Angka kematian gagal ginjal akut pada anak meningkat

Tercatat 133 kematian hingga kini; epidemiolog menilai pemerintah gagal mendeteksi penyebarannya lebih awal.
Pizaro Gozali Idrus
2022.10.21
Jakarta
Angka kematian gagal ginjal akut pada anak meningkat Selembar pengumuman tampak dipasang di sebuah apotek di Jakarta menginformasikan tidak dijualnya sementara obat berbentuk sirop terkait meningkatknya kasus gagal ginjal akut di Indonesia, 20 Oktober 2022.
[Tatan Syuflana/AP]

Sebanyak 34 anak lagi dilaporkan meninggal karena gagal ginjal akut, demikian disampaikan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Jumat (21/10), sehari setelah pejabat berwenang menarik penjualan lima sirop obat yang mereka katakan mungkin terkait dengan kematian tersebut.

Berbicara kepada media, Budi mengatakan jumlah penyakit sebenarnya bisa lima kali lebih tinggi, sementara epidemiolog mengkritik pemerintah yang dinilai gagal mendeteksi lebih awal penyebaran penyakit tersebut.

“Kita sudah identifikasi telah dilaporkan adanya 241 (kasus) di 22 provinsi dengan 133 kematian,” kata Budi kepada wartawan di Jakarta. Dua hari sebelumnya, pejabat pemerintah mengumumkan korban meninggal 99 orang.

Dua kasus pertama dilaporkan pada Januari, tetapi jumlahnya meningkat tajam sejak Agustus. Kementerian Kesehatan mencatat dua kasus pada Maret, enam pada Mei, tiga pada Juni, sembilan pada Juli, 37 pada Agustus dan 81 pada September.

Budi menuturkan kejadian tersebut menyerang balita. Gejala klinis yang dialami pasien mulai dari demam dan kehilangan nafsu makan, dengan gejala spesifiknya tidak bisa membuang air kecil atau buang air kencingnya sedikit.

Budi mengungkapkan bahwa penyebab dari gagal ginjal akut ini adalah cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) di obat sirop.

Kementerian mendasari temuannya pada kasus kematian gagal ginjal akut pada anak yang dilaporkan di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), kata Budi.

"Kita tes di anak-anak tersebut, ternyata dari anak-anak yang kita tes, yang ada di RSCM, dari 11, tujuh anak positif memiliki senyawa berbahaya tadi, yaitu etilen glikol dan dietilen glikol, jadi confirmed," terang dia.

Budi mengatakan pihaknya juga menemukan ada 102 jenis obat sirop yang dikonsumsi oleh anak-anak sebelum terkena gagal ginjal akut.

Namun pemerintah masih melakukan penelitian untuk memastikan adakah kandungan EG dan DEG di dalamnya.

“Obat-obat ini sedang kami kirim ke BPOM untuk meneliti apakah mengandung senyawa EG dan DEG,” ujar Budi, "kita minta tidak dijual dulu sementara.”

Pada Kamis, BPOM menarik dari peredaran lima obat sirop penurun demam, batuk dan flu yang mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas aman.

Kelimanya adalah: Termorex Sirup yang diproduksi PT Konimex, Flurin DMP yang diproduksi PT Yarindo Farmatama serta Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirup, dan Unibebi Demam Drops yang semuanya diproduksi oleh Universal Pharmaceutical Industries.

Sudah ditemukan penawar

Budi mengatakan pemerintah sudah menemukan obat antidot atau penawar racun untuk kasus gangguan ginjal akut yang sedang terjadi yaitu fomepizole.

Obat tersebut, kata Budi, akan didatangkan langsung dari Singapura dan sudah diuji di RSCM.

"Sekarang sudah ditemui obatnya. Dari enam pasien yang kita uji coba, empat di antaranya positif responsif," ujar Budi, yang mengatakan gelombang pertama fomepizole akan didatangkan 200 dosis.

Tak semua korban meninggal akibat obat sirop

Meski pemerintah mengatakan obat sirup sebagai penyebab gagal ginjal akut, Yusuf Maulana (44) mengaku anaknya, Emira Tatiana Denisova, yang berusia 7 bulan, wafat akibat gangguan ginjal meski tidak pernah mengonsumsi obat sirop.

“Anak saya tidak pernah meminum obat-obatan cairan. Tapi dia menderita demam, kejang, hingga meninggal karena gagal ginjal akut,” ujar Yusuf saat dihubungi BenarNews.

Emira meninggal dunia pada 25 September lalu usai beberapa hari mendapatkan penanganan medis di RS PKU Muhammadiyah hingga kemudian dirujuk ke RS dr. Sardjito Yogyakarta. “Saya sudah ikhlas melepaskannya,” ujar Yusuf.

Dia mengaku putri bungsunya pun tidak memiliki Riwayat Covid-19 dan tidak mengonsumsi parasetamol sebelum wafat.

“Jadi obat-obatan belum pernah, riwayat keluarga besar kami juga bagus, tidak ada ginjal," ujar pria yang bekerja di penerbitan itu.

Epidemiolog dan peneliti Indonesia dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman penyebab gagal ginjal akut sangat beragam.

Apalagi, ucap dia, Indonesia memiliki banyak penyakit endemik misalnya malaria atau demam berdarah yang juga bisa menjadi salah satu penyebab dari gagal ginjal akut.

“Bicara sirop yang tercemar itu satu hal yang bisa menjadi penyebab memang, tapi bukan berarti potensi lainnya seperti Covid-19 bisa hilang begitu saja. (Potensi) itu tetap bisa terjadi,” ujarnya kepada BenarNews.

Dia juga mengatakan kasus gagal ginjal akut adalah fenomena gunung es akibat minimnya deteksi dini dan lemahnya literasi kesehatan di masyarakat.

“Tidak semua gagal ginjal akut menyebabkan kematian. Tapi bukan berarti kasus ini juga selesai karena bicara gagal ginjal akut berdasarkan data memiliki potensi jangka panjang yang bisa terjadi,” tambahnya.

Dia juga mengatakan fenomena ini menunjukkan ada produksi obat yang diluar standar, namun lolos dari pemantauan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Sebetulnya yang kebobolan bukan hanya BPOM tapi juga Kemenkes (Kementerian Kesehatan), karena di sana sendiri ada Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang salah satu fungsinya ada penyusunan atau pelaksana kebijakan di bidang produksi dan distribusi sediaan farmasi,” ujar Dicky.

Inspektur Utama BPOM Elin Herlina mengatakan industri farmasi wajib melaporkan perubahan bahan baku yang dilakukan terhadap obat-obatan produksi mereka seraya menegaskan EG dan DEG tidak boleh digunakan di dalamnya.

Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan BPOM seharusnya cepat memeriksa obat-obatan di Indonesia setelah mengetahui kasus gagal ginjal pada anak di Gambia diduga berasal dari senyawa yang beracun dalam obat.

“Badan POM seharusnya memeriksa dan meyakinkan bahwa semua obat yang ada di Indonesia tidak mengandung zat yang sama seperti di Gambia,” ujar Pandu kepada BenarNews.

Namun sayangnya, kata Pandu, BPOM hanya menyatakan obat yang ditarik di Gambia itu tidak terdaftar di Indonesia.

Padahal bisa saja obat tersebut tidak beredar di Indonesia, tapi yang harus dilakukan adalah memastikan obat di Indonesia tidak mengandung senyawa toksik, ujar Pandu.

DPR minta Kejadian Luar Biasa

Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah menetapkan kasus gagal ginjal aku anak sebagai kejadian luar biasa (KLB) untuk memudahkan pembiayaan penanganan kasus ini.

“Ini bagaikan puncak gunung es. Kasus yang diketahui ratusan tapi korbannya bisa jadi jauh lebih banyak. Situasi ini sangat genting dan mengancam keselamatan anak-anak,” ujar dia.

“Dengan status KLB, setiap anak yang didiagnosis gagal ginjal akut, baik memiliki BPJS Kesehatan maupun tidak, harus ditanggung perawatan kesehatan dan pengobatannya hingga tuntas,” ungkap Puan.

Menteri Kesehatan Budi mengatakan hingga kini pemerintah belum memutuskan untuk menerapkan KLB.

“Berdasarkan kajian kami, situasi ini belum masuk KLB,” kata Budi.

Nazarudin Latif di Jakarta dan Dandy Koswaraputra di Bogor turut berkontribusi dalam laporan ini

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.