Polisi Tembak Mati Terduga Militan Terkait Bom di Gereja Makassar
2021.04.15
Jakarta
Petugas keamanan di Sulawesi Selatan pada Kamis (15/4) menembak mati seorang yang diduga terkait serangan bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar bulan lalu, demikian juru bicara kepolisian.
Kabid Humas Polda Sulawesi Selatan Kombes E. Zulpan mengatakan tersangka berinisial MT yang diduga anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) melakukan perlawanan kepada petugas saat dijemput di kediamannya di Jl. Mannuruki, Makassar.
“Sebenarnya kita ingin mengamankan yang bersangkutan karena diduga terlibat atau punya peran atas aksi bom bunuh diri di Katedral,” kata Zulpan kepada BenarNews.
“Ketika Densus ingin mengamankan, dengan dijemput ke rumahnya, yang bersangkutan justru melakukan penyerangan agresif dengan senjata parang di kedua tangannya. Tindakan itu membahayakan jiwa dan keselamatan petugas.”
Polisi sempat memberikan tembakan peringatan, namun tindakan itu malah semakin membuat dia bertindak lebih agresif, sebut Zulpan.
“Petugas yang datang memang menggunakan pakaian preman — dengan sudah menunjukkan identitas, tapi tidak dihiraukan. Sudah diberi tembakan peringatan juga, tapi malah semakin menyerang secara agresif,” katanya.
“Akhirnya kita lakukan tindakan tegas dan terukur dengan menembak yang bersangkutan dan memang meninggal dunia,” sambung Zulpan.
Jenazah saat ini sudah berada di RS Bhayangkara Polri Makassar untuk dilakukan otopsi. Kepolisian belum bisa mengungkap peran dan kronologi penangkapan yang merenggut nyawa tersebut.
“Dia bagian dari jaringan JAD, kelompok Mutiara,” kata Zulpan, merujuk kepada kompleks perumahaan di Makassar yang menjadi tempat kelompok JAD setempat berkumpul.
Sementara itu, Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan dalam keterangan pers di Jakarta mengatakan Densus 88 kembali menangkap seorang tersangka berinisial MY di Makassar pada Rabu (14/4), atau selang satu hari dari penangkapan enam lainnya.
Ramadhan mengatakan MY memiliki peran dalam perencanaan penyerangan ke gereja. “Satu kelompok; kelompok Villa Mutiara yang merupakan pengikut JAD. Jadi update-nya 31 orang terhitung pasca-bom bunuh diri,” kata Ramadhan.
Pada 28 Maret, pasangan suami-istri Muhammad Lukman Alfarizi dan Yogi Sahfitri Fortuna melakukan aksi bom bunuh diri di depan gerbang Gereja Katedral di Makassar. Sebanyak 20 jemaah yang baru selesai melaksanakan misa mengalami luka akibat bom yang dirakit dalam panci tersebut.
Polisi mengatakan kedua pelaku bom bunuh diri terafiliasi dengan kelompok pro-Negara Islam (ISIS), JAD cabang Makassar, dan kerap mengikuti pengajian dengan doktrin radikal di Perumahan Villa Mutiara, Makassar.
Sel JAD di Sulsel
Peneliti senior Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), Muh. Taufiqurrohman, mengatakan kekuatan JAD Makassar akan melemah dengan rangkaian penangkapan sejak awal tahun hingga pasca-bom bunuh diri di gereja.
Kendati secara kuantitatif melemah, jaringan JAD lainnya di Sulawesi Selatan masih memiliki anggota yang jumlahnya tetap berpotensi menimbulkan ancaman.
“Sisa jaringan Sulsel masih kemungkinan punya akses ke Filipina, Poso (MIT/Mujahiddin Indonesia Timur) dan Bima. Jadi mereka akan tetap menjadi ancaman bagi keamanan di Sulsel,” kata Taufiqurrohman saat dihubungi.
Data PAKAR menyebut jumlah anggota JAD di Makassar mencapai sekitar 60 orang.
Januari 2021, sebanyak 20 anggota JAD Makassar—dua di antaranya ditembak mati—ditangkap Densus karena diduga terlibat pengiriman dana untuk pasangan suami istri, Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani Saleh, yang melakukan bom bunuh diri di Gereja Our Lady of Mount Carmel di Jolo, Filipina Selatan, pada 2019.
Dua pelaku bom bunuh diri di gereja Makassar juga menjadi buron aparat yang pernah ikut terlibat dalam aksi pengeboman gereja di Jolo, sebut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Dengan perkembangan penangkapan, anggota JAD Makassar diperkirakan hanya tersisa kurang dari sepuluh orang. Sementara, di wilayah Sulawesi Selatan lainnya, masih terdapat sekitar 30 anggota kelompok pro-ISIS tersebut, kata Taufiqurrohman.
Taufiqurrohman menambahkan, rangkaian penangkapan ini tidak akan membuat sel JAD tertidur layaknya Jamaah Islamiyah (JI). Kelompok ini juga tidak segan melakukan konfrontasi dengan aparat keamanan sebagai bentuk perlawanan maupun balas dendam.
“Anggota JAD memang berkomitmen untuk melawan aparat sampai titik darah penghabisan. Mereka juga lebih suka mati dalam suatu perlawanan dengan aparat daripada ditangkap hidup-hidup,” merujuk pada insiden penangkapan yang berujung penembakan.
Sumpah setia
Sementara itu, sebanyak 34 narapidana tindak pidana terorisme pada Kamis bersumpah setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Jawa Barat Sudjonggo dalam keterangannya mengatakan, 34 napi ini adalah bagian dari 56 napi terorisme yang saat ini mendekam di penjara dengan pengamanan ekstra-ketat itu. Adapun sisanya masih dalam tahap deradikalisasi.
“Pembinaan terus berjalan, karena pidananya juga berbeda-beda. Itu yang menyebabkan kenapa tidak semuanya, karena memang pidananya berbeda-bdea. Secara usia berbeda, daya nalar berbeda,” kata Sudjonggo.
Sudjonggo tidak memberikan perincian perihal nama, latar belakang afiliasi kelompok militan, dan dakwaan para 34 napi ini.
“34 napi ini rata-rata masih usia produktif, masih usia muda. Jangan sampai perbuatannya terulang karena perutnya lapar hanya karena tidak bisa diterima masyarakat,” katanya.