AS Janjikan Asia Infrastruktur yang Lebih Baik dari China
2021.12.14
Jakarta
![AS Janjikan Asia Infrastruktur yang Lebih Baik dari China AS Janjikan Asia Infrastruktur yang Lebih Baik dari China](https://www.benarnews.org/indonesian/berita/as-indonesia-kunjungan-blinken-12142021134606.html/@@images/16ccad77-f152-4409-891c-367b92437ce6.jpeg)
Amerika Serikat pada Selasa (14/12) berjanji untuk membantu negara-negara Indo-Pasifik membangun infrastruktur yang lebih berkualitas dan berstandar tinggi dari pada yang dibangun China melalui program Belt and Road Initiative.
Tanpa menyebut China, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengaku sering mendengar keluhan tentang proyek infrastruktur di Asia, termasuk perjanjian yang tidak jelas, banyaknya pekerja yang dibawa perusahaan dari luar, pencemaran lingkungan, dan jebakan utang.
“Negara-negara di Indo-Pasifik menginginkan jenis infrastruktur yang lebih baik, tetapi banyak yang merasa itu terlalu mahal, atau mereka merasa ditekan untuk membuat kesepakatan buruk dengan persyaratan yang ditetapkan oleh orang lain, daripada tidak ada kesepakatan sama sekali,” kata Blinken dalam pidatonya di Universitas Indonesia, Jakarta, dalam kunjungan dua hari di Jakarta.
“Jadi kami akan bekerja dengan negara-negara di kawasan ini untuk menghadirkan infrastruktur berkualitas tinggi dan berstandar tinggi yang memang selayaknya rakyat dapatkan,” katanya.
Dalam konferensi tingkat tinggi G7 negara maju di Inggris, AS mengumumkan inisiatif bernama Build Back Better World Partnership (B3W) yang bertujuan untuk menggalang investasi infrastruktur yang berkelanjutan dan berbasis nilai bernilai "ratusan miliar dolar" di negara berkembang dalam beberapa tahun mendatang.
Sebuah studi empat tahun oleh AidData, sebuah laboratorium penelitian pembangunan internasional di universitas AS William & Mary, menemukan bahwa negara-negara memiliki utang terselubung setidaknya sebesar $385 miliar kepada China dalam dua dekade terakhir.
Dengan memiliki utang tersembunyi yang lolos dari pengawasan pemberi pinjaman internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), dan lembaga pemeringkat kredit, negara peminjam mungkin harus membayar lebih dari yang mereka kira, kata AidData.
Laut Cina Selatan
Blinken mengatakan Amerika Serikat bertekad untuk menegakkan kebebasan pelayaran di Laut Cina Selatan dan akan bekerja sama dengan negara lain untuk mempertahankan “tatanan berbasis aturan” di Indo-Pasifik.
“Ini bukan tentang kontes antara wilayah AS-sentris atau wilayah China-sentris. Indo Pasifik adalah wilayahnya sendiri. Sebaliknya, ini tentang menegakkan hak dan kesepakatan yang berkontribusi pada periode paling damai dan sejahtera yang pernah dialami kawasan ini dan dunia,” katanya.
Dia mengatakan tindakan “agresif” Beijing di perairan yang diperebutkan mengancam pergerakan perdagangan yang bernilai lebih dari 3 triliun dolar AS setiap tahun.
“Ketika perdagangan tidak dapat melintasi laut lepas, itu berarti petani mengalami hambatan mengirim produk mereka, pabrik tidak dapat mengirimkan microchip mereka, rumah sakit tidak mendapatkan obat-obatan yang menyelamatkan jiwa,” kata Blinken.
Dia mengutip daftar tuduhan terhadap China, termasuk mendistorsi pasar terbuka melalui subsidi kepada perusahaan yang dikelola negara, menolak ekspor atau mencabut kesepakatan untuk negara-negara yang kebijakannya tidak sesuai dengan kemauan China, dan kegiatan penangkapan ikan ilegal.
“Negara-negara di kawasan ini ingin perilaku seperti ini berubah. Kami juga begitu,” kata Blinken.
Presiden AS akan mengundang para pemimpin ASEAN untuk menghadiri KTT di Amerika Serikat “dalam beberapa bulan mendatang, untuk membahas bagaimana kita dapat memperdalam kemitraan strategis kita,” katanya.
Kunjungan Blinken ke negara ASEAN, termasuk ke Malaysia and Thailand, menyusul perjalanan beberapa pejabat senior Amerika lainnya, dan terjadi saat Washington mencoba menandingi China yang semakin menancapkan pengaruh ekonomi dan geopolitiknya di kawasan.
“Amerika Serikat menyadari bahwa sebagian besar masa depan planet kita akan ditulis di Indo-Pasifik. Komitmen abadi kami untuk kawasan ini dan kolaborasi kami dengan sekutu dan mitra kami akan membantu kami mencapai kawasan yang bebas dan terbuka, saling terhubung, sejahtera, tangguh, dan aman untuk semua,” kata diplomat AS itu.
Aaron Connelly, peneliti senior di International Institute for Strategic Studies (IISS), mengatakan kunjungan Blinken ke Asia Tenggara memiliki tujuan cukup sederhana.
“Saya pikir Blinken sedang mencoba memulihkan tatanan reguler diplomasi AS dengan mengunjungi negara-negara utama Asia Tenggara, mendengarkan rekan-rekannya, dan membangun kembali hubungan setelah kerusakan era Trump,” ujartnya.
Dalam kesempatan itu, Blinken juga mengatakan AS akan terus mendukung kelompok antikorupsi, jurnalisme investigasi dan lembaga pemikir di kawasan.
“Dengan dukungan kami, lembaga itu membuat daftar publik perusahaan milik negara seperti bank dan maskapai penerbangan yang beroperasi dengan kerugian besar dan mengusulkan cara untuk mereformasinya,” ujarnya.
Kerjasama maritim
Sementara itu, Blinken dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia dan AS memperpanjang kerja sama di bidang maritim hingga lima tahun ke depan.
Kesepatan mencakup kerja sama keamanan maritim, sumber daya kelautan, konservasi dalam pengelolaan perikanan, serta keselamatan pelayaran dan maritim,” kata Retno dalam jumpa pers bersama Blinken di Jakarta setelah pertemuan keduanya.
Kedua negara pertama kali meneken nota kesepahaman di bidang kemaritiman pada Oktober 2015.
Blinken pada kesempatan yang sama mengatakan penguatan kerja sama ini penting dalam rangka mengatasi ancaman krisis iklim yang salah satunya berdampak pada wilayah perairan.
“Ketika krisis iklim mengancam lautan kita, jalur air kita, kehidupan laut pesisir, kolaborasi dalam masalah maritim sangat penting dan menurut saya lebih penting dari sebelumnya,” kata Blinken.
Blinken dan Retno juga turut bersepakat untuk memperkuat kerja sama di bidang keamanan dengan membentuk dialog 2+2 antara pejabat senior Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan kedua negara.
Terkait investasi, tingkat penanaman modal AS dalam dua tahun terakhir tercatat terus menurun. Data pemerintah menyebutkan pada Januari-September 2021, AS tidak lagi berada di lima besar investor di Indonesia, di bawah Singapura, Hong Kong, China, Jepang, dan Belanda.
Gilang Kembara, peneliti di Departemen Hubungan Internasional di Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia mengatakan AS sudah tertinggal cukup jauh dengan China dalam konteks pengaruh ekonomi baik di Indonesia maupun kawasan.
“Tetapi AS akan tetap merasa penting untuk menyeimbangkan pengaruh ekonomi China,” kata Gilang kepada BenarNews.
Sementara itu Selasa, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia Mohammad Mahfud MD menandatangani kesepakatan kemitraan bidang keamanan informasi dengan Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolay Patrushev.
Keterangan tertulis Kemenkopolhukam juga mengatakan kehadiran Patrushevek dalam agenda konsultasi keamanan Indonesia-Rusia keenam ini juga membahas perihal berbagai ancaman instabilitas seperti peningkatan ketagangan di kawasan, terorisme, penyelundupan obat terlarang, dan kejahatan lintas-batas lainnya.
“Keduanya membahas kekhawatiran terkait isu-isu geopolitik dan keamanan baik secara global maupun regional, serta situasi kemanusiaan di Afganistan,” tulis pernyataan Dewan Keamanan Rusia yang dikutip dari media lokal.
Pragmatisme Indonesia
Aristyo Rizka Darmawan, peneliti senior Center for Sustainable Ocean Policy Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) melihat rivalitas AS-China sebagai latar belakang Washington perlu memainkan peran lebih di kawasan memberikan keuntungan baik secara praktis maupun politis.
“Ketika berbicara Indo-Pasifik, maka AS, sekutunya, maupun lawannya, tidak bisa melewatkan ASEAN. Ketika berbicara ASEAN, maka peran Indonesia sebagai natural leader tidak bisa dikesampingkan,” katanya, melanjutkan.
Kunjungan Blinkan dan Patrushev menunjukkan Indonesia tidak bisa dipengaruhi untuk memilih China atau AS, kata Aristyo.
“Pertama, ini menunjukkan bahwa politik kita benar bebas-aktif, kedua, menunjukkan posisi Indonesia sebagai negara yang penting dalam kontestasi yang terjadi di Indo-Pasifik,” kata Aristyo.
Aristyo menambahkan, Indonesia membutuhkan negara-negara lain seperti Rusia, Prancis, dan seterusnya, agar tidak terjebak dalam rivalitas AS-China.
“Dalam ini, Indonesia menjadi pragmatis saja, less ideological di tengah AS-China,” kata Aristyo.
Connelly dari IISS mengatakan dukungan Blinken pada kelompok anti-korupsi merupakan suatu hal yang menarik.
“Ini membedakan retorika pemerintah AS saat ini dengan sebelumnya, tapi walau ini popular di kalangan masyarakat Asia Tenggara, pejabatnya mungkin tidak begitu menyukainya,” ujar Connelly.