Aktivis, pengamat kecam rencana pemerintah pulangkan pengungsi Rohingya

Pakar: Memulangkan para pengungsi Rohingya ke Myanmar mestinya menjadi opsi terakhir.
Arie Firdaus dan Nazarudin Latif
2023.12.06
Jakarta
Aktivis, pengamat kecam rencana pemerintah pulangkan pengungsi Rohingya Pengungsi Rohingya berkumpul di sebuah tenda di pantai di Pulau Sabang, Aceh, pada 3 Desember 2023.
Chaideer Mahyuddin/AFP

Sejumlah pengamat dan aktivis hak asasi manusia pada Rabu (6/12) mengecam rencana pemerintah untuk memulangkan para pengungsi Rohingya ke negara asal mereka, menyusul adanya beragam penolakan terhadap para imigran tersebut di Aceh.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD pada Selasa mengemukakan wacana pemulangan para pengungsi.

Penolakan kehadiran para pengungsi Rohingya, antara lain, disampaikan sekelompok masyarakat di Bireuen — kota berjarak sekitar 200 kilometer dari ibu kota provinsi di Banda Aceh. 

Aktivis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Nadine Sherani mengatakan, memulangkan para pengungsi Rohingya ke negara asal yakni Myanmar hanya akan mengembalikan mereka ke tempat yang disebutnya sebagai “neraka”.

“Langkah itu (memulangkan) akan mentransfer mereka ke neraka yang mereka pernah rasakan sebelumnya,” kata Nadine kepada BenarNews.

“Apakah pemerintah memikirkan dampak berkepanjangan pemulangan tersebut? Aktor utama kekerasan di Myanmar kan junta yang menjadi alasan mereka (Rohingya) pergi meninggalkan negara tersebut.”

Mahfud merupakan pejabat yang ditugaskan Presiden Joko “Jokowi” Widodo pada 4 Desember untuk menuntaskan polemik penolakan pengungsi Rohingya.

Dalam pernyataannya, Mahfud tak memerinci detail teknis pemulangan para pengungsi. Ia hanya mengatakan perihal tersebut akan dikoordinasikan dengan badan urusan pengungsi PBB, UNHCR.

“Akan kami rapatkan bagaimana caranya mengembalikan ke negaranya melalui PBB. Nanti saya pimpin rapatnya,” ujar Mahfud kemarin.

Berbeda dengan Mahfud yang melontarkan rencana pemulangan, Wakil Presiden Ma’ruf Amin kemarin justru mewacanakan untuk menempatkan para pengungsi di Pulau Galang, Kepulauan Riau. Menurutnya, pemerintah pernah memilih pulau tersebut sebagai lokasi penampungan para pengungsi dari Vietnam.

“Dulu pernah kita menjadikan Pulau Galang untuk pengungsi Vietnam. Nanti kita akan bicarakan lagi, akan seperti itu. Saya kira pemerintah harus mengambil langkah-langkah," kata Ma’ruf di kanal YouTube Wakil Presiden RI.

Pulau Galang, sekitar 60 kilometer dari Batam, sempat digunakan untuk menampung pengungsi dari Vietnam pada tahun 1980-an. Di tempat itu pemerintah membuka lahan sekitar 80 hektar untuk menampung “manusia perahu” yang melarikan diri dari Vietnam akibat perang saudara.

UNHCR membangun fasilitas penampungan untuk sekitar 250 ribu pengungsi Vietnam yang mencakup pelayanan kesehatan, sekolah dan tempat ibadah, bahkan pemakaman.

Pada dasarnya, kata Ma’ruf, Indonesia tidak bisa menolak kedatangan pengungsi Rohingnya, namun harus juga mengantisipasi penolakan masyarakat.

"Selama ini, kan tidak mungkin kita menolak, tetapi juga tentu kita mengantisipasi jangan sampai kemudian ada penolakan oleh masyarakat, dan kemudian bagaimana supaya juga mengantisipasi jangan sampai nanti terus lari, semua larinya ke Indonesia, ke sini. Itu menjadi beban," jelasnya.

“Kita akan bicarakan dengan UNHCR, harus dilakukan pembahasan bersama. Ini soal kemanusiaan, harus kita tanggulangi.”

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Adriana Elizabeth menambahkan, pemulangan para pengungsi ke negara asal mestinya menjadi opsi terakhir yang harus ditempuh pemerintah, meski ia mengaku bahwa keberadaan para pengungsi Rohingya telah mengganggu ketertiban masyarakat di suatu daerah.

“Pemerintah Myanmar kan tidak mengakui mereka. Secara status, kewarganegaraan mereka juga tidak jelas,” ujar Adriana kepada BenarNews.

Adriana mengatakan, langkah terbaik yang bisa ditempuh pemerintah saat ini adalah menyampaikan kepada pemerintah Myanmar bahwa kehadiran etnis Rohingya di beberapa daerah di Indonesia telah menghadirkan masalah baru di Tanah Air.

Andai kata Naypyidaw tidak merespons baik, dia mengusulkan Jakarta untuk membawa masalah tersebut ke ASEAN.

“Karena ini (pengungsi Rohingya) persoalan nyata dan telah mengganggu negara ASEAN lain. Harus jadi keprihatinan bersama, tidak bisa ditanggung sendiri oleh Indonesia,” katanya.

Menurut Adriana, pemerintah Indonesia pun harus menuntaskan polemik ini sesegera mungkin karena situasi sosial politik yang mungkin menghangat menjelang pemilihan umum beberapa bulan lagi.

“Kalau mereka (pemerintah Myanmar dan ASEAN) tidak mau mencari penyelesaian masalah ini, ya, mau tidak mau penyelamatan masyarakat Aceh harus menjadi prioritas,” lanjutnya.

Dalam catatan BenarNews, setidaknya terdapat tujuh kali kedatangan pengungsi Rohingya sejak November lalu.

Kedatangan pertama pada 14 November di Pidie --kota berjarak sekitar 170 kilometer tenggara Banda Aceh, yakni sebanyak 196 orang. Keesokannya, sebanyak 147 kembali tiba di kabupaten sama.

Pada 16 November, kapal mengangkut 256 orang mencapai Bireuen, tapi sempat ditolak warga setempat. Setelah terombang-ambing tiga hari, kapal tersebut akhirnya dibolehkan menepi di Bireuen.

Pada hari yang sama saat pendaratan di Bireuen, dua kapal lain, masing-masing kapal mengangkut 241 orang kembali menepi di Pidie dan kapal mengangkut 36 orang mencapai perairan Aceh Timur.

Pada 22 November, kapal mengangkut 219 orang mendarat di Sabang. Terakhir, lebih dari 100 Rohingya mendarat di pantai Desa Ie Meulee, Kecamatan Sukajaya, Kota Sabang.

Indonesia terikat prinsip

Angga Reynadi Putra dari Suaka, sebuah lembaga swadaya masyarakat pembela hak pengungsi, mengatakan Indonesia sebenarnya terikat prinsip non-refoulement karena sudah meratifikasi Konvensi anti-penyiksaan melalui UU No. 5 tahun 1998. 

“Konvensi anti penyiksaan sudah diratifikasi Indonesia juga menyebutkan bahwa ada kewajiban untuk mencegah seseorang kembali ke situasi di mana dia mengalami penyiksaan,” ujar Angga pada BenarNews

Selain itu, Indonesia pun menurut Angga sebenarnya sudah mempunyai landasan hukum penanganan pengungsi dari luar negeri, yaitu Peraturan Presiden No. 125 tahun 2016. 

Dalam aturan itu dijelaskan tentang proses penanganan pengungsi mulai dari penemuan di laut maupun di darat dan kewajiban memberikan pertolongan jika dalam kondisi darurat hingga pembagian tanggung jawab, antara pemerintah daerah, International Organization for Migration, dan imigrasi. 

Oleh karena itu, penanganan pengungsi Rohingya seharusnya tidak menjadi beban pemerintah. 

“Dibanding negara-negara tetangga, Indonesia sudah maju karena ada panduan soal menangani pengungsi. Hanya Indonesia yang punya,” ujar dia. 

Adapun terkait wacana penampungan pengungsi di Pulau Galang, Angga mengingatkan soal risiko keterbatasan akses pengungsi pada pemenuhan hak-hak dasar seperti kesehatan. 

“Kalau dalam konteks hak asasi manusia, ada hak tentang  kebebasan bergerak. Ditempatkan di pulau tertentu pasti gerak mereka terbatas,” ujarnya.

Juru Bicara UNHCR Mitra Salima Suryono berharap polemik ini dapat mencapai solusi yang mengutamakan kemanusiaan.

“Kami optimistis dan berharap masih dapat melihat semangat solidaritas dan kemanusiaan yang sama kuatnya hingga saat ini,” ujar Mitra kepada BenarNews.

Menurut catatan UNHCR, para pengungsi Rohingya yang tiba di Sabang beberapa hari yang lalu telah menghadapi kondisi sulit setelah melakukan perjalanan laut berbahaya selama beberapa hari bahkan pekan.

“Karena beratnya perjalanan laut mereka, banyak di antara mereka yang ketika tiba mengalami kelelahan dan membutuh bantuan seperti makanan, minuman, air bersih, sanitasi dan obat-obatan,” pungkas seraya menambahkan bahwa mayoritas pengungsi itu merupakan anak-anak dan perempuan.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.

Komentar

Anonymous
2023-12-12 21:56

dah pulangkan aja, bodo amat soal ham
israel aja ngak peduli ham banyak yang bela.....