BNPT Waspadai Peningkatan Aktivitas Perekrutan Militan Selama Pandemi

Boy Rafli Amar juga mengajukan penambahan anggaran sebesar Rp361,6 miliar lebih untuk penanggulangan terorisme.
Ronna Nirmala
2020.06.23
Jakarta
200623_ID_BoyRafliAmar_1000.jpg Boy Rafli Amar, yang pada waktu itu adalah juru bicara Kepolisian Republik Indonesia, memimpin konferensi pers di Jakarta perihal terbunuhnya Santoso, teroris yang telah lama berada dalam daftar pencarian orang karena memimpin kelompok militan bersenjata Mujahidin Indonesia Timur, 19 Juli 2016.
Reuters

Dalam masa pandemi COVID-19 kelompok militan tetap merekrut anggota baru dan juga melakukan serangan, demikian kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar, Selasa (23/6), dimana pada saat yang sama ia juga mengajukan penambahan anggaran penanggulangan terorisme untuk tahun 2021.

Sepanjang Januari hingga Juni 2020, setidaknya ada 84 orang dalam pengawasan dan penyelidikan oleh aparat hukum karena diduga terlibat dalam aktivitas perekrutan tersebut, kata Boy Rafli.

“Kelompok radikal masih tetap aktif melakukan aksinya dengan propaganda perekrutan baik secara online ataupun offline selama pandemi COVID-19,” kata Boy dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR/RI yang disiarkan secara daring.

“Kita lihat bahwa hari ini penyalahgunaan dari dunia maya cukup tinggi berkaitan dengan penyebarluasan paham ideologi terorisme,” katanya.

Boy Rafli tidak merinci berapa banyak dari 84 orang tersebut yang telah berhasil ditangkap, begitu pula dengan sangkaan aksi terorisme yang dilakukan.

Kendati demikian, dia mengatakan Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Jawa Timur sebagai tiga provinsi dengan aktivitas terkait terorisme yang patut diwaspadai BNPT.

Pada tiga provinsi tersebut, BNPT berencana untuk membentuk aktivitas pengalihan dengan melibatkan pemuda Muslim dan masyarakat lokal.

“Tahun ini kita akan membentuk semacam agrowisata ikhwan dengan melibatkan unsur masyarakat di daerah yang terkait dengan aktivitas dan juga keberadaan napiter (narapidana terorisme). Ada tiga pilot projects yang kita tentukan, Sulteng, NTB dan Jatim,” kata Boy, seraya menambahkan wacana ini masih dibahas secara intensif bersama 38 kementerian/lembaga terkait lainnya.

Ajukan penambahan anggaran

Dalam rapat dengar pendapat, Boy Rafli Amar juga mengajukan penambahan anggaran sebesar Rp300 miliar lebih untuk organisasi yang baru dinakhodainya sejak Mei lalu itu.

“Untuk dapat mencapai sasaran kinerja yang telah ditetapkan, BNPT telah mengajukan usulan tambahan anggaran tahun 2021 kepada Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas sebesar Rp361,6 miliar,” kata Boy.

Boy mengatakan, Kementerian Keuangan telah memberikan pagu indikatif untuk BNPT pada tahun 2021 sebesar Rp515 miliar. Anggaran tersebut, kata Boy, akan digunakan untuk program penanggulangan terorisme, pencegahan, penindakan, kerja sama internasional hingga dukungan manajemen.

Sementara, tambahan anggaran akan digunakan untuk kegiatan pengawasan, identifikasi korban, program deradikalisasi, hingga penguatan pusat analisis dan pengendalian krisis (pusdalsis).

Boy juga meminta persetujuan dari anggota dewan untuk menunjuk tiga deputi baru demi memaksimalkan peran BNPT sesuai UU Terorisme.

“Jika ini disetujui, BNPT akan memiliki 6 deputi; deputi bidang sistem kebijakan, kedua kontra-radikalisme, ketiga kesiapsiagaan nasional, keempat deradikalisasi, kelima penegakan hukum dan pemantauan, dan keenam bidang kerja sama internasional,” kata Boy.

Juru Bicara Kepolisian RI Brigjen Argo Yuwono mengakui dalam beberapa bulan terakhir aktivitas penangkapan anggota kelompok teroris di berbagai wilayah gencar dilakukan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri. Namun, Argo tidak merinci berapa banyak jumlahnya.

“Pada prinsipnya Polri akan selalu melakukan pencegahan di tengah masyarakat,” kata Argo kepada BenarNews.

Pada Senin (22/6), aparat meringkus tiga orang terduga teroris di Kecamatan Kampar, Provinsi Riau, namun polisi tidak memberi keterangan rinci tentang kegiatan mereka.

Sebelumnya, pada Maret 2020, polisi menembak mati satu terduga anggota kelompok militan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan menangkap tiga lainnya di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

Sementara pada April 2020, aparat kepolisian menembak mati dua anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Sulawesi Tengah, setelah keduanya melukai seorang polisi.

Kemudian pada 5 Juni 2020, Densus 88 Antiteror Polri menangkap dua pemuda di Kalimantan Selatan yang diduga menjadi perekrut penyerang Mapolsek Daha Selatan yang menyebabkan seorang perwira polisi meninggal dunia.

Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono, mengatakan dua pemuda berinisial AS (33) dan TA (24) yang diduga anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) cabang Kalimantan Selatan itu merekrut empat orang.

Dari perekrutan tersebut, TA lalu memberikan uang operasional amaliyah sebesar Rp500 ribu untuk pembuatan pedang samurai yang kemudian digunakan AR menyerang tiga polisi di Mapolsek Daha Selatan. AR tewas ditembak oleh aparat dalam insiden tersebut.

Bermula dari silaturahmi

Peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Deradikalisasi (PAKAR), Adhe Bakti, mengatakan, setidaknya ada tiga pola sikap yang diambil oleh kelompok pro-ISIS di Indonesia selama masa pandemi ini. Pertama, ada kelompok yang memanfaatkan pandemi sebagai kesempatan untuk meluaskan pengaruh melalui kegiatan sosial untuk anggota atau masyarakat umum.

Kedua, memaknai pandemi sebagai hukuman yang dikirimkan Tuhan kepada musuh-musuh mereka.

“Dan yang ketiga, tidak hanya bersyukur, namun ambil bagian dalam peperangan dengan turut memanfaatkan kelemahan negara saat ini yang energinya sedang terkuras,” tukas Adhe.

Lembaga kajian konflik, Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), pada akhir April 2020, merilis studi terbaru terkait kelompok teroris MIT yang memanfaatkan pandemi COVID-19 untuk meningkatkan aksi teror mereka.

“Hal ini cukup untuk meyakinkan para pejuang di kelompok itu bahwa akhirnya mereka bisa mengalahkan Indonesia,” sebut laporan tersebut.

Dalam pandangan MIT, pandemi virus corona telah melemahkan ekonomi negara-negara yang tengah berperang melawan kelompok radikal ISIS seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, Turki, Arab Saudi, Iran, dan Indonesia, kata IPAC.

Dalam kajian itu, IPAC juga memperingatkan pemerintah untuk memantau upaya penggalangan dana terkait COVID-19, termasuk pengumpulan dana untuk pakaian Alat Perlindungan Diri (APD).

“Sebagian besar penggalangan dana untuk penanganan pandemik adalah sah, tetapi sejarah dua dekade terakhir di Indonesia memperlihatkan ketika terjadi bencana, kaum ekstremis selalu berusaha mengambil keuntungan,” demikian laporan IPAC.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.