Aparat: Belum Ada Bukti Kasus Tolikara Ditunggangi Asing
2015.07.23
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Patridge Renwarin mengatakan bahwa sejauh ini, pihaknya belum bisa memastikan adanya keterlibatan pihak asing.
“Sejauh ini kami tidak menemukan adanya intervensi asing, ini adalah konflik internal,” katanya kepada BeritaBenar via telepon hari Kamis, 23 Juli. Dia meminta agar masyarakat tidak membuat situasi di Tolikara semakin memanas dengan menyebarkan isu yang tidak benar.
“Keadaan di sini semakin membaik dan masyarakat lintas agama telah menyelesaikan konflik ini secara damai, dengan pertemuan, dan dialog,” terang Patridge.
Patridge menambahkan bahwa dugaan di masyarakat akan adanya keterlibatan asing di Tolikara bisa jadi karena GIDI mempunyai afiliasi dengan gereja/organisasi Israel.
Foto Bintang Daud dan bendera Israel yang diambil di berbagai tempat di Tolikara telah beredar luas di sosial media.
“Kepolisian akan terus menyelidiki hal ini,” tukas Patridge.
Pembuat surat edaran diperiksa
Di Jakarta, Kapolri Jendral Badrodin Haiti menyatakan pihaknya sedang memeriksa dua orang yang diduga menandatangani surat edaran yang menyebabkan kerusuhan itu.
Surat edaran tersebut berisi permintaan antara lain agar umat Islam tidak mengerahkan massa dalam jumlah besar karena GIDI akan mengadakan seminar internasional pada 13-19 Juli dan larangan bagi perempuan Muslim untuk mengenakan jilbab.
“Di dalam surat itu, disampaikan juga larangan untuk mendirikan rumah ibadah bagi semua agama kecuali untuk GIDI,” ujar Badrodin hari Kamis.
Tetapi sebelumnya pada tanggal 20 Juli lalu, Presiden GIDI Dorman Wandikmbo mengelak tuduhan bahwa GIDI telah mengirimkan surat larangan tersebut kepada anggota Masjid Baitul Muttaqin.
“Itu tidak benar. Memang sebelumnya ada pemuda gereja yang mendatangi umat Islam yang akan melangsungkan salat Id. Tujuannya adalah memberitahukan bahwa GIDI juga sedang mempunyai acara penting,” kata Dorman kepada BeritaBenar.
Menurut laporan, setelah warga mendatangi Masjid Baitul Muttaqin, kemudian terjadi negosiasi yang tidak berhasil. Kepolisian kemudian melepaskan tembakan yang melukai 12 orang dan menyebabkan seorang tewas.
Kelompok tersebut akhirnya membubarkan diri dan ada yang menyulut api ke kios yang mereka lewati dan telah menyebabkan 38 rumah, 63 kios termasuk Masjid Baitul Muttaqin, dilalap api.
“Kami masih menyelidiki kasus ini apakah penembakan yang dilakukan sesuai dengan instruksi, yaitu dibawah lutut,” kata Kapolri Badrodin Haiti.
Antisipasi aparat lamban
Sementara itu Human Rights Working Group (HRWG) mengatakan insiden yang menimpa umat Muslim di Tolikara diakibatkan oleh kegagalan negara menjaga toleransi.
“Toleransi itu tidak tumbuh dengan sendiri, ia berada pada tatanan sosial masyarakat. Tokoh agama dan masyarakat kunci terbangunnya sikap tersebut,” ujar Rafendi Djamin, direktur eksekutif HRWG kepada BeritaBenar hari Kamis.
“Namun di sisi lain, pemerintah di daerah memiliki kewajiban untuk memfasilitasi,” jelasnya.
Menurut Rafendi, konflik itu bisa dihindari bila pemerintah daerah dan kepolisian bisa memfasilitasi dialog antar umat beragama.
Dia menilai, konflik terjadi ketika ruang dialog tertutup dan massa dibiarkan bertindak brutal.
“Ditutupnya pintu dialog dan absennya negara untuk mempertemukan semua pihak yang berkonflik menjadikan konflik ini mengemuka dan memakan korban,” tutupnya Rafendi.
Seruan perdamaian oleh tokoh lintas agama
Para tokoh dari organisasi lintas agama Islam dan Kristen pada hari Kamis kembali meminta agar masyarakat tidak mudah terprovokasi peristiwa ini.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin mengatakan pihaknya sudah menyerukan agar semua pihak menahan diri.
“Kami mengajak seluruh pihak agar menjaga kerukunan beragama,” katanya di Jakarta.
Persatuan Gereja Indonesia (PGI) dan Presidium Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) juga menolak dan mengecam kekerasan yang terjadi di Tolikara.
“Jangan kita perbesar apa yang sudah terjadi. Mari kita lokalisir dan tidak memperbesar masalah ini. Apa yang sudah terjadi harus diperbaiki, jangan membuat kesalahan di atas kesalahan,” ujar ketua KWI Ignatius Suharyo kepada BeritaBenar.
“Mari hidup dalam damai,” tutupnya.