Basri dan Istrinya Ditangkap Tanpa Perlawanan di Poso

Basri, sosok yang paling dicari setelah Santoso tewas, diduga terlibat 18 kasus bersama Mujahidin Indonesia Timur, termasuk kasus mutilasi tiga siswi di Tentena tahun 2005.
Keisyah Aprilia & Tia Asmara
2016.09.14
Palu & Jakarta
160914_ID_Basri_1000.jpg Komandan Sektor III Ajun Komisaris Besar Polisi Guruh Arif Darmawan (kiri) berbicara dengan Basri di RS Bhayangkara Palu, Sulawesi Tengah, 14 September 2016.
Keisyah Aprilia/Berita Benar

Muhammad Basri alias Bagong (41) yang diklaim sebagai pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) ditangkap Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala 2016 di Desa Tangkura, Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng), Rabu, 14 September 2016.

Kabid Humas Polda Sulteng, AKBP Hari Suprapto membenarkan penangkapan Basri. Dia menyebutkan, bersama Basri ditangkap pula istrinya yaitu Nurmi Usman alias Oma, yang juga masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polda Sulteng.

"Keduanya masih menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara untuk kemudian dilakukan penyidikan lebih lanjut," ujarnya kepada sejumlah wartawan.

Penangkapan Basri, jelas Hari, bermula dari penemuan jenazah Andika, salah satu DPO Poso, di Sungai Puna Desa Tangkura, Rabu pagi.

"Dari penemuan jenazah dilakukan olah TKP. Kemudian ditemukan Basri yang tidak jauh dari sungai dan istrinya terperangkap di sungai. Mereka langsung ditangkap," katanya.

Saat itu Basri bersama istri dan satu anak buahnya yang bernama Adji Pandu Suwotono alias Subron. Namun Adji berhasil kabur. Hingga kini pengejaran Adji masih dilakukan oleh Satgas Tinombala.

"Basri dan istrinya ditangkap tanpa perlawanan, meski satu DPO bernama Adji kabur," ujar Hari.

Aparat tidak menemukan senjata api dan bom saat menangkap Basri. Tapi di rompi pada mayat Andika ditemukan satu bom rakitan jenis lontong dan beberapa perbekalan.

Tampak sehat

Basri dan istrinya tiba di RS Bhayangkara Palu sekitar pukul 16.10 WITA, menggunakan minibus di bawah pengawalan ketat sejumlah aparat keamanan bersenjata lengkap.

Rambutnya gondrong. Basri terlihat agak kurus. Dia tampak sehat, tapi tetap diperiksa kesehatan oleh tim medis.

Saat digiring masuk ke ruang pemeriksaan RS Bhayangkara, Basri tampak tersenyum dan menundukkan kepala dari sorotan kamera sejumlah awak media.

Basri tidak menjawab pertanyaan wartawan dan hanya menundukkan kepalanya sambil terus berjalan masuk ke ruangan pemeriksaan kesehatan.

"Biar dia masuk untuk diperiksa dulu," kata Komandan Sektor III, AKBP Guruh Arif Darmawan.

Paling dicari

Basri merupakan DPO paling dicari setelah pimpinan MIT, Santoso alias Abu Wardah, tewas pada 18 Juli lalu.

Basri diduga terlibat 18 kasus selama bergabung di MIT – kelompok bersenjata yang disebut telah berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

"Basri merupakan kelompok sipil bersenjata pertama yang beraksi di Poso. Dia terlibat kasus mutilasi tiga siswi di Tentena pascakonflik Poso, 29 Oktober 2005," kata Kapolda Sulteng, Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi, belum lama ini.

Basri yang lahir dengan nama Mohammad Basri bin Baco Sampe memiliki beberapa nama alias seperti Bagong alias Ayas alias Opa. Dia adalah anak pertama dari empat bersaudara.

Ia memiliki dua istri. Basri meninggalkan istri pertamanya untuk bergabung dengan MIT. Istri pertama Basri saat ini tinggal di kawasan Tanah Runtuh, Gebang Rejo, Poso Kota.

Setelah meninggalkan istri pertamanya, Basri menikah dengan Nurmi di Bima, Nusa Tenggara Barat, April 2013. Nurmi adalah janda seorang anggota MIT asal Bima yang tewas di tangan aparat kepolisian.

Satgas Tinombala masih terus memburu 12 anggota MIT lain yang bersembunyi di hutan Poso. Seorang di antara mereka yaitu Ali Korala, diyakini pemimpin baru kelompok tersebut.

Semakin melemah

Pakar terorisme, Taufik Andrie menyatakan dengan ditangkapnya Basri, maka kelompok MIT makin terpojok dan melemah. "Untuk kepemimpinan akan jatuh kepada Ali Kalora," ujar Taufik kepada BeritaBenar.

Ia juga mengapresiasi TNI dan Polri yang mengupayakan pendekatan persuasif dengan membentuk tim khusus agar sisa kelompok dapat ditangkap hidup atau menyerahkan diri.

"Dengan melibatkan keluarga, teman, dan kerabat bisa memberi jaminan keselamatan dan tidak ada pertumpahan darah. Saya kira mereka perlu mempertimbangkan tawaran pemerintah," jelasnya.

"Ruang gerak mereka sudah terbatas, pilihan juga tidak banyak karena amunisi sudah berkurang. Jadi diperkirakan akan cepat tertangkap hidup atau mati," tegas Taufik.

Pendapat senada juga disampaikan peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Solahudin, yang menyebutkan kepemimpinan MIT akan jatuh ke tangan Ali Kalora.

"Meskipun kualitasnya jauh di bawah Santoso dan Basri, karena tingkatan Ali Kalora hanya prajurit bawahan, pastinya MIT akan berbeda," katanya.

Tertangkapnya Basri menunjukkan MIT makin melemah. "Minim anggota, minim senjata karena banyak disita aparat dan minim logistik karena warga yang mendukung semakin sulit memberikan suplai makanan," papar Solahudin.

Menurutnya, dulu kelompok MIT banyak mendapatkan dukungan dari luar Poso seperti militan Bima. Namun, sejak akhir tahun lalu kondisi semakin sulit.

"Poso sudah dipagar betis sama pasukan keamanan. Jadi yang mau bergabung, akan kesulitan," kata dia.

Kendati dikenal sulit menyerah, Solahudin berharap pemerintah menjamin keselamatan para pengikut MIT selama menjalani proses hukum jika mereka bersedia menyerahkan diri.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.