Aktivis kecam intervensi personel militer dalam kasus hukum sipil
2023.08.07
Jakarta
Para aktivis demokrasi Indonesia pada Senin (7/8) mengecam peningkatan intervensi militer dalam proses pidana sipil, merujuk dua kasus baru-baru ini di mana pejabat militer diduga mengambil alih kasus pidana atau membebaskan tersangka dari penahanan.
Dalam kasus pertama, pejabat militer mengintimidasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menunjuk seorang marsekal udara sebagai penerima suap, terang SETARA Institute, sebuah lembaga pro-demokrasi dan penegakan hak asasi manusia berbasis di Jakarta.
KPK sempat menetapkan kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi dan seorang pejabat TNI lainnya sebagai tersangka dugaan kasus suap senilai Rp88,3 miliar. Namun lembaga anti rasuah itu kemudian meminta maaf, mengatakan bahwa penetapan kedua pejabat militer itu sebagai tersangka adalah sebuah kesalahan. Hendardi, pimpinan SETARA Institute, mengatakan bahwa permintaan maaf KPK adalah akibat intervensi dari TNI.
Dalam kasus kedua, beberapa anggota Kodam Bukit Barisan, Sumatra Utara, dilaporkan telah memasuki kantor Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Medan pada Sabtu lalu dan memaksa petugas untuk membebaskan seorang tersangka sipil (ARH) yang ditahan karena dugaan pemalsuan tanda tangan sertifikat tanah.
“Saya mengecam. Itu namanya intimidasi institusi,” ujar Hendardi pada BenarNews, Senin.
Dalam video viral yang dikutip sejumlah media, perwira TNI AD Kodam Bukit Barisan Mayor Dedi Hasibuan yang merupakan kerabat ARH, terlibat perdebatan dengan Komisaris Polisi Fathir Mustafa di Polrestabes Medan. Polisi akhirnya mengabulkan permintaan penangguhan penahanan ARH.
Dalam keterangannya, Mayor Dedi yang juga merupakan penasehat hukum dari kesatuan Hukum Daerah Militer I/Bukit Barisan mengatakan sudah mengirim surat permohonan penangguhan secara resmi kepada Kapolrestabes Medan, namun dia hanya menerima jawaban melalui pesan Whatsapp saja yang dianggapnya tidak etis.
Menurut Hendardi, cara yang dilakukan Mayor Dedi akan mendorong “normalisasi intimidasi” penegakan hukum di banyak sektor.
Polisi, menurut dia, juga menunjukkan sikap permisif seperti yang diungkapkan oleh juru bicara kepolisian yang menyebutkan bahwa tindakan TNI tersebut masih dalam koridor koordinasi.
“Meskipun kunjungan itu lebih menyerupai intervensi kinerja penegakan hukum, yang sedang dilakukan oleh Polrestabes Medan,” ujar Hendardi.
Pola penyelesaian semacam ini sudah berulang dalam beberapa kasus dengan konstruksi yang sama seperti di Kupang, NTT pada 19 April, dan Jeneponto, Sulawesi Selatan pada 27 April. Semuanya berakhir dengan pernyataan bersama antara perwakilan institusi TNI dan Polri.
“Sinergi dan soliditas artifisial inilah yang membuat kasus serupa berulang dan tidak pernah diselesaikan dalam kerangka relasi sipil-militer yang sehat dalam negara demokratis dan kepatuhan asas kesamaan di muka hukum dalam kerangka negara hukum,” ujar Hendardi.
Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatra Utara, Rahmat Muhammad, juga mengecam tindakan yang dilakukan Mayor Dedi dan para personel TNI ke Polrestabes Medan.
"Memalukan melihat kelakuan sejumlah oknum TNI yang menggeruduk Polrestabes Medan, situasi ini menunjukkan jika persoalan kewenangan penegakan hukum oleh institusi kepolisian tidak dimengerti oleh Mayor Dedi Hasibuan," ujar Rahmat kepada BenarNews.
Indonesia Police Watch (IPW) menyebut campur tangan TNI dalam wewenang penyidikan Polri merupakan pelanggaran disiplin militer.
"Pangdam Bukit Barisan harus memberikan sanksi kepada Mayor Dedi Hasibuan dan anggota TNI lain yang terlibat," tulis Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan resminya.
Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, mengatakan tindakan sejumlah aparat Kodam Bukit Barisan terhadap Polrestabes Medan mirip dengan tindakan komandan polisi militer (Danpom) TNI yang mempermasalahkan operasi tangkap tangan KPK kepada Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
“Polri memang masih ada masalah. Tapi bukan berarti TNI boleh lakukan intervensi apalagi dengan cara intimidasi terhadap aparat dan keseluruhan lembaga hukum,” ujar dia kepada BenarNews.
Pengamat Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan Mayor Dedi Hasibuan tidak dapat menjadi pengacara warga sipil karena itu bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Advokat.
Pasal 3 Undang-Undang Advokat berbunyi untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan salah satunya tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara.
“Itu sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan oleh aparatur negara,” jelas Abdul Fickar kepada BenarNews.
“Tindakan kurang etis”
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menilai tindakan sejumlah prajurit mendatangi Polrestabes Medan sebagai tidak patut.
"Mungkin kemarin kan, sudah sebagai bukti awal mereka melakukan seperti itu, saya kira kurang etis prajurit TNI seperti itu," kata Yudo di Markas Komando Pasukan Pengaman Presiden, Jakarta Pusat, Senin.
Yudo menyatakan telah memerintahkan polisi militer untuk memeriksa para prajurit itu.
"Saya perintahkan Danpom TNI langsung periksa. Sudah saya perintahkan nanti akan kita periksa," katanya.
Kepala Pusat Penerangan TNI Laksda Julius Widjojono mengatakan jika tindakan yang dilakukan prajurit ini salah, maka Kodam I/Bukti Barisan memiliki kewenangan untuk menindak mereka.
"Kodam I/Bukit Barisan yang punya kewenangan kuat terhadap kasus anak buahnya. Jika terbukti bersalah," kata Julius kepada BenarNews.
Sedang diperiksa
Sementara itu, Kepala Penerangan Kodam Bukit Barisan Kolonel Infantri Rico Julyanto Siagian mengatakan Mayor Dedi Hasibuan dan puluhan anggota lain saat ini tengah diperiksa oleh Staf Intelijen Kodam.
“Kepada Mayor Dedi saat ini tetap kami minta keterangan atau periksa terkait masalah tersebut. Puluhan anggota juga kami mintai keterangan. Mereka dimintai keterangan di Sintel (Staf Intelijen) Kodam,” kata Rico dalam keterangannya.
Rico menyampaikan Mayor Dedi bertindak sebagai penasihat hukum tersangka ARH yang juga merupakan saudaranya.
"Mayor Dedi dan ARH mereka bersaudara," kata Rico.
Rico juga menyesali tindakan Mayor Dedi Hasibuan yang membawa anggota TNI untuk mendatangi Polrestabes Medan.
"Kodam I Bukit Barisan dan Polda Sumut solid dan berkomitmen setiap persoalan hukum mempercayakan semua prosesnya terhadap kepolisian, juga dalam hal ini kepada Polrestabes Medan," pungkas dia.