Bunuh Dua Remaja, Kolonel Dihukum Seumur Hidup

Salah satu dari dua korban yang ditabrak oleh mobil Kolonel Priyanto masih dalam keadaan hidup ketika dilempar ke sungai.
Arie Firdaus
2022.06.07
Jakarta
Bunuh Dua Remaja, Kolonel Dihukum Seumur Hidup Kolonel Priyanto (tengah) memasuki ruang sidang sebelum persidangannya di Pengadilan Militer, di Jakarta, 7 Juni 2022.
[AP]

Pengadilan Militer Jakarta pada Selasa (7/6) menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada seorang kolonel Angkatan Darat karena membuang tubuh dua remaja ke sungai setelah mobilnya menabrak mereka di Jawa Barat akhir tahun lalu.

Majelis pengadilan militer yang dipimpin Brigadir Jenderal Faridah Faisal juga memecat terdakwa Kolonel Priyanto yang telah berdinas di TNI selama 28 tahun.

"Terdakwa terbukti bersalah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana, menghilangkan mayat untuk menyembunyikan kematian," ujar Faridah.

Dalam pertimbangan memberatkan, Faridah menilai tindakan Priyanto tidak berperikemanusiaan. 

"Sebagai prajurit yang dilatih, (latihan) justru dipakai untuk menghilangkan nyawa orang lain dengan kejam dan bertentangan dengan hak asasi manusia," ujarnya.

Perbuatan Priyanto, menurut hakim, telah merusak citra TNI di mata masyarakat.

Vonis ini sama dengan tuntutan jaksa dalam persidangan dua pekan sebelumnya.

Kejadian yang menimpa Priyanto bermula saat mobil yang dikemudiakan anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko, menabrak Handi Saputra (18) dan Salsabila (14) di Nagreg, Jawa Barat, pada 8 Desember 2021.

Seorang penumpang lain adalah Kopral Satu Ahmad Soleh, juga anak buah Priyanto.

Merujuk ahli forensik, Handi masih bernapas usai ditabrak, sementara Salsabila telah meninggal dunia.

Namun alih-alih membawa Handi ke rumah sakit --alasan yang digunakan kala mengangkut korban dari lokasi, Priyanto justru membuang tubuh keduanya ke Sungai Serayu di Jawa Tengah.

Tindakan itu, terang hakim Faridah, telah termasuk dalam pembunuhan berencana karena Priyanto memiliki waktu untuk berpikir ulang sebelum melempar korban yang belum meninggal dunia ke sungai.

Apalagi sebelum melancarkan aksinya, kedua anak buah telah pula menyarankan Priyanto untuk membawa korban ke rumah sakit, tapi ditolaknya.

Priyanto bahkan diketahui balik membentak anak buahnya dengan mengatakan, "Kita itu tentara, jangan cengeng."

Bahkan saat melihat Andreas dalam kondisi gelisah saat menyetir dengan membawa korban, terang hakim, Priyanto memutuskan untuk mengambil alih kemudi mobil seraya mengatakan bahwa, "Saya pernah mengebom rumah tanpa ketahuan."

"Terdakwa memiliki niat untuk menghilangkan nyawa korban sehingga memenuhi syarat secara sengaja dan merencanakan pembunuhan," kata Faridah.

"Sesampai di Sleman, terdakwa bahkan sempat bertanya kepada anak buahnya, 'Apa sudah (berita kematian pasangan remaja) ada di medsos?'"

Andreas Dwi Atmoko dan Ahmad Soleh kini masih menjalani persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, masing-masing di pengadilan militer Yogyakarta dan Bandung.

“Pikir-pikir”

Priyanto, yang sepanjang persidangan yang berlangsung sekitar satu jam berdiri menyimak pembacaan putusan, belum memutuskan apa akan banding.

"Saya pikir-pikir (banding atau menerima)," kata Priyanto, kala ditanya majelis apakah akan mengajukan banding atau menerima vonis.

Begitu pula sikap Oditur Militer Wilder Boy yang mengatakan masih mempertimbangkan putusan majelis hakim.

"Kami akan membicarakan dengan kepala, apakah banding atau menerima," ujarnya.

Kasus Priyanto sendiri beroleh perhatian dari Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Dalam keterangan kepada wartawan Senin, ia mengatakan, "Kami kawal terus proses hukum yang menonjol itu (kasus Priyanto)."

Juru bicara Pengadilan Militer Jakarta Kolonel Hanifan Hidayatullah seusai persidangan mengatakan, andaikata vonis telah berkekuatan hukum tetap, Priyanto akan ditahan di lembaga pemasyarakatan sipil.

"Bukan lagi di penjara militer karena dia sudah dipecat," ujar Hanifan.

Jika pemecatan telah pula berkekuatan hukum tetap, segala hak dan previlese Priyanto pun akan dicabut.

"Jadi, ia sudah tidak akan lagi menerima uang pensiun dan tunjangan," kata Hanifan.

Dalam pembelaan di persidangan pada 11 Mei lalu, Priyanto sempat meminta dibebaskan dari segala tuduhan. Ia beralasan layak mendapat hal tersebut karena pernah terlibat dan mendapat tanda jasa dalam Operasi Seroja di Timur Timur --kini Timor Leste.

Selain itu Priyanto juga berdalih memiliki tanda jasa Satyalencana Kesetiaan TNI 8 tahun, 16 tahun, dan 24 tahun.

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.