bahkan aplikasi WhatsApp.

Merujuk Pasal 18 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999, pelaku kekerasan terhadap wartawan dapat dipenjara selama dua tahun dan denda Rp500 juta.

Diduga langgar aturan kampanye

Munajat 212 juga diduga melanggar aturan kampanye.

Selain bertebarannya simbol dua jari khas pasangan kandidat presiden-wakil presiden nomor urut dua Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, beberapa pernyataan menyinggung politik juga bermunculan di acara yang oleh pemrakarsanya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta dan FPI itu, diiklaim agenda nonpolitik.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, misalnya, sempat menggiring massa dengan pernyataan, "Pemilihan menentukan nasib kita, nasib Indonesia. Persatuan nomor 1, soal presiden?"

Pernyataan itu kemudian dibalas teriakan massa, "Nomor 2!"

"Ada beberapa catatan (dugaan pelanggaran)," kata Komisioner Bawaslu, Rahmat Bagja kepada BeritaBenar.

Hanya saja Rahmat enggan merinci catatan dimaksud dengan alasan kajian dugaan pelanggaran itu masih didalami Bawaslu DKI Jakarta.

"Locus delicti-nya (lokasi kejadian) di Jakarta. Mereka juga yang mengawasi di lapangan. Kami sedang koordinasi, tunggu saja," ujar Rahmat lagi.

Adapula rekaman suara pentolan FPI Rizieq Shihab yang kini bermukim di Arab Saudi yang diputar di arena acara.

Dalam rekamannya, Rizieq menyebut pemerintahan saat ini tidak adil dan mengatakan siap menumbangkannya.

Sesuai aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), kampanye terbuka bermassa besar baru diperkenankan mulai 24 Maret hingga 13 April 2019.

Juru bicara tim kampanye Prabowo-Sandiaga, Sodik Mudjahid, menepis Munajat 212 mengampanyekan untuk memilih Prabowo.

"Jika ada dalam acara Munajat 212 peserta dan pengelola ada mendukung dan teriakan pasangan 02, apakah salah?" ujarnya seperti dikutip dari Detik.com.

Sekretaris MUI Jakarta, Nanda Khairiyah juga menyangkal muatan politis dalam acara yang digelar lembaganya.

"Tidak adalah," katanya saat dihubungi.

"MUI sebagai organisasi netral. MUI hanya ingin menyatukan umat."

Juru bicara tim kampanye Joko "Jokowi" Widodo-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding, sudah menduga ada seruan politik di acara Munajat 212 karena dikelola tim kampanye Prabowo-Sandiaga dengan memanfaatkan MUI Jakarta sebagai pelaksana.

"Sudah kami duga sejak awal ada kaitan dengan politik. Pasti orang-orang 02 (nomor urut Prabowo) yang banyak," katanya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.