Berburu dengan Waktu untuk Menyelamatkan Badak Kalimantan

Badan Konservasi Kaltim mencatat jumlah satwa langka tersebut tidak sampai 12 ekor.
Gunawan
2020.09.11
Balikpapan
200911_ID_Rhinoa_620.jpg Tim survey ALeRT mengukur jejak badak Pari di Hutan Mahakam Ulu, Agustus 2020.
Gunawan/BenarNews

Jejak tapak kaki sepanjang 20 sentimeter itu masih segar. Sisa hujan semalam gagal mengaburkan keberadaan satwa yang diduga kuat adalah badak Kalimantan yang terancam kepunahan.

“Tim survey kami memantau keberadaan badak selama 24 jam secara terus menerus,” kata direktur organisasi konservasi satwa Aliansi Lestari Rimba Terpadu (ALeRT), Arif Rubianto.

Arif dan rekannya di ALeRT telah memantau pergerakan jelajah badak di kawasan hutan Nyaribungan Mahakam Ulu Kalimantan Timur setelah terekamnya seekor badak Kalimantan betina dengan jebakan kamera pada pertengahan tahun lalu yang kemudian dinamai Pari.

Personil tim memantau langsung seluruh aktivitas Pari yang teridentifikasi kerap keluar masuk area perbatasan diantara Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, sekaligus melindunginya dari perburuan liar.

“Kami sedang terburu dengan waktu. Apalagi badak–badak ini sepertinya sudah berumur tua sehingga berdampak negatif terhadap siklus perkawinannya,” ujarnya kepada BenarNews.

“Kami menugaskan 12 personil untuk bergantian mengikuti keberadaan badak,” papar Arif.

ALeRT merupakan mitra Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dalam penyelamatan badak Kalimantan, yang merupakan sub-spesies dari badak Sumatra.

ALeRT pula yang mengevakuasi badak Kalimantan pertama bernama Pahu yang ditemukan di tahun 2018.

Proses identifikasi menunjukan kedua badak berjenis kelamin betina. Badak Sumatra termasuk katagori yang terancam secara kritis menurut organisasi pelestarian satwa International Union for Conservation of Nature (IUCN) karena jumlahnya kurang 100 individu.

Pahu ditempatkan di kawasan Hutan Kelian Kutai Barat seluas 6.700 hektare.

Sesuai rencananya, Pari pun nantinya akan direlokasi menemani Pahu di Hutan Kelian karena di tempat sekarang keberadaannya sekarang terancam kegiatan manusia di hutan dan pertambangan.

“Perlu secepatnya dilakukan relokasi keberadaan Pari dari lokasi temuan ke Hutan Kelian,” ujarnya,

“Kawasan hutan di Mahakam Ulu saat ini rawan akvitas perburuan liar,” keluhnya.

“Hutan Kelian relatif aman untuk perkembangbiakan badak,” paparnya.

Badak Kalimantan berkerabat dengan badak Sumatra atau Decerorhinus sumatrenis. Hanya saja fisiknya berbeda akibat evolusi ratusan tahun menyesuaikan kontur topografi perbukitan hutan Kalimantan.

Tubuhnya mengecil sehingga memudahkan mendaki area perbukitan. Badak Kalimantan hanya seberat 450 kilogram dan jauh lebih ringan dibanding badak Sumatra mencapai 800 kilogram.

“Sifatnya pemalu serta cenderung menghindari manusia. Sulit dijumpai dengan berlindung kerimbunan hutan,” ungkap Arif.

Apalagi area jelajahnya terbentang luas meliputi area hutan Kaltim, Kalteng, dan Kalimantan Utara (Kaltara).

Di sisi lain, tim survey pun terus berupaya masih mencari keberadaan badak jantan yang diduga berada kawasan hutan Kalteng. Pejantan ini rencananya akan dikawinkan dengan Pahu dan Pari guna memperoleh keturunan.

Sementara itu, penyelamatan badak Kalimantan menjadi salah program andalan Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan. TFCA merupakan kerjasama pengalihan hutang Indonesia terhadap Amerika Serikat sebesar U.S.$28,5 juta untuk membiayai program karbon hutan Berau dan insiatif Heart of Borneo.

“Kami sangat perduli terhadap isu badak Kalimantan,” kata Direktur Program TFCA Kalimantan Puspa Dewi Liman.

Puspa menyatakan, penyelamatan badak membutuhkan dukungan seluruh pemangku kepentingan.

“Relokasi badak Pari dipastikan butuh biaya sangat besar,” tuturnya.

Pari merupakan badak Kalimantan ketiga yang tertangkap jebakan kamera di Kalimantan Timur tahun lalu.

Pari berada di Hutan Nyaribungan berjarak 100 kilometer dari Hutan Kelian. Lokasi hutan tidak memiliki akses transportasi darat dari kota terdekat.

“Lokasinya hanya bisa ditempuh mempergunakan jalur udara, sungai dan selanjutnya trek darat yang berat,” papar Puspa.

Bahkan, fasilitator TFCA di Kutai Barat memperkirakan relokasi Pari setidaknya butuh total biaya mencapai Rp12 miliar. Sebagai perbandingan, evakuasi Pahu hanya menelan biaya sebesar Rp 3 miliar di tahun 2018.

Dalam berbagai kesempatan, Kepala BKSDA Kaltim, Sunandar mengamini terancamnya populasi badak Kalimantan. Ia memperkirakan jumlah maksimalnya tidak mencapai 12 individu.

Seluruh instansi berkolaborasi dalam upaya penyelamatan badak. Badak rencananya akan direlokasi ke Hutan Kelian sekaligus pusat perkembangbiakan badak di Kalimantan.

"Kalau terlambat dilakukan intervensi dikhawatirkan populasi badak akan punah, disebabkan tua atau pun faktor lainnya," kata Sunandar.

Pemerintah Indonesia meluncurkan apa yang disebut Rencana Aksi Darurat (RAD) untuk menyelamatkan populasi badak Sumatra pada tahun 2018 ddengal melibatkan lembaga konservasi non-pemerintah, pihak swasta dan pemerintah daerah.

Rencana aksi RAD ini sebagai langkah strategis, mendesak, revolusioner dan prioritas tinggi untuk menyelamatkan Badak Sumatra dari kepunahan, mengingat saat ini populasinya kecil, laju perkembangbiakan yang rendah, adanya populasi yang terisolir, populasi yang tidak viable/cukup, serta tingginya ancaman perburuan dan kehilangan habitat.

RAD akan dilaksanakan dalam jangka waktu tahun dan merupakan bagian dari Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Badak Indonesia 2018-2028 dengan kegiatan meliputi perlindungan dan pengelolaan habitat dan pengembangan teknologi reproduksi badak Sumatra.

Penyelamatan badak Sumatra di Sumatra dan di Kalimantan dilakukan melalui upaya penggabungan badak-badak yang terisolasi dengan menempatkannya ke dalam tempat berkembang biak yang dilindungi.

Campur tangan manusia diharapkan mendorong populasinya menjadi 20 ekor. Langkah terakhir adalah menetapkan Hutan Kelian sebagai tempat pelepasliaran kawanan badak.

Kemunculan Pahu dan Pari menjawab misteri satwa badak Kalimantan. Selama bertahun-tahun, masyarakat sudah mendengar kabar burung tentang kawanan badak.

Testimoni tentang badak kerap disampaikan warga adat dan pegawai perkebunan. Tetapi belum ada bukti otentik keberadaannya hingga kini sudah terpecahkan.

Penemuan badak pertama terjadi bulan Maret 2016 silam. BKSDA Kaltim menemukan badak yang kemudian dinamai Najag setelah dia terjerat jebakan tali pemburu di kantong populasi I Kutai Barat.

Najag akhirnya mati akibat menderita infeksi akibat luka jeratan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.