BPS: Ekonomi Indonesia Naik di Kuartal Dua, Analis: Bisa Anjlok Jika PPKM Berlanjut

Walaupun ada perbaikan, kondisi belum kembali ke sebelum pandemi.
Ronna Nirmala
2021.08.05
Jakarta
BPS: Ekonomi Indonesia Naik di Kuartal Dua, Analis: Bisa Anjlok Jika PPKM Berlanjut Seseorang berjalan melewati gerobak makanan yang tidak digunakan di tengah masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat dalam rangka penanggulanan pandemi COVID-19 di Jakarta, 5 Agustus 2021.
AFP

Indonesia dalam kuartal April hingga Juni mencatat pertumbuhan ekonomi pertamanya sejak dimulainya pandemi, demikian Badan Pusat Statistik, Kamis (5/8), tetapi para analis mengatakan angka positif tersebut tidak akan bertahan lama jika pembatasan karena pandemi tidak dilonggarkan.

“Kinerja kuartal kedua 2021 mengalami pertumbuhan positif. Indonesia sudah keluar dari resesi,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono dalam keterangan pers virtual.

Ia menyebut pada kuartal kedua tersebut pertumbuhan ekonomi mencapai 7,07 persen secara tahunan, didorong oleh konsumsi rumah tangga setelah adanya pelonggaran mobilitas saat itu serta kinerja sektor investasi dan ekspor dari pemulihan perdagangan internasional

Perekonomian Indonesia masuk ke jurang resesi pada kuartal ketiga tahun lalu, setelah kinerja minus pada dua kuartal sebelumnya secara berturut-turut yakni 3,49 persen dan 5,32 persen, akibat pembatasan mobilitas selama pandemi yang menurunkan daya beli publik. Kinerja ini menjadi yang terburuk dalam dua dekade terakhir. 

Kontraksi produk domestik bruto (PDB) tetap berlanjut hingga kuartal pertama tahun ini dengan minus 0,74 persen. 

BPS mencatat struktur PDB kuartal kedua tahun ini berdasarkan pengeluaran masih didominasi konsumsi rumah tangga dengan 55,07 persen, diikuti Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi dengan 29,86 persen, dan ekspor dengan 20,31 persen. 

Dari sisi konsumsi rumah tangga, pelonggaran mobilitas yang memicu adanya pergerakan transportasi dan belanja harian serta penyaluran bantuan sosial COVID-19 yang menggerakkan sejumlah pelaku usaha maupun masyarakat peneirma menjadi faktor penunjang pertumbuhan. 

Sementara pertumbuhan ekspor melaju berkat naiknya harga komoditas dan permintaan dari sejumlah negara mitra dagang Indonesia seperti Cina, Amerika Serikat (AS), dan Singapura. 

“Jadi pemulihan dari mereka berpengaruh besar, utamanya didorong oleh permintaan barang mineral, besi dan baja, serta mesin dan peralatan listrik,” kata Margo. 

Pertumbuhan pada kuartal kedua tercatat sebagai yang tertinggi dalam 17 tahun terakhir. Kendati begitu, Margo mengingatkan pertumbuhan pada periode ini masih belum mengartikan perekonomian Indonesia telah kembali ke posisi normal. 

“Ini mengindikasikan ekonomi Indonesia sudah membaik, namun catatan saya meski sudah tumbuh positif, sudah ada perbaikan, namun belum kembali ke kondisi ekonomi sebelum pandemi COVID-19,” kata Margo. 

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Arief Budimanta, mengatakan pemerintah akan terus berupaya menjaga momentum positif ini. 

“Jika terus dipertahankan, akan membuat perekonomian nasional ke depan tidak hanya mengandalkan kekuatan konsumsi rumah tangga saja, tetapi beralih ke arah yang lebih produktif yaitu investasi dan ekspor,” kata Arief dalam keterangan tertulisnya. 

Arif menyebut upaya yang akan didorong antara lain melalui kebijakan fiskal dan moneter maupun insentif perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi seraya tetap meningkatkan kehati-hatian karena situasi pandemi yang belum mereda.  

“Kita tetap berhati-hati karena situasi pandemi masih terjadi dengan varian baru yang sangat mungkin kembali menjangkiti berbagai negara yang saat ini telah membaik menjadi kembali memasuki situasi krisis, serta memaksa kita untuk kembali melakukan pembatasan sosial yang lebih ketat,” katanya. 

Sejak awal Juni dengan menyebarnya varian delta dan rendahnya vaksinasi, angka penularan COVID-19 di Indonesia meroket hingga sempat mencapai 50.000 tambahan kasus perhari walaupun sekarang menurun ke sekitar 30.000. Sementara itu kemarin angka total kematian telah mencapai lebih dari 100.000, mejadikan Indonesia negara kedua di Asia setelah India dengan fatalitas di atas ambang tersebut.

Sebuah keluarga berkumpul saat petugas mengubur salah satu kerabat mereka di tempat pemakaman khusus COVID-19, Rorotan, Jakarta, 5 Agustus 2021. [AFP]
Sebuah keluarga berkumpul saat petugas mengubur salah satu kerabat mereka di tempat pemakaman khusus COVID-19, Rorotan, Jakarta, 5 Agustus 2021. [AFP]

Sulit terulang

Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Pulau Jawa-Bali serta sejumlah wilayah lannya sejak awal Juli menyusul lonjakan kasus COVID-19 diprediksi akan membuat pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga tidak akan sebaik sebelumnya, demikian ekonom senior dan mantan Menteri Keuangan Chatib Basri. 

“Kita punya pola di kuartal kedua 2021, sehingga saya memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat di kuartal ketiga karena dalam empat minggu terakhir terjadi pengetatan aktivitas,” kata Chatib, dalam acara Dialog Ekonomi tentang Kinerja Ekonomi Kuartal II 2021. 

Adapun pola yang dimaksudnya antara lain pembanding pertumbuhan ekonomi pada kuartal ini, baik secara kuartalan maupun tahunan, memiliki baseline yang sangat rendah dan juga pelonggaran mobilitas masyarakat selama periode April hingga awal Juni yang membawa dampak positif baik pada aktivitas industri manufaktur maupun konsumsi rumah tangga. 

Kendati demikian, laju ekonomi masih dapat tertolong pada kuartal keempat apabila pemerintah berhasil mengatasi pandemi dengan baik pada kuartal ketiga. “Sehingga kuartal keempat bisa kembali dilonggarkan maka pertumbuhan ekonomi bisa naik dengan pola ‘W’,” katanya. 

Chatib memprediksi pertumbuhan ekonomi 2021 akan berada di bawah proyeksi pemerintah di rentang 5-5,3 persen dari kondisi ini. 

“Akan sulit mencapai 5 persen, mungkin pertumbuhan ekonomi akan sedikit di bawah 4 persen atau sedikit di atas 4 persen, tapi tetap akan lebih baik dari 2020 yang minus 2,1 persen,” katanya. 

Pada kesempatan sama, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, mendorong pemerintah agar membuka kegiatan kepada pelaku usaha dan pekerja di sektor manufaktur secara penuh untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi pada kuartal ini.

“Kalau tidak dilakukan 100 persen akan sulit sekali, karena bukan apa-apa, kita bicara di sini industri yang sangat esensial dan export oriented. Kita mesti melihat bahwa adanya global demand,” kata Arsjad, sekaligus menambahkan catatan bahwa pelaku usaha telah melakukan vaksinasi dan taat protokol kesehatan. 

Ekonom Universitas Indonesia, Ninasapti Triaswati, menambahkan momentum pertumbuhan di kuartal kedua masih bisa sedikit dijaga pada periode selanjutnya apabila kondisi perekonomian negara mitra dagang Indonesia tetap pada zona positif. 

“Paling tidak kalau ekspor kita masih bisa optimistis karena disokong negara-negara mitra dagang Indonesia yang menunjukkan pertumbuhan baik seperti China, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa,” kata Ninasapti melalui sambungan telepon.

Senada dengan Chatib, Ninasapti juga mengatakan harapan untuk mempertahankan kinerja konsumsi rumah tangga sebagai sumber pertumbuhan tertinggi perekonomian Indonesia akan sulit tercapai karena pembatasan mobilitas selama pandemi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.