Aktivis HAM desak separatis Papua bebaskan sandera pilot Susi Air tanpa syarat

Aparat keamanan Indonesia mengaku belum mendapat kabar rencana pembebasan sandera, lebih berfokus pada pendekatan lunak.
Pizaro Gozali Idrus
2024.02.07
Jakarta
Aktivis HAM desak separatis Papua bebaskan sandera pilot Susi Air tanpa syarat Warga Selandia Baru Philip Mehrtens (ketiga kiri), seorang pilot Susi Air yang disandera sejak setahun lalu oleh separatis Papua, terlihat dalam foto yang dirilis kelompok itu pada 14 Februari 2023. Foto ini diburamkan oleh BenarNews karena Mehrtens mungkin dipaksa muncul dalam video.
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat

Aktivis hak asasi manusia dari berbagai elemen pada Rabu (7/2) meminta kelompok separatis Papua untuk membebaskan pilot Susi Air asal Selandia Baru, Philip Mehrtens, yang hari ini genap setahun disandera.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan penyanderaan terhadap Philip melanggar prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dan sangat melemahkan kesehatan fisik dan mentalnya.

“Kami mengimbau mereka yang menyandera Philip Mehrtens untuk segera membebaskannya, tanpa syarat,” ujar Usman dalam keterangannya.

Usman menegaskan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) harus selalu mengutamakan keselamatan warga sipil yang tidak terlibat konflik.

“Philip Mehrtens tidak boleh dirampas kebebasannya, kebebasan bergerak, keamanan atau hak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat,” tambahnya.

Seruan pembebasan Philip juga disuarakan Jaringan Damai Papua, sebuah kelompok masyarakat sipil untuk isu HAM dan perdamaian di Papua.

“Kami menyarankan agar semua pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata di Tanah Papua, termasuk TPNPB di bawah pimpinan Egianus Kogoya agar memberi waktu menjadwalkan secara baik proses pembebasan kapten pilot berkewarganegaraan asing itu,” ujar juru bicara Jaringan Damai Papua Yan Christian Warinussy kepada BenarNews.

Yan mengatakan TPNPB dan aparat Indonesia harus mau duduk bersama untuk memastikan pembebasan Philip dan menjamin keamanan dalam proses pelepasan.

“Kasus pembebasan sandera di Mapenduma seyogianya menjadi referensi penting. Setidaknya harus terdapat kesepakatan tertulis yang dapat menjadi alat kontrol secara hukum,” kata Yan.

Pada 1996, sebanyak 26 peneliti Indonesia dan warga asing yang tergabung dalam Ekspedisi Lorentz 95 disandera selama empat bulan lebih oleh kelompok separatis pada awal 1996 di kampung Mapenduma, Distrik Tiom, Jayawijaya. Dua sandera dibunuh separatis, sementara sandera lainnya selamat.

Sejumlah tokoh masyarakat dan akademisi lainnya mengeluarkan pernyataan bersama juga agar Philip dapat segera bebas tanpa syarat.

“Kami meminta Egianus Kogoya dan saudara-saudara di Papua agar segera membebaskan Mehrtens dalam keadaan sehat dan secara damai,” ujar para tokoh termasuk di antaranya istri mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah, mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, dan Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Frans Magniz Suseno.

Kepala Staf Umum TPNPB Terianus Satto mengatakan tindakan menyandera pilot sesungguhnya bukan merupakan target utama, melainkan respons atas pelanggaran pemerintah Indonesia yang mengizinkan penerbangan sipil memasuki di wilayah perang.

“Penyanderaan terjadi sesuai standar hukum perang. Pilot Philip mendaratkan pesawatnya di wilayah perang dengan menggunakan perusahaan penerbangan Susi Air yang disubsidi oleh Pemerintah Indonesia dengan program Operasi Perintis,” ujar Terianus dalam siaran pers pada Rabu (7/2),

Terianus tidak memberikan penjelasan kapan pilot akan dibebaskan. Namun dia menyampaikan pihaknya akan membebaskan pilot melalui perantara PBB.

“Demi melindungi kemanusiaan dan menjamin hak asasi manusia, maka Manajemen Markas Pusat Komando Nasional TPNPB akan mengembalikan pilot Philip Max Martherns kepada keluarganya melalui yurisdiksi Sekretaris Jenderal PBB,” tulis Terianus.

Juru bicara TPNPB Sebby Sambom tidak merespons pertanyaan BenarNews soal kepastian pembebasan Philip setelah satu tahun disandera.

BenarNews juga telah menghubungi Satgas Damai Cartenz dan Polda Papua, namun tidak memperoleh balasan.

Kapuspen TNI Brigjen Nugraha Gumilar juga enggan memberikan keterangan lebih jauh soal pembebasan Philip.

“Mohon maaf,” ujarnya dalam pesan singkat kepada BenarNews.

Pada 7 Februari 2023, pesawat Pilatus PC-6 Porter milik Susi Air terbang dari Mimika pagi hari dan mendarat di Distrik Paro, Kabupaten Nduga, provinsi Papua Pegunungan, sebelum dibakar oleh anggota TPNPB. Mereka menculik pilot setelah membebaskan lima penumpang.

Ketika itu Egianus Kogoya mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka tidak akan melepaskan pilot tersebut kecuali Indonesia membebaskan Papua dari “penjajahan.”

Duta Besar Selandia Baru Kevin Jeffery Burnet bertemu dengan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III Letjen Richard Tampubolon dan Kapolda Papua Irjen Mathius Fakhiri pada Selasa (6/2) untuk membahas proses pembebasan pilot, lansir keterangan resmi TNI.


Richard mengatakan Pemerintah Selandia Baru menyerahkan segala proses pembebasan kepada pemerintah Indonesia.

"Upaya pembebasan sandera dengan mengedepankan soft approach merupakan harapan dari pemerintah Selandia Baru," kata Richard dalam keterangannya, Rabu (7/2).



Richard mengaku bahwa Philip saat ini masih dalam kondisi baik, menambahkan prioritas utama TNI saat ini adalah memastikan keselamatan sandera.

“TNI sangat berhati-hati dalam mengambil solusi terbaik terkait masalah ini karena kondisi pilot dijaga ketat oleh kelompok bersenjata dan terkadang tinggal bersama dengan masyarakat sipil,” terangnya.

AKBP Bayu Suseno, juru bicara Satuan Tugas Damai Cartenz mengatakan bahwa polisi juga melakukan pendekatan lunak dalam menghadapi pembebasan pilot tersebut.

“Sampai saat ini upaya negosiasi masih dilakukan. Isu pembebasan pilot sebagaimana disebar oleh wartawan itu fake news. Kami sampai saat ini belum memperoleh informasi bahwa pilot akan dilepas oleh Egianus Kogoya,” kata Bayu kepada BenarNews.

Peneliti Papua Badan Riset dan Inovasi Nasional Adriana Elisabeth mengatakan pernyataan TPNPB yang meminta peran PBB untuk menjembatani pembebasan Philip masih sulit dipenuhi Jakarta karena persoalan tersebut merupakan isu dalam negeri.

“Pemerintah Indonesia pasti tidak akan setuju,” jelasnya kepada BenarNews.

Situasi ini, kata Adriana, semakin berat dipenuhi Indonesia karena tuntutan TPNPB masih belum berubah yakni kemerdekaan Papua.

Adriana menilai pilot tidak akan dibebaskan sampai pemilihan presiden Indonesia rampung karena semua perhatian pemerintah kini tersedot pada kelancaran pesta demokrasi tersebut.

“Kalau terjadi dua putaran pilpres, berarti kita harus menunggu lebih lama lagi soal pembebasan pilot karena pilot harus bebas dengan selamat,” ujar Adriana.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.