Bakamla: 2 Tanker Asing Berpotensi Hanya Kena Denda Ringan
2021.02.02
Jakarta
Dua supertanker berawak dari Iran dan Cina yang diduga melakukan pemindahan oli dari kapal ke kapal dan pelanggaran lainnya di perairan Indonesia berpotensi hanya menerima denda ringan, kata Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Aan Kurnia, Selasa (2/2).
Dalam rapat bersama Komisi I DPR, Bakamla mendesak lembaga legislatif untuk memberi kewenangan lebih kepada otoritas patroli laut itu demi membuat efek jera para pelanggar melalui revisi undang-undang kelautan.
Aan mengatakan, Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran hanya mengatur sanksi berupa teguran disertai pencatatan bagi pelanggar yang mematikan automatic identification system (AIS). Sementara, transfer bahan bakar atau ship-to-ship hanya berpotensi terkena denda paling tinggi sebesar Rp200 juta.
“Kegiatan mereka itu masuk kejahatan," ujar Aan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Jakarta pada Selasa.
“Ini sudah ketangkap tangan dan sudah jelas kapal ini supertanker, luar biasa, bisa bawa 1 juta ton barel. Kemarin mereka bawa muatannya (setara) Rp1,8 triliun, tapi sanksinya berapa? Hanya Rp200 juta didenda, itu paling tinggi di aturan kita,” kata Aan.
Aan mengungkapkan kapal tanker Iran, MT Horse, hendak memindahkan lebih dari 200 ribu kilo liter muatan minyak dengan nilai setara Rp1,8 trliun ke kapal tanker Panama saat tertangkap tangan oleh petugas patroli Bakamla di perairan Pontianak, Kalimantan Barat.
Juru bicara Bakamla, Wisnu Pramandita, di kapal MT Horse milik Iran petugas juga menemukan satu senapan jenis runduk (sniper) dan dua senapan serbu, “bukan (milik) militer, semacam private armed personnel (petugas keamanan swasta bersenjata).”
MT Horse dan MT Freya—kapal tanker berbendera Panama yang dikelola oleh Shanghai Future Ship Management Co.—melakukan pelanggaran jalur pelayaran internasional dengan berhenti dan menurunkan jangkar di 25 Nautical Mile (NM) sebelah kiri ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia)-I pada 22 Januari.
Kedua tanker juga mematikan sistem pelacakan otomatis (automatic identification system/AIS) serta kedapatan menumpahkan sebagian di antaranya ke perairan Pontianak.
“Mereka berada di luar ALKI-I, bahkan di perairan kepulauan. Artinya apa? Artinya berlaku hukum nasional, bukan internasional. Ini berlaku mutlak hukum kita, tapi permasalahannya sanksinya masih administratif,” kata Aan.
“Jadi hanya dicatat, ditegur, begitu saja. Jadi mungkin orang bolak-balik melanggar,” tambahnya.
Aan menilai, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan laut untuk membuat efek jera bagi para pelanggar yang melintas di perairan Indonesia.
“Hal yang menjadi hot isu di tahun 2020 atau di awal 2021 yaitu penemuan seaglider, lalu lintas kapal survei, dan kegiatan ilegal di ALKI. Ini mengindikasikan adanya isu keamanan di alur laut kepulauan Indonesia yang perlu menjadi perhatian serius,” kata Aan.
TNI Angkatan Laut saat ini tengah meneliti pesawat bawah laut nirawak (seaglider) yang ditemukan di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, Desember 2020. Sejumlah pihak menduga bahwa sea glider tersebut milik Pemerintah Cina, seperti diutarakan peneliti Australian Strategic Policy Institute, Malcolm Davis, di situs berita ABC.
Selain itu, pada awal tahun, kapal survei Xiang Yang Hong 03 berbendera Cina melintasi ALKI-I dengan mematikan AISnya sebanyak tiga kali.
Aan meminta kepada Komisi I DPR RI untuk memasukkan kembali rencana revisi UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), termasuk di dalamnya memberikan kewenangan lebih bagi Bakamla untuk melakukan penyidikan di laut.
“Intinya kewenangan di laut tidak tumpang tindih. Terus terang saya hanya memeriksa, menangkap dan menyerahkan ke penyidik. Tapi penyidik agak ogah-ogahan,” kata Aan.
Kendati berpotensi menerima sanksi ringan, Bakamla tetap akan menindaklanjuti bukti-bukti pelanggaran dua supertanker ke penyidik pada Rabu esok, sebut juru bicara Bakamla.
“Penyerahan berkas akan dilaksanakan besok ke Dirjen Perhubungan Laut (Kementerian Perhubungan),” kata Wisnu melalui pesan singkat, seraya memastikan kedua supertanker akan tetap berada di Pelabuhan Batu Ampar, Kepulauan Riau, hingga proses penegakan hukum selesai dilakukan.
Kondisi kru kapal
Badan Keamanan Laut (Bakamla) memastikan seluruh kru berkewarganegaraan Cina dan Iran di MT Horse dan MT Freya dalam keadaan baik dan aman.
“Semua kru akan tetap berada di atas kapal. Kami pastikan mereka dalam kondisi baik dan aman,” kata Wisnu.
Kedua tanker tiba di Pelabuhan Batu Ampar di Batam, Kepulauan Riau, pekan lalu untuk menjalani pemeriksaan awal oleh tim gabungan Bakamla dan lintas-kementerian/lembaga atas sejumlah dugaan pelanggaran tata tertib pelayaran internasional.
Sebanyak 36 kru berkewarganegaraan Iran bekerja di atas kapal tanker MT Horse, sementara 25 kru berkewarganegaraan Cina berada di kapal tanker MT Freya, sebut Bakamla. “Semua kru (saat ini) berada di atas kapal karena pemeriksaan dilakukan di situ,” kata Wisnu.
Rabu pekan lalu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Zhao Lijian mendesak pemerintah Indonesia untuk memberikan penjelasan perihal kondisi warga negaranya yang bekerja pada kapal tanker itu sesegera mungkin.
“Kedutaan Cina di Jakarta telah menyampaikan kekhawatiran kami kepada pemerintah Indonesia dan meminta mereka untuk memverifikasi situasi pelaut Cina dan mengabarkan secara formal sesegera mungkin,” kata Zhao, dikutip dari laman resmi kementerian.
Zhao turut meminta penyelidikan kepada para kru dilakukan dengan cara yang sah dan adil dengan menjamin keselamatan, kesehatan dan hak-hak mereka. “Kedutaan kami akan terus mengikuti perkembangan penyelidikan dan memberikan bantuan kepada kru terkait,” katanya.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh, juga meminta Indonesia memberikan penjelasan soal penangkapan kapal tanker milik negaranya tersebut. “Kami telah meminta informasi yang lebih detail terkait laporan penyitaan ini,” kata Saeed dalam konferensi pers disiarkan televisi lokal yang dikutip Reuters, Senin.
Saeed menyebut MT Horse tengah mengalami masalah teknis yang umum terjadi di pelayaran. “Organisasi pelabuhan dan perusahaan pemilik kapal sedang mencari tahu penyebab dan penyelesaiannya,” sambung Saeed.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan pekan lalu bahwa pihaknya telah melakukan komunikasi awal antara negara pemilik kapal dengan Indonesia terkait penahanan dua supertanker tersebut.