AJI minta pemerintah transparan soal dugaan penggunaan alat spionase Israel untuk kepentingan politik
2023.06.12
Jakarta
Aliansi Jurnalis Independen Indonesia pada Senin mendesak pemerintah untuk transparan terkait dugaan penyelenggara negara menggunakan peralatan penyadap dari Israel untuk kepentingan politik partisan, seperti diungkapan konsorsium media IndonesiaLeaks.
IndonesiaLeaks menemukan sejumlah informasi yang membuktikan Pegasus, alat mata-mata dari Israel, sudah digunakan pemerintah Indonesia sejak 2018 untuk kepentingan politik, terutama saat proses penyelenggaraan Pemilu 2019, kata Sasmito Madrim, ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, yang merupakan bagian dari konsorsium itu.
“Dari temuan itu IndonesiaLeaks maka undang-undang penyadapan menjadi penting untuk segera dibuat agar memata-matai warga negara tidak dilakukan sembarangan,” kata Sasmito kepada BenarNews, Senin (12/6).
“Saya kira yang perlu dilakukan juga negara ini melakukan audit penyadapan secara serius karena seperti dalam liputan ada penyalahgunaan dalam penyadapan,” kata Sasmito.
Pegasus merupakan alat pengintaian sekaligus penyadapan berteknologi canggih berbentuk perangkat lunak yang dibuat oleh NSO Group sebuah firma teknologi asal Israel.
Menurut dokumen yang diperoleh IndonesiaLeaks, dua perangkat milik Q Cyber Technologies, anak perusahaan NSO Group tiba di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta pada 15 Desember 2020. Perangkat tersebut diberi label Cisco Reuters dan Dell Server dengan kode HS 8471.50.
Perangkat tersebut dipesan oleh PT Mandala Wangi Kreasindo, sebuah perusahaan yang tidak jelas status badan usahanya. Peralatan tersebut diterbangkan dari Jepang kemudian transit di Inggris sebelum masuk ke Indonesia.
“Jadi barang yang masuk Desember 2020 itu temuan baru tim IndonesiaLeaks dari dokumen yang didapat dan diverifikasi barang masuknya di Bandara Soekarno-Hatta dan bea cukai,” kata Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung, kepada BenarNews.
“Dari sejumlah sumber IndonesiaLeaks barang itu sudah ada sejak 2017-2018, jelang Pilpres. Dan itu juga jadi temuan kalau barang itu sudah dipakai sejak 2018 di Indonesia,” kata Erick.
Konsorsium IndonesiaLeaks terdiri dari Majalah Tempo, Koran Tempo, Tempo.co, Jaring.id, Suara.com, Independen.id, dan Bisnis Indonesia bersama Organized Crime and Corruption Reporting Project, dan Forbidden Stories.
Menurut IndonesiaLeaks, NSO selama kurun 2018-2021 memang mendapatkan sorotan publik lantaran adanya dugaan penyalahgunaan alat sadap Pegasus, yang ditengarai digunakan oleh otoritas sejumlah negara untuk memata-matai politisi, aktivis dan jurnalis.
Menurut sumber IndonesiaLeaks, dua tokoh di Indonesia yang disebut-sebut menjadi target serangan Pegasus adalah Prabowo Subianto dan Airlangga Hartarto dalam masa Pilpres 2019.
IndonesiaLeaks juga menjelaskan Polri pernah mendatangkan alat pengembangan zero-click intrusion system pada tahun anggaran 2018. Zero-click merupakan metode alat sadap yang mampu menyusup ke perangkat digital tanpa ada sentuhan apa pun dari pengguna.
“Sejauh informasi yang dikumpulkan, baru Pegasus yang terungkap menggunakan metode ini,” tulis IndonesiaLeaks.
Beradasarkan laporan IndonesiaLeaks, indikasi penggunaan Pegasus juga terjadi dalam Pemilu 2019 yang merujuk pada nama Sakti Wahyu Trenggono, eks tim sukses pemenangan Presiden Joko “Jokowi” Widodo-Ma’ruf Amin pada Pemilu 2019, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.
Pengusaha di bidang telekomunikasi ini diduga memiliki ruangan khusus di rumahnya untuk memenangkan Jokowi pada Pemilu 2019.
“Alat yang dimiliki Trenggono itu diduga bisa masuk ke grup-grup WhatsApp lawan politik Jokowi,” papar laporan IndonesiaLeaks.
Pemerintah dan polisi membantah
IndonesiaLeaks menjelaskan dua institusi yang diduga menggunakan alat spionase Pegasus adalah Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN).
Polisi membantah laporan tersebut, sedangkan BIN tidak memberikan komentar.
“Perlu diketahui Polri tidak pernah mendatangkan Pegasus atau menggunakan alat penyadapan Pegasus. Sejauh ini menggunakan alat sistem yang metode lawful intercepted,” ujar Kepala Divisi Teknologi, Informasi, dan Komunikasi Polri Irjen Slamet Uliandi dalam laporan IndonesiaLeaks.
Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan membantah bahwa Indonesia menjadi negara pengguna Pegasus. “Indonesia tidak masuk dalam list ini,” jelas dia kepada BenarNews.
Namun dia enggan berkomentar lebih jauh untuk mengulas temuan IndonesiaLeaks.
Sementara Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong mengatakan tidak bisa memberikan keterangan.
“Saya tidak menguasai kasus tersebut,” ucap dia kepada BenarNews.
BenarNews juga mencoba mengonfirmasi laporan ini kepada Wahyu Muryadi, staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, namun dia mengaku tidak mengetahui informasi tersebut.
“Saya tidak tahu,” kata Wahyu Muryadi.
BenarNews juga telah menghubungi Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, Polri, dan Kementerian Pertahanan, namun belum memperoleh balasan.
Peneliti Citizen Lab, sebuah laboratorium penelitian di Universitas Toronto, Irene Poetranto mengungkapkan bahwa Pegasus digunakan oleh sejumlah negara di Asia.
Kasus yang pernah ramai adalah penggunaannya di India. Sementara itu, di Asia Tenggara, pemerintah Thailand diduga kuat memakai Pegasus untuk memata-matai dan melawan demonstran.
”Kami menemukan adanya serangan di telepon Iphone. Serangan terjadi balik layar. Tidak kasat mata jika seorang user tahu kena Pegasus,” kata Irene dalam laporan tersebut.
AJI: Penyadapan tak boleh bermotif politik
AJI, salah satu inisiator IndonesiaLeaks, mengungkapkan fokus laporannya ini ingin mengangkat bagaimana penggunaan alat sadap justru digunakan untuk menyasar kelompok-kelompok tertentu dan tidak sesuai dengan penegakan hukum.
“Ini yang kita kritisi. Lembaga-lembaga yang disebut dalam liputan tersebut harus menyampaikan tanggung jawabnya karena ini melibatkan uang yang tidak sedikit dan tentu uang tersebut berasal dari pajak masyarakat,” ujar Sasmito.
Menurut Sasmito, karena menggunakan pajak dari uang rakyat, maka pembelanjaan dan penggunaan alat sadap tidak boleh digunakan untuk kepentingan politik.
“Apalagi untuk menyadap teman-teman aktivis yang memperjuangkan demokrasi selama ini,” jelas Sasmito.
Dia juga meminta Presiden Joko Widodo untuk menjelaskan apakah memang timnya dalam pemilu menggunakan alat sadap Pegasus.
“Jangan sampai pemilu yang sudah berjalan ternyata diwarnai dengan hal-hal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, apalagi menggunakan alat-alat yang sebenarnya kita juga tidak ada hubungan diplomatik dengan Israel,” ujar dia.
Seperti diketahui, regulasi penyadapan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menegaskan bahwa kewenangan penyadapan hanya berlaku untuk kepentingan penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum.
Dandy Koswaraputra berkontribusi pada laporan ini.