Pemimpin Indonesia, Malaysia Serukan KTT Darurat ASEAN Bahas Krisis Myanmar
2021.03.19
Jakarta dan Kuala Lumpur
Prihatin atas tindakan brutal junta militer Myanmar terhadap warganya yang berunjuk rasa dengan damai, Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin pada Jumat (19/3) menyerukan pertemuan darurat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN untuk membahas gejolak di negara yang sama-sama merupakan bagian dari perhimpunan negara di Asia Tenggara itu.
Dalam pernyataan yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi mengatakan pihaknya akan segera menghubungi Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah selaku Ketua ASEAN 2021 untuk menindaklanjuti usulan pertemuan tingkat tinggi tersebut.
“Saya akan segera bicara dengan Sultan Brunei Darussalam sebagai ketua ASEAN agar segera dimungkinkannya diselenggarakan pertemuan tingkat tinggi di ASEAN yang membahas krisis di Myanmar,” kata Jokowi.
Indonesia, lanjutnya, menyampaikan duka cita dan simpati mendalam kepada keluarga korban kekerasan yang sudah menewaskan sekitar 200 orang sejak aksi unjuk rasa menentang kudeta militer 1 Februari pecah di kota-kota Myanmar.
“Indonesia mendesak penggunaan kekerasan segera dihentikan. Keselamatan dan kesejahteraan rakyat harus jadi prioritas utama,” tambahnya.
Sementara itu dari negara jiran, PM Malaysia Muhyiddin secara khusus menggunakan bahasa keras untuk menyerang junta, yang telah menembak dan menewaskan lebih dari 200 pengunjuk rasa mengecam kudeta militer awal Februari 2021, yang menggulingkan Aung San Suu Kyi dan sejumlah pimpinan lainnya hasil Pemilu sah November lalu..
"Kami di Malaysia, dan sebagian besar komunitas ASEAN tidak mampu melihat saudara kami, Myanmar, menjadi begitu tidak stabil di tangan beberapa orang, yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi mereka," kata Muhyiddin dalam sebuah pernyataan, mendukung seruan Jokowi untuk pertemuan darurat para pemimpin ASEAN.
"Jelas bahwa perjuangan politik saat ini hanya mengorbankan rakyat Myanmar.”
Muhyiddin mengatakan bahwa Malaysia "sangat prihatin atas situasi tragis" di Myanmar dan penggunaan kekerasan yang mematikan terhadap warga sipil tak bersenjata.
"Tidak diragukan lagi - penggunaan peluru tajam untuk melawan protes damai tidak dapat diterima."
Ke-10 anggota ASEAN, di mana Myanmar termasuk di dalamnya, mendapat kecaman dari para kritikus karena tanggapannya yang dinilai tidak serius untuk mengakhiri konflik yang terus meningkat. Indonesia melancarkan upaya diplomatik segera setelah kudeta tersebut namun junta masih terus menembak mati para pengunjuk rasa.
Sekitar 40 jurnalis telah ditangkap sejak kudeta 1 Februari, dengan sekitar setengahnya masih ditahan, termasuk Thein Zaw dari The Associated Press. Dua lagi wartawan ditangkap pada hari Jumat.
Pernyataan kedua pemimpin tersebut muncul dua pekan setelah Menteri Luar Negeri ASEAN menggelar pertemuan informal secara virtual membahas topik serupa.
Dalam pertemuan, para diplomat ASEAN mendesak militer Myanmar segera membebaskan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan tokoh politik lainnya serta menyerukan penghentian penggunaan kekerasan dalam menghadapi protes masyarakat.
Juga pada saat yang sama, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong juga mengatakan penggunaan kekuatan yang berlebih oleh militer Myanmar dalam menghadapi demonstran sebagai tindakan yang tidak bisa diterima.
“Itu adalah bencana, tidak hanya secara internasional tapi juga di dalam negeri mereka. Karena itu berarti warga sipil, semua orang di Myanmar tahu,” kata Lee, dikutip dari transkrip wawancara dengan BBC yang diunduh situs resmi Kementerian Luar Negeri Singapura.
“Anda mungkin mencoba membatasi akses internet, tetapi berita menyebar dan penduduk Myanmar tahu siapa yang ada di pihak mereka. Jika mereka memutuskan bahwa pemerintah tidak ada di pihak mereka, saya pikir pemerintah memiliki masalah yang sangat besar.”
Pekan lalu, Vietnam yang diwakili duta besarnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dang Dinh Quy, turut mendesak semua pihak yang berkepentingan di Myanmar untuk menahan diri, menghentikan kekerasan, memastikan keamanan bagi penduduk serta segera memulai dialog untuk mencari solusi imbang sesuai prinsip demokrasi.
“ASEAN bersedia mendukung Myanmar dengan itikad baik dan sesuai dengan tujuan, prinsip dan prosedur sebagaimana diatur dalam Piagam ASEAN,” kata Quy dalam rapat virtual dengan Dewan Keamanan PBB, 5 Maret 2021.
ASEAN harus tegas
Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang memainkan peran penting dalam transisi demokrasi di Myanmar sekitar satu dekade lalu, pada masa kepemimpinanannya, mendukung seruan Jokowi tersebut melalui cuitan twitternya pada Jumat (19/3)
“Sbg mantan Presiden, saya dukung usulan Presiden Jokowi agar dilaksanakan ASEAN High Level Meeting (HLM) utk isu Myanmar. Inisiatif ini tepat, sesuai tradisi Indonesia sbg peacemaker & peacekeeper di dunia. Setelah HLM tentu dilanjutkan dgn ASEAN Summit agar lebih powerful *SBY*” ujarnya.
Pakar politik internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dewi Fortuna Anwar, memandang perlu bagi para pemimpin negara-negara ASEAN untuk mengeluarkan pernyataan tegas yang menggarisbawahi dukungan atas demokrasi dan pemerintahan konstitusional dalam menanggapi konflik yang terjadi di Myanmar.
ASEAN juga perlu berada di garda terdepan dalam mencari solusi atas krisis yang terjadi, di tengah masifnya kecaman dan juga sanksi yang diberikan Negara-negara Barat, lanjut Dewi.
“ASEAN tidak punya instrumen untuk jatuhkan sanksi, tapi bisa ikut beri tekanan pada junta untuk hentikan kekerasan dan buka pintu dialog dengan pimpinan NLD,” kata Dewi kepada BenarNews, Jumat.
NLD atau Liga Nasional untuk Demokrasi adalah partai politik Suu Kyi yang berhasil merebut suara mayoritas dalam pemilihan umum November tahun lalu, dan mengalahkan partai yang terafiliasi dengan militer.
Kendati demikian, Dewi mengatakan ASEAN tengah dihadapkan dengan tantangan akibat ketidaksamaan cara pandang atas kudeta yang terjadi di internal Myanmar oleh para negara anggota menyulitkan adanya sikap kolektif tersebut terbentuk.
“Dalam Piagam ASEAN … keputusan dalam bidang politik keamanan juga harus lewat konsensus. Jadi ini sulit untuk ASEAN dalam mengambil sikap tegas. Anggota-anggota ASEAN juga tidak sepaham tentang sikap terhadap kudeta Myanmar,” kata Dewi.