Aktivis: Kasus Setya Novanto Ujian Bagi Kejaksaan Agung

Arie Firdaus
2016.02.11
Jakarta
160211_ID_SN_1000 Setya Novanto (dua dari kiri) tersenyum saat meninggalkan gedung JAM Pidsus setelah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, 11 Februari 2016.
Photo: Benar

Proses hukum terhadap mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Setya Novanto yang kini sedang ditangani di Kejaksaan Agung (Kejagung) dianggap sebagai ujian kredibilitas baik bagi institusi maupun aparat penegak hukum pada lembaga tersebut.

Penilaian itu disampaikan aktivis Lingkar Madani, Ray Rangkuti, ketika diwawancara BeritaBenar di Jakarta, 11 Februari. Ia diminta tanggapannya menyusul pemeriksaan lanjutan Novanto yang dilakukan penyidik Kejagung.

"Sebab delik permufakatan jahat itu debatable," ujar Ray. "Jadi, ini adalah ujian kemampuan para jaksa di Kejaksaan Agung. Bagaimana mereka bisa mencari celah untuk membuktikan dugaan permufakatan jahat yang dilakukan Novanto."

Novanto, menurut Kejagung, terindikasi melakukan permufakatan jahat ketika bertemu mantan Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin bersama pengusaha Riza Chalid di Hotel Ritz-Carlton Jakarta 8 Juni 2015 silam.

Pertemuan itu diduga sebagai upaya Novanto untuk membantu memuluskan negosiasi kontrak karya perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) yang akan segera berakhir. Pertemuan itu juga berbuntut pada mundurnya Novanto dari jabatan Ketua DPR RI setelah kasusnya sempat diproses di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Dalam rekaman suara pertemuan yang direkam Maroef – dan kemudian beredar luas, Novanto sempat menyeret nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla serta meminta sejumlah saham PLTA Urumka di Papua sebagai imbalan membantu kelancaran renegosiasi kontrak PT Freeport Indonesia.

Namun dalam berbagai kesempatan, Novanto berulang kali menyangkal bahwa suara dalam rekaman tersebut adalah suaranya. Dia juga menyangkal meski sudah tiga kali diperiksa penyidik Kejagung.

Datang lebih awal

Novanto menuntaskan pemeriksaan ketiga kali pada Kamis sekitar pukul 9.30 WIB. Sebelumnya, ia telah menjalani pemeriksaan pada Rabu malam dan 4 Februari 2016 pekan lalu.

Saat ditanya wartawan perihal pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penyidik selama pemeriksaan, politikus Partai Golongan Karya (Golkar) itu enggan menjelaskan secara rinci.

"Hal-hal yang belum ditanyakan (kemarin) saja," katanya sembari memasuki mobil Alphard warna hitam bernomor polisi B 11 SPG dan berlalu meninggalkan kompleks Kejaksaan Agung.

"Saya jelaskan semua sebaik-baiknya. Mudah-mudahan apa yang diminta kejaksaan bisa terjawab."

Kedatangan Novanto dalam pemeriksaan ketiga terbilang mengejutkan. Pasalnya, dia datang lebih cepat dari jadwal yang direncanakan yaitu pukul 08.00 WIB. Novanto datang pada pukul 06.42 WIB -- sebelum jam kerja Kejagung.

Kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya, mengatakan bahwa materi pertanyaan dari penyidik tak jauh berbeda dengan pertanyaan saat Novanto diperiksa di MKD ketika kasus itu menghebohkan perpolitikan Indonesia tahun lalu.

"Substansinya itu. Tidak ada yang berubah," kata Firman kepada wartawan di kompleks Kejagung.

"Yang pasti, tidak ada pencatutan nama presiden dan wapres (oleh Setya Novanto) dan seputar saham."

Perihal kelanjutan proses hukum, Firman menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik Kejagung. Jika para penyidik kejaksaan membutuhkan keterangan tambahan di masa mendatang, katanya, Novanto pun siap kembali hadir.

"Beliau siap hadir bila diperlukan," tambah Firman.

Tak kejar pengakuan

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung Arminsyah, menyatakan para penyidik mengajukan total 36 pertanyaan ketika memeriksa Novanto. Sebanyak 22 pertanyaan sudah dijawab Novanto dalam pemeriksaan pertama sebelum akhirnya meminta izin karena harus melakukan perjalanan dinas ke Nusa Tenggara Barat pada Kamis pekan lalu.

Materi pemeriksaan, ujar Arminsyah, ialah menyoal isi pembicaraan Novanto bersama Riza Chalid dan Maroef. Dalam keterangannya kepada penyidik, Novanto mengakui pernah ada pertemuan itu namun ia menyangkal terkait Freeport.

Soal bantahan Novanto, Arminsyah tak mempermasalahkannya. Menurut Arminsyah, para penyidik tak akan mengejar pengakuan Novanto soal keaslian percakapan dalam rekaman.

"Kami meyakini rekaman, meski Setya Novanto meragukan itu suaranya. (Keyakinan) didukung oleh keterangan Pak Maroef dan ahli IT," ujar Arminsyah pada Rabu malam.

Meski sudah diperiksa tiga kali, Kejagung belum menaikkan status hukum Novanto ke tahap penyidikan karena baru mengantongi satu alat bukti. Arminsyah mengatakan pihaknya tak akan terburu-buru dalam mengusut kasus dugaan permufakatan jahat itu.

Mengomentari kesan lambannya Kejagung dalam mengusut kasus ini, Ray Rangkuti bisa memahaminya. Dia tetap menaruh curiga kasus ini disusupi transaksi politik.

"Untuk kasus ini (Novanto), kan, belum ada barang berpindah dari A ke B," kata Ray memberi analogi.

"Makanya, seperti saya katakan, inilah ujian kredibilitas jaksa-jaksa di Kejagung. Apakah mereka memang kesulitan mencari bukti atau ada hal di luar hukum yang mengganggu.”

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.