Mabes Polri Ajukan Boy Rafli sebagai Kepala BNPT

Pengamat menilai Boy Rafli memiliki “pekerjaan rumah” membenahi program deradikalisasi yang dinilai belum berjalan maksimal.
Arie Firdaus
2020.05.01
Jakarta
200501_ID_BNPT_1000.jpg Boy Rafli Amar, yang saat itu menjadi kepala bagian penerangan umum Polri memperlihatkan gambar enam terduga teroris dalam sebuah konsfrensi pers di Jakarta, 3 Januari 2014.
AFP

Kepolisian Indonesia mengajukan Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggantikan Komisaris Jenderal Suhardi Alius yang bakal menempati jabatan baru sebagai analis kebijakan utama Bareskrim Polri, kata juru bicara Polri, Jumat (5/1).

Boy yang pernah ikut bertugas di Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri pada saat-saat awal unit tersebut dibentuk, adalah wakil kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri dan kepala bagian penerangan umum Polri sebelum diajukan sebagai kepala BNPT.

Kepala Bagian Penerangan Mabes Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra, tidak mengatakan kapan Boy akan dilantik President Joko “Jokowi” Widodo.

"Kami akan menyampaikan usulan ini (pengajuan Boy Rafli) terlebih dahulu kepada Presiden Joko Widodo. Kami mengikuti Istana (kepresidenan)," kata Asep Adi kepada BenarNews.

Sesuai prosedur, kepala BNPT diajukan kepolisian kepada presiden untuk selanjutnya ditetapkan secara resmi dan dilantik.

Suhardi menjabat kepala BNPT pada Juli 2016, menggantikan Tito Karnavian yang kala itu naik pangkat menjadi Kepala Polri. Sepanjang empat tahun masa tugas di BNPT, Suhardi mengutamakan pendekatan persuasif dalam menanggulangi terorisme dengan merangkul para eks militan dalam program deradikalisasi.

Ia juga mendukung pembangunan dua pesantren di Deli Serdang, Sumatra Utara, dan di Lamongan, Jawa Timur, yang akan menampung anak-anak terpidana terorisme.

"Suatu yang keras jika kita pukul dengan kekerasan maka akan hancur. Ini bukan barang mati, tapi barang hidup yang menjadi sel-sel teroris yang akan tumbuh lagi," kata Suhardi kepada BenarNews di Washington D.C pada Juli tahun lalu.

Pekerjaan Rumah

Sebelum diajukan menjadi Kepala BNPT, Boy Rafli pernah bertugas di Densus 88 Antiteror Mabes Polri sebagai Kanit Negosiasi Subden Penindak pada 2007.

Setahun bertugas di Densus 88, ia kemudian ditugaskan menjadi Direktur Reserse dan Kriminal umum Kepolisian Daerah Maluku Utara, Kapoltabes Padang, lalu ditarik ke ibu kota sebagai Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kepala Bagian Penerangan Umum Divhumas Mabes Polri, hingga Kadivhumas Mabes Polri.

Pada April 2017, ia ditugaskan menjadi Kepala Polda Papua selama sekitar setahun lalu ditunjuk menjadi Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri.

Mengenai rekam jejak Boy dan evaluasi kinerja Suhardi selama menjabat kepala BNPT, pengamat Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones enggan berkomentar lebih lanjut. Ia hanya mengatakan, "Menurut saya, penting darah baru di BNPT."

Adapun pengamat dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi Adhe Bhakti mengatakan, "Ia (Boy) pernah bertugas di Satgas Bom. Jadi ia memiliki latar belakang di kontra-terorisme lebih baik dari pendahulunya," kata Adhe kepada BeritaBenar.

Terkait "pekerjaan rumah" untuk Boy di jabatan baru nanti, Adhe menekankan ihwal program deradikalisasi yang selama ini belum berjalan maksimal.

"Program deradikalisasi harus lebih disempurnakan. Kepala BNPT baru harus mendorong penerapan program pemantauan pasca penjara agar berkelanjutan," kata Adhe.

"Tidak berhenti setelah narapidana terorisme menyelasaikan masa pidananya. Tidak kalah penting juga penguatan kerja sama antarlembaga yang harus semakin kuat, termasuk organisasi masyarakat sipil."

Pun, Sidney Jones yang menyebut, "Program deradikalisasi tidak jelas hasilnya apa. Perlu semacam evaluasi."

Beberapa narapidana kasus terorisme memang kedapatan kembali melakukan pidana serupa selepas bebas dari penjara.

Dua dari pelaku bom bunuh diri dan penembakan di Jalan Thamrin, Jakarta, pada Januari 2016 silam adalah bekas narapidana terorisme.

Kasus pelemparan bom molotov ke Gereka Oikumene Samarinda, Kalimantan Timur yang menewaskan seorang balita dan melukai tiga orang lainnya pada November 2016.

Pelaku merupakan simpatisan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) bernama Juhanda yang pernah dihukum 3,5 tahun penjara setelah terbukti terlibat dalam teror paket bom dalam buku ke sejumlah tokoh dan  bom di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) pada 2011.

Mutasi Lain

Selain Suhardi Alius dan Boy Rafli Amar, sejumlah pejabat tinggi kepolisian turut dimutasi.

Setidaknya terdapat sembilan kepala polda yang mendapat tugas baru.

Mereka yang digeser, antara lain, Kapolda Jawa Timur yang akan diisi Irjen Mohammad Fadil Imran yang sebelumnya merupakan Staf Ahli Sosbud Kapolri, Kapolda Jawa Tengah akan diisi oleh Brigjen Polisi Ahmad Luthfi yang sebelumnya Wakapolda Jawa Tengah, dan Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) akan diisi oleh Irjen Muhammad Iqbal yang sebelumnya menjabat Kepala Divisi Humas.

Kapolda Banten akan diisi oleh Irjen Fiandar yang saat ini menjabat sebagai Gubernur Akademi Kepolisian, Kapolda Bengkulu yang akan ditempati Brigjen Polisi Teguh Sarwono yang saat ini menjabat sebagai Wakapolda Maluku, Kapolda Kalimantan Tengah akan diisi oleh Brigjen Dedi Prasetyo yang kini menjabat seabagai Karobinkan SSDM Polri.

Serta, Kapolda Kepulauan Riau akan diisi oleh Irjen Aris Budiman yang saat ini merupakan Ketua STIK Lemdiklat Polri, Kapolda Kalimantan Selatan yang akan diisi oleh Irjen Nico Afinta yang saat ini merupakan Staf Ahli Sospol Kapolri, dan Kapolda Sumatra Selatan akan diisi oleh Irjen Eko Indra Heri yang saat ini menjabat Asisten SDM Polri.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.