BIN: Keluarga Pimpinan Tertinggi ISIS Ada di Indonesia

Empat dari sedikitnya 12 orang yang ditangkap terkait aksi bom bunuh diri di Kampung Melayu, telah ditetapkan sebagai tersangka.
Rina Chadijah
2017.06.07
Jakarta
170607_ID_relatives_1000.jpg Foto dari sebuah video propaganda yang dirilis pada 5 Juli 2014 ini diduga memperlihatkan pemimpin kelompok ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi, saat memberikan khotbah di sebuah masjid di Kota Mosul, Irak.
AFP/HO/AL-FURQAN MEDIA

Badan Intelijen Negara (BIN) memastikan ada anggota keluarga pimpinan tertinggi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Abu Bakr Al-Baghdadi, yang tinggal di Indonesia, tapi mereka dianggap bukan ancaman bagi keamanan.

Sementara itu, polisi kembali menangkap sejumlah terduga teroris, termasuk motivator kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan penyandang dana empat warga Indonesia (WNI) yang kini berstatus buronan kepolisian Filipina.

Direktur Komunikasi dan Informasi BIN, Wawan Hari Purwanto, mengatakan orang yang masih mempunyai pertalian darah cukup dekat dengan al-Baghdadi menetap di Solo, Jawa Tengah. Mereka terhubung dalam satu klan yang berasal dari Yaman.

“Dia orang kita (Indonesia), keluarga aslinya dari Yaman. Orangnya baik, dia tidak sepaham dengan pandangan ISIS,” kata Wawan kepada Beritabenar, Rabu, 7 Juni 2017.

Namun, Wawan tidak bersedia memberikan informasi lebih detil, dengan alasan keamanan. Wawan juga menolak menyebut jumlah dan bagaimana hubungan darah mereka dengan Al-Baghdadi.

“Mereka masih punya hubungan darah, saya tak bisa memberikan detil apakah mereka adik, kakak, atau sepupu. Yang pasti mereka masih satu klan,” papar Wawan, yang juga merupakan pengamat terorisme.

Meski punya hubungan keluarga dekat dengan Al-Baghdadi, kata Wawan, warga Solo itu tak sepaham dengan ISIS. Apalagi dengan menebar teror yang mengakibatkan jatuhnya korban orang tak berdosa.

“Beliau pernah melakukan kontak dengan Al-Baghdadi. Sebagai keluarga, ya biasalah. Tetapi dia tidak sependapat dengan paham ISIS,” ujarnya.

Dia menambahkan pihaknya terus melakukan pendekatan agar keluarga pimpinan ISIS itu mau membantu negara dalam memberantas terorisme dan nanti diharapkan dapat menjadi semacam duta deradikalisasi di Indonesia.

“Kita terus melakukan pendekatan agar beliau mau membantu negara. Kita berharap yang positif dari beliau,” kata Wawan.

Tak akan berdampak

Namun pengamat terorisme menilai keberadaan keluarga Al-Baghdadi di Indonesia tak akan berpengaruh besar pada upaya deradikalisasi, selain kepastian keberadaan mereka masih dipertanyakan.

Peneliti terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, mengaku tidak memiliki informasi detil mengenai keluarga pimpinan ISIS seperti yang disebutkan BIN. Ia menilai rencana pelibatan keluarga Al-Baghdadi dalam promosi anti-terorisme di Indonesia tak akan begitu berpengaruh.

“Saya kira tidak akan efektif sama sekali. Ini kan pertarungan mahzab. Orang-orang yang terpengaruh dengan ideologi ini akan tetap bertahan,” ujarnya.

Ia menilai pendukung pasif ISIS di Indonesia cukup besar. Hal itu bisa diamati di media sosial. Namun, kata dia, mereka semakin lama cenderung menurun.

”Secara statistik jumlahnya menurun. Apalagi penangkapan sudah banyak dilakukan sejak 2015. Meski menurun masih tetap berbahaya dan menjadi ancaman, terutama generasi baru yang mudah direkrut,” katanya kepada BeritaBenar.

Hal senada dikatakan pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh, Al Chaidar yang mengaku tak yakin dengan informasi ada keluarga Al-Baghdadi di Indonesia. Kalaupun ada, hal itu juga tak berdampak pada upaya melawan terorisme.

“Hubungan darahnya tidak jelas. Disebutkan juga tidak berbahaya. Jadi menurut saya tidak akan berarti apa-apa ini,” katanya saat dihubungi.

“Walau disebutkan punya hubungan darah dengan Al-Baghdadi belum tentu masyarakat atau orang-orang yang telah terkontaminasi paham radikal akan percaya dengan orang itu,” tambahnya.

Motivator JAD ditangkap

Sementara itu, upaya pemburuan jaringan JAD yang disebut terafiliasi dengan ISIS terus dilakukan polisi, dua pekan setelah ledakan bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur, yang menewaskan tiga polisi dan dua pelaku.

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Martinus Sitompul, mengatakan, polisi anti-teror (Densus 88) menangkap M. Iqbal alias Kiki yang diyakini motivator jihad JAD Bandung di Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin, 5 Juni 2017.

“Dua pelaku bom bunuh diri di Kampung Melayu merupakan muridnya. Dia teman dekat Aman Abdurahman. Mereka satu kelompok, sebelumnya juga pernah dipenjara,” tutur Martinus, kepada BeritaBenar.

Iqbal adalah residivis terorisme. Ia pernah dihukum enam tahun penjara karena terbukti bersalah merakit bom jalan Manisi, Kecamatan Cibiru, Bandung, tahun 2010.

Sedangkan Aman adalah narapidana terorisme karena terlibat pelatihan militer di Jalin, Kabupaten Aceh Besar, pada 2010. Meski dipenjara, Aman diyakini tetap menyebarkan propaganda paham radikal kepada narapidana lain.

Tim Densus 88 juga menangkap dua pria berinsial WT dan MA di Bandung, Jawa Barat, Rabu pagi. Awalnya, aparat menangkap WT. Beberapa saat kemudian, polisi menciduk MA.

Menurut Martunis, keduanya diyakini memberikan tausiah (nasihat) pada Ichwan Nurul Salam dan Ahmad Sukri – dua pelaku bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, lima hari sebelum mereka meledakkan diri dengan bom panci.

Martinus juga mengatakan hingga kini sedikitnya 12 orang telah ditangkap terkait bom bunuh diri di Kampung Melayu. Empat di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Asep alias Abu Dafa, Waris Suyitno alias Masuit, dan Jajang Iqin Sodikin, yang diketahui sebagai teman Ahmad Sukri.

“Kami terus melakukan pengembangan. Mereka yang masih ditahan terus dilakukan pemeriksaan. Jika tidak terbukti akan dilepas,” jelas Martinus.

Penyandang dana

Selain menangkap mereka yang diduga terlibat bom bunuh diri Kampung Melayu, polisi juga menciduk seorang pria berinisial RS (34) di Gunungkidul, Yogyakarta, Selasa, 6 Juni 2017, karena diyakini menjadi penyandang dana empat warga negara Indonesia (WNI) yang kini berstatus buronan kepolisian Filipina.

“RS ditangkap karena memberi dana untuk keberangkatan empat WNI yang jadi DPO (Daftar Pencarian Orang) polisi Filipina. Jumlahnya sekitar US$7.500,” jelas Martinus.

Keempat WNI yang diburu polisi Filipina adalah Al Ikhwan Yushel, Yayat Hidayat Tarli, Anggara Suprayogi, Yoki Pratama Windyarto karena diduga terlibat kelompok Maute di Marawi, Filipina Selatan.

Menurut Martunis, dana tersebut dikirim RS pada awal Februari lalu, tetapi dari mana sumber dan bagaimana cara pengirimannya terus didalami polisi yang masih memeriksa yang bersangkutan.

Sejumlah media melaporkan, tim Densus 88 juga telah menangkap tiga pria yang diduga terlibat jaringan terorisme di Kota Medan, Sumatera Utara, Selasa malam, tetapi belum ada konfirmasi terkait identitas dan peran mereka.

Polisi juga dikabarkan telah menangkap tiga terduga teroris di lokasi terpisah di Provinsi Banten, Rabu. Tapi, belum diketahui apakah ketiganya terkait dengan bom bunuh diri di Kampung Melayu atau tidak.

Kapolda Banten, Brigjen. Pol. Listyo Sigit Prabowo ketika dikonfirmasi wartawan hanya membenarkan adanya penangkapan itu, namun menolak menjelaskan secara detil.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.