Bio Farma Produksi Alat Tes PCR, Jokowi Targetkan Penambahan Uji COVID-19
2020.06.23
Jakarta
Di tengah kasus positif COVID-19 yang terus bertambah di Indonesia, Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengumumkan perusahaan farmasi milik negara Bio Farma telah berhasil memproduksi alat tes Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendiagnosis virus sebanyak 50 ribu per pekan.
Produksi alat tes dalam negeri ini, diharapkan Jokowi, dapat meningkatkan kapasitas pengetesan COVID-19 sehingga pengendalian penyebaran SARS-CoV-2 di tanah air dapat dikontrol.
"Apabila dapat ditingkatkan menjadi sebanyak dua juta setiap bulan, maka kebutuhan alat tes PCR dalam negeri dapat terpenuhi dengan produksi kita sendiri," kata Jokowi lewat akun instagram pribadinya pada Selasa (23/6).
Rasio tes COVID-19 Indonesia memang tergolong rendah dibanding negara tetangga, semisal Malaysia, yang mampu mengetes sekitar 19 ribu per 1 juta penduduk, Indonesia baru bisa mengetes sekitar 2000-an per 1 juta orang.
Rendahnya daya tes nasional diakui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa kemarin. Menurut Suharso, Indonesia semestinya bisa melakukan sekitar 30 ribu tes spesimen per hari.
Pada 4 Juni, Jokowi sempat mematok target kepada otoritas kesehatan agar dapat melakukan pengetesan sekitar 20 ribu spesimen per hari. Target itu terwujud pada 18 dan 19 Juni, namun kembali meleset.
Dalam keterangan pers Selasa, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan jumlah tes harian masih di bawah 20 ribu.
Kasus positif yang terkonfirmasi bertambah sebanyak 1.051 pada Selasa, sehingga total kasus nasional kini menjadi 47.896, kata Yurianto.
Korban sembuh tercatat 19.241 orang, sedangkan korban meninggal sebanyak 2.535 jiwa, ujarnya.
Pinjaman AIIB
Untuk penanganan dampak COVID-19, Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) pada hari ini menyatakan telah menyetujui total pinjaman sebesar US $1 miliar atau sekitar 15 triliun rupiah kepada Indonesia.
Lembaga pembiayaan multilateral bermarkas di Cina tersebut membagi pinjaman dalam dua tahap.
Pinjaman pertama senilai US $750 juta, digabung dengan pinjaman dari Bank Pembangunan Asia (ADB) lewat skema co-financing, akan dimanfaatkan sebagai stimulus ekonomi untuk bisnis, kelompok usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), keluarga miskin, dan memperkuat sistem pelayanan kesehatan nasional.
Sedangkan pinjaman kedua senilai US $250 juta yang bekerja sama dengan World Bank akan dipakai untuk memperkuat penanganan kesehatan seperti kesiapan tes, pemantauan, pencegahan, dan kesiapan rumah sakit menangani COVID-19.
"Pandemi COVID-19 telah memaksa banyak negara berkembang untuk mengambil keputusan yang sulit untuk memenuhi kebutuhan warganya. Dukungan AIIB ini diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya Pemerintah Indonesia mengatasi berbagai tantangan di tengah ketidakpastian," kata Wakil Presiden bidang Operasional Investasi AIIB, D.J. Pandian, dalam keterangan tertulis.
AIIB memperkirakan pandemi akan kian membebani sistem kesehatan Indonesia yang selama ini sudah tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga.
Terlebih, Pemerintah Indonesia juga telah memperkirakan pertumbuhan ekonomi pasca-COVID-19 akan menurun tajam. Belum lagi angka pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat penghentian aktivitas ekonomi yang diperkirakan mencapai 1 juta hingga 7 juta orang.
Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) memprediksi perekonomian Indonesia pada tahun ini akan terkontraksi hingga 1 persen sebagai dampak dari wabah virus corona.
Namun, ADB juga meramalkan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,3 persen pada 2021 karena bertambahnya belanja rumah tangga, membaiknya iklim investasi, dan mulai pulihnya perekonomian dunia.
AIIB berharap negara anggota seperti Indonesia dapat memastikan pemulihan ekonomi sesegera mungkin.
"Indonesia telah menunjukkan manajemen ekonomi makro yang baik sebelum krisis dan menunjukkan komitmen untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Kami akan terus responsif terhadap kebutuhan negara sepanjang krisis," lanjut Pandian.
Pinjaman pertama senilai US $750 juta memiliki tenor 12,5 tahun dengan bunga libor 0,5 persen. Sementara pinjaman kedua sebesar US $250 juta bertenor 13,5 tahun dengan bunga libor 0,5 persen.
Adapun Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengapresiasi keputusan AIIB, "Pinjaman ini penting bagi Indonesia untuk mendukung program kesehatan dan memperluas program bantuan sosial bagi keluarga miskin dan rentan untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi dari COVID-19,” ujarnya.
Pemerintah sendiri mengalokasikan dana penanganan COVID-19 sebesar Rp695,2 triliun, naik dari sebelumnya Rp677 triliun.