Bekantan, ‘Monyet Belanda’ yang Makin Terdesak

Populasi monyet berhidung panjang ini makin berkurang di Kalimantan akibat aktivitas ekonomi masyarakat dan pengalihan fungsi lahan.
Gunawan
2017.08.04
Tarakan
170804_ID_Bekantan_1000.jpg Satwa primata bekantan makan pisang di Konservasi Mangrove dan Bekantan Tarakan, Kalimantan Utara, 31 Juli 2017.
Gunawan/BeritaBenar

Seperti malu-malu, Michael dan rekannya memanjati panggung kayu ukuran 3x3 meter. Panggung kayu ulin setinggi 1,5 meter menjadi lokasi jamuan makan primata bekantan (Nasalis larvatus) di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Karang Rejo Tarakan, Kalimantan Utara.

Monyet asli Kalimantan berhidung mancung itu terancam punah di hutan mangrove Borneo. Kini, monyet Belanda, begitu julukan warga bagi bekantan - karena hidungnya yang panjang dan bengkok, berkembang cukup baik di kawasan konservasi itu.

“Mereka terbilang monyet pemalu. Biasanya bekantan langsung sembunyi bila melihat manusia mendekat,” kata Nurdiansyah, seorang penjaga Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Tarakan kepada BeritaBenar, Selasa, 2 Agustus 2017.

Pengunjung konservasi nyaris berjingkat agar bisa mendekati kelompok Michael – nama yang diberikan kepada primata jantan itu. Ada lima ekor tengah asyik menyantap pisang muda.

Hanya Michael, yang makan sembari membelakangi pengunjung. Bekantan berumur 19 tahun itu sesekali melirik curiga pengunjung di sekitarnya.

“Dia pemimpin kelompok, semua tunduk perintahnya untuk urusan makan. Biasanya, ia selalu menjaga jarak dengan manusia,” ungkap Nurdiansyah.

Konservasi Mangrove dan Bekantan Tarakan seluas 22 hektare dihuni 43 ekor bekantan. Sejatinya, ada tiga pejantan dominan yang menguasai kawanan yakni Michael, Jhon, dan Bruno. Selama 17 tahun kawasan konservasi,  bekantan di sini sudah beranak pinak dari sebelumnya hanya tiga ekor.

Area mangrove kota

Kawasan ini juga memiliki menara pantau setinggi 16 meter dimana pantai laut Sulawesi dan daratan Kalimantan terbentang luas. Pengunjung dapat meniti jalan panggung kayu ulin 2.400 meter. Kawasan konservasi yang dibangun pada 2000 menjadi tujuan wisata.

Dulu, area ini hanya pesisir pantai mangrove penuh sampah yang tak terurus. Warga tak berminat tinggal di lokasi berdekatan dengan pantai itu.

“Karena tak terurus, akhirnya kami membeli kawasan ini agar menjadi hutan mangrove Kota Tarakan,” kata mantan Walikota Tarakan, Jusuf Serang Karim.

Sosok 73 tahun itu memimpikan kawasan mangrove itu menjadi ikon penghijau Tarakan yang memiliki luas 250 kilometer persegi. Pria berambut kelabu itu sadar betapa penting lingkungan untuk menjaga keseimbangan ekosistim Tarakan.

“Dari pada tambak lebih baik menjadi kawasan konservasi di Tarakan,” tutur lelaki yang meraih penghargaan Piala Kalpataru dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tahun 2006.

Pemerintah Koto Tarakan mempercantiknya lewat pembangunan trek kayu ulin selebar 1,5 meter, yang saling terhubung untuk memanjakan penikmat keindahan alam konservasi. Pengunjung dikenai biaya masuk Rp3000 per orang.

Jusuf memang sudah tidak memegang tampuk pemerintahan Kota Tarakan. Namun, dia berjuang agar hutan mangrove Tarakan naik statusnya jadi kebun raya. Salah satunya melobi Komisi VII DPR dan LIPI agar Konservasi Mangrove dan Bekantan Tarakan masuk di antara 45 kawasan kebun raya Indonesia.

Para pengunjung memotret primata bekantan di Konservasi Mangrove dan Bekantan Tarakan, Kalimantan Utara, 2 Agustus 2017. (Gunawan/BeritaBenar)

Bekantan kian terdesak

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (Kaltim), Sunandar Trigunajasa mengatakan, habitat satwa bekantan di Pulau Kalimantan kian terdesak akibat aktivitas ekonomi masyarakat, ditambah kebijakan pengalihan fungsi lahan untuk pertambakan, perkebunan, pertambangan, dan perumahan.

Sunandar menyebutkan, pemerintah di Kaltim, khususnya banyak menerbitkan izin usaha pertambangan dan perkebunan. Ada seluas 2,5 juta hektare bekas pertambangan yang mangkrak dari total keseluruhan 1.404 izin sudah diberikan.

Menurutnya, kebakaran hutan turut memperparah kelangsungan habitat bekantan di Kalimantan, terutama seperti terjadi tahun 2015.

“Kebakaran hutan ancaman utama bagi populasi orangutan dan juga bekantan. Kami berupaya membentuk 50 regu Satgas kebakaran di wilayah Kaltim,” tegasnya.

Dosen Universitas Mulawarman, Samarinda, Rustam Fahmi menyebutkan, kerusakan lahan basah menjadi penyebab utama penurunan habitat satwa bekantan.

“Para pemodal mengincar area lahan basah dekat sungai atau muara laut agar mudah transportasi. Bekantan tak seperti orangutan yang bisa berpindah tempat, saat rumah mereka rusak akan membuatnya mati,” paparnya.

Dosen Fakultas Kehutanan Laboratorium Satwa Liar ini menyebutkan, sepanjang Delta Mahakam dan Mahakam Tengah dulu adalah surga alam bekantan Kalimantan karena kaya dengan jutaan hektare hutan mangrove yang menjadi kesukaan bekantan.

“Saat ini hutan mangrove sudah berubah menjadi pertambakan warga dan pelabuhan tradisional,” keluhnya.

Rustam menyakini keberlangsungan bekantan tersisa hanya di beberapa area konservasi yang mempertahankan keberadaan hutan mangrove sebagai habitat alam satwa itu.

“Jumlah menurun drastis seiring maraknya kegiatan ekonomi. Saat ini sulit mendapati bekantan di Kaltim,” imbuhnya.

Penggiat Sahabat Bekantan, Amalia Rezeki, menyatakan permasalahan alih fungsi lahan jadi penyebab utama penurunan populasi bekantan di Kalimantan Selatan. Populasinya kian terdesak aktivitas masyarakat.

“Perburuan memang tidak ada, namun alih fungsi lahan menjadi penyebab utama bekantan di Kalimantan Selatan,” ungkapnya.

Sahabat Bekantan mendata populasi bekantan menurun dari sebelumnya tercatat 5.000 ekor (2014) jadi 1.000 ekor (2015) dan tahun lalu tinggal 800 ekor di hutan Kalimantan Selatan.

“Jumlah bekantan di konservasi memang terjaga berkat keberlangsungan mangrove sebagai habitatnya,” tutur Amalia.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.