Aparat keamanan Indonesia tewaskan 5 separatis Papua dalam baku tembak di Yahukimo
2023.09.15
Jakarta
Aparat keamanan Indonesia telah menewaskan lima anggota kelompok separatis Papua dalam baku tembak di Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua Pegunungan, kata juru bicara Tentara Nasional Indonesia, Jumat (15/9).
Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Laksamana Muda Julius Widjojono mengatakan baku tembak dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) itu terjadi pada Kamis (14/9).
Dalam pertempuran tersebut, Julius mengungkapkan bahwa tidak ada personel TNI yang menjadi korban.
“Korban personil nihil,” jelasnya kepada BenarNews pada Jumat (15/9).
Namun, Julius enggan merinci lebih jauh kronologi kontak tembak yang menewaskan lima anggota sayap bersenjata dari Organisasi Papua Merdeka tersebut.
Kepala Divisi Humas Polda Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Ady Prabowo mengatakan polisi telah melakukan olah tempat kejadian perkara di Kali Brasa, Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo.
Kelima anggota kelompok separatis Papua yang menjadi korban baku tembak antara aparat TNI-Polri dan TPNPB telah dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah, Dekai, Yahukimo untuk diautopsi.
Sebelumnya, pada April 2021, aparat juga menewaskan lima anggota TPNPB di wilayah Ilaga, Kabupaten Puncak – yang kini berada di Provinsi Papua Tengah usai mengalami pemekaran dari Provinsi Papua pada 2022.
Namun, aparat keamanan tidak mencatat total jumlah korban jiwa dari pihak kelompok separatis. “Kami tidak mencatat (berapa jumlah terbesar anggota TPNPB yang tewas),” ucap Julius.
Selain kelima jenazah, Benny mengatakan aparat menemukan sejumlah barang bukti, di antaranya, dua magasin senjata api, empat butir peluru, serta barang-barang milik pribadi.
"Semua barang bukti kini telah diamankan di Polres Yahukimo guna kepentingan penyelidikan," jelas Benny dalam keterangan tertulisnya.
Benny mengungkapkan aparat TNI-Polri akan menginvestiigasi kejadian tersebut.
"Polri dibantu TNI tetap konsisten melakukan penegakan hukum kepada siapa saja yang melakukan aksi kriminal," pungkasnya.
Anggota DPR Dave Laksono mengatakan tewasnya kelima anggota TPNPB itu membuktikan keberhasilan dari strategi yang dijalankan oleh TNI.
“Hard approach kepada kombatan, dan soft approach ke masyarakat sipil,” jelas Dave kepada BenarNews.
BenarNews telah menghubungi Juru bicara TPNPB Sebby Sambom, namun tidak memperoleh balasan.
Keraguan status anggota separatis
Meski TNI-Polri menyatakan mereka adalah bagian dari TPNPB, sebuah akun proseparatis Papua di platform media sosial X dengan akun @Revolusioner61 mengklaim jika kelimanya merupakan warga sipil.
“Darurat Militer Papua Barat, 5 warga sipil tewas ditembak TNI RI di muara Sungai Brasa, Dekai Yahukimo, Papua Barat pada (14/9/2023),” tulisnya sambil melampirkan foto-foto yang diklaim berasal dari jasad kelima orang tersebut.
Akun tersebut juga mengklaim kelima nama orang tersebut antara lain Darnius Heluka, Musa Heluka, Man Senik, Yoman Senik, dan Kapai Payage.
Kepala Kantor Komnas HAM Papua Frits Ramandey tidak dapat memastikan apakah mereka adalah personel TPNPB atau warga sipil.
“Kami tdak punya profiling status mereka,” ujarnya kepada BenarNews.
Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem mengakui bahwa kelompok TPNPB memiliki basis pasukan yang kuat di Yahukimo.
Namun dia tak dapat memastikan apakah kelimanya benar-benar personel kelompok separatis Papua tersebut.
“(Mereka TPNPB) itu versi polisi, tetapi perlu investigasi,” jelasnya.
Peneliti Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional Adriana Elisabeth mengatakan jika benar korbannya adalah kelompok separatis, maka akan ada aksi balasan.
“Kalau mereka warga sipil, maka masalah pelanggaran hak asasi manusia oleh TNI akan mengemuka lagi. Siklus kekerasan akan berlanjut,” terang Adriana kepada BenarNews.
Menurut dia, tidak mudah membuat verifikasi karena berkaitan dengan klaim pihak tertentu sesuai kepentingannya.
“Bisa saja kalau ada bantahan dari pegiat hak asasi manusia, korban adalah dari masyarakat sipil untuk menunjukkan ketidakmampuan negara mengelola konflik di Papua,” jelasnya.
Konflik yang berkelanjutan
Kompas melaporkan pada 6 Agustus 2023, kantor Komisi Pemilihan Umum Yahukimo terbakar dan polisi menduga pelakunya adalah TPNPB.
Selain itu, anggota TPNPB kemudian mencoba menembak seorang warga di Distrik Dekai, pada 11 Agustus 2023, namun pistol gagal meletus sehingga warga tersebut berhasil melarikan diri ke dalam rumah.
Dari peristiwa tersebut, aparat keamanan kemudian menangkap tiga orang yang diduga pelaku.
Kemudian pada 21 Agustus 2023, seorang marinir gugur setelah TPNPB menyerang di Pos Satgas Pamtas Mobile Yon 7 Marinir.
Serangan separatis lainnya, yaitu pada 24 Agustus 2023 dini hari, tiga kantor pemerintahan terbakar di Distrik Dekai, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, yang diduga dilakukan TPNPB.
Provinsi Papua Pegunungan, seperti juga provinsi-provinsi lainnya di Papua, kerap diwarnai konflik antara aparat keamanan Indonesia dan kelompok separatis bersenjata yang ingin melepaskan diri dari Indonesia.
Kelompok hak asasi manusia menyebut TNI-Polri dan juga separatis bersenjata bertanggung jawab atas terus jatuhnya korban jiwa masyarakat sipil akibat dari konflik di wilayah paling timur Indonesia itu.
Sebuah lembaga hak asasi Human Rights Monitor yang berbasis di Jerman pada pertengahan bulan ini meluncurkan laporan berjudul Destroy them first... discuss human rights later menyoroti kekerasan pasukan tentara dan polisi di daerah terpencil Kiwirok di Kabupaten Pegunungan Bintang.
Lembaga tersebut melaporkan sebanyak 19 aparat keamanan Indonesia juga tewas dalam pertempuran dengan kelompok TPNPB sepanjang 2022 di Papua. Sementara itu, delapan orang milisi TPNPB tewas dalam periode yang sama.
Laporan itu juga menyebutkan jumlah warga sipil di Papua yang tewas meningkat dari tahun 2021 sebanyak 28 orang menjadi 43 pada 2022 akibat pertempuran antara pasukan keamanan Indonesia dan TPNPB.
Konflik antara TNI-Polri dan kelompok separatis bersenjata terus mewarnai Papua sejak pasukan Indonesia mengambil alih Papua dari kekuasaan kolonial Belanda pada tahun 1963.
Pada tahun 1969, di bawah pengawasan PBB, Indonesia mengadakan referendum Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Papua, yang hanya diwakili oleh sekitar 1.000 orang. Hasil dari Pepera itu menjadikan Papua bagian dari Republik Indonesia hingga saat ini.
Nazarudin Latif berkontribusi dalam berita ini.