Bantu Tangani Pandemi, Australia Utangi Indonesia Rp15 Triliun
2020.11.12
Jakarta
Pemerintah Australia memberikan pinjaman bilateral sebesar A$1,5 miliar atau sekitar Rp15,3 triliun kepada Indonesia untuk penanganan pandemi COVID-19 dan pengelolaan fiskal negara yang kini terus tertekan hingga defisit 6,34 persen.
Pinjaman dari Australia ini dibayarkan dengan masa tenor 15 tahun dan merupakan salah satu program untuk mendukung respons penanganan COVID-19 yang dipimpin oleh Asian Development Bank (ADB), demikian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
"Kami sedang mendiversifikasi pembiayaan dan dukungan Australia yang memberikan pinjaman A $ 1,5 miliar dolar kepada Indonesia, ini adalah salah satu jenis dukungan yang sangat kami hargai,” ujar Sri Mulyani dalam pernyataan ditayangkan virtual di Jakarta, Kamis.
Sri Mulyani mengatakan pinjaman itu akan digunakan untuk menjaga keamanan dan kesinambungan fiskal, yang saat berada di bawah tekanan besar.
“Memang tidak mudah karena kita tahu bahwa instrumen fiskal kini menjadi salah satu instrumen terpenting ketika perekonomian dan masyarakat dilanda pandemi ini tertular baik untuk bidang kesehatan, untuk menunjang masyarakat, dalam bentuk jaring pengaman sosial atau bahkan untuk bisnis,” ujarnya.
Indonesia melaporkan produk domestik bruto (PDB) sepanjang kuartal ketiga mengalami kontraksi hingga 3,49 persen. Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi mengalami minus 5,32 persen secara tahunan di empat bulan kedua tahun ini, membawa perekonomian Indonesia mengalami resesi pertama dalam lebih dari dua dekade terakhir.
Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan pinjaman ini diharapkan dapat membantu Indonesia pulih dari pandemi yang dianggap Australia sebagai perihal penting penunjang stabilitas dan keamanan kawasan.
"Di masa penuh tantangan seperti saat ini, kekuatan hubungan antara Australia dan Indonesia menjadi lebih penting dari sebelumnya, lebih dari sekadar perdagangan dan ekonomi," kata Frydenberg dalam peryataan tertulisnya.
Dalam seminar daring pada Selasa, Sri Mulyani memperkirakan ekonomi Indonesia mulai akan pulih pada kuartal kedua 2021 dan diharapkan pertumbuhan ekonomi tahun depan menjadi 5 persen.
Ia merujuk pada mobilitas masyarakat yang mulai meningkat yang berdampak pada peningkatan ekonomi.
"Tapi itu (pemulihan ekonomi) hanya dapat diperoleh jika kita menerapkan disiplin kesehatan ketika beraktivitas," katanya, kala itu.
Hingga kini, Indonesia merupakan negara dengan kasus positif dan angka kematian akibat COVID-19 tertinggi di Asia Tenggara, sebesar 3,33 persen. Angka kematian di Indonesia bahkan lebih tinggi dari rerata dunia yakni sebesar 2,47 persen.
Hingga Kamis (12/11), Indonesia mencatat 452.291 kasus positif dengan korban meninggal mencapai 14.933 jiwa.
Peningkatan
Sepanjang semester pertama tahun ini, Pemerintah Indonesia setidaknya sudah menarik pinjaman multilateral dari lima lembaga internasional dengan nilai total U.S.$1,8 miliar, termasuk dari Bank Dunia sebesar U.S.$300 juta dan Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar U.S.$500 juta.
Rangkaian pinjaman tersebut membuat posisi utang pemerintah per September 2020 mencapai Rp5.756,87 triliun atau bertambah lebih dari Rp1.000 triliun dibanding periode sama tahun lalu, dengan komposisi surat berharga negara (SBN) domestik sekitar 3.600 triliun, SBN valas 1.300 triliun, dan pinjaman luar negeri mencapai 852 triliun.
Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pun meningkat menjadi 36,41 persen, naik dari periode sama tahun sebelumnya yang tercatat 30,23 persen. Merujuk Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang terhadap PDB tidak boleh melebihi 60 persen.
Ekonom Institute for Development Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira meminta pemerintah berhati-hati dalam memutuskan utang sebagai "jurus" penanganan COVID-19 yang membutuhkan bea sebesar Rp695,2 triliun, agar tidak terjebak dalam krisis berkepanjangan seperti pada 1998.
Salah satunya adalah dengan realokasi dan memfokuskan ulang anggaran kementerian dan lembaga negara.
"Anggaran yang tidak mendesak seperti infrastruktur bisa dipotong," kata Bhima saat dihubungi.
Kolaborasi ASEAN-Cina
Sementara itu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mendorong peningkatan kerja sama ASEAN dan Cina, terutama dalam hal pengembangan ekonomi berbasis digital, agar negara-negara di kawasan bisa keluar dari dampak pandemi virus corona.
"Saya ingin sampaikan tiga hal yang dapat kita lakukan agar segera bisa keluar dari pandemi dan memulihkan ekonomi. Pertama, transformasi kerja sama ekonomi berbasis digital," ujarnya dalam pidato pada Konferensi Tingkat Tinggi ke-23 ASEAN-Cina secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Kamis.
Menurutnya, transformasi ekonomi dari cara-cara konvensional menuju ekonomi berbasis digital merupakan hal krusial yang saat ini harus dilakukan di tengah pandemi yang melanda 215 negara di dunia.
"Tahun 2020 adalah tahun kerja sama ekonomi digital ASEAN-Cina. Sebagai pemimpin global ekonomi digital dan rumah bagi sepertiga unicorn dunia, antara lain Baidu, Alibaba, dan Tencent, Cina adalah mitra strategis bagi ASEAN," kata Jokowi.
Bersamaan dengan itu, ujar dia, ASEAN dan Cina, juga harus segera mereaktivasi kerja sama ekonomi antara lain melalui harmonisasi kebijakan, dan memastikan rantai pasok global dengan menghapus hambatan perdagangan.
"Saya harap ASEAN-TCA ini dapat segera dioperasionalisasikan pada kuartal pertama tahun depan. Pengaturan tersebut akan memunculkan optimisme bahwa kegiatan ekonomi kita secara bertahap dapat diaktifkan kembali dengan secara disiplin menerapkan protokol kesehatan. Rakyat kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi, mereka ingin melihat kawasan kita segera bangkit," jelasnya.