Cara Bupati Purwakarta Menangkal Radikalisme

Dari mendirikan sekolah ideologi hingga merangkul bekas narapidana terorisme, Dedi Mulyadi berusaha melawan radikalisme.
Lintang Sulastri
2017.06.08
Purwakarta
170608_ID_Bupati_1000.jpg Dedi Mulyadi (kanan) saat berdialog dengan warganya dalam kegiatan Safari Ramadhan di Desa Sukatami, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, 31 Mei 2017.
Lintang Sulastri

Jarum jam menunjukkan angka 16.05 WIB ketika Bupati Purwakarta bersiap melakukan kegiatan Safari Ramadhan, Rabu, 31 Mei 2017. Dedi Mulyadi bersama ajudan menumpang mobil Land Cruiser putih diikuti enam staf protokoler dan dokumentasi yang menaiki minibus Elf.

Tiba di Desa Sukatami, setelah menempuh perjalanan sejam lebih, ratusan warga telah menunggu di halaman masjid. Dedi naik ke panggung kecil yang disiapkan, lalu menyapa masyarakat dengan hangat dalam bahasa Sunda.

Terjadilah dialog interaktif. Ia menanyakan apa saja yang masih kurang dirasakan warga, sambil menyampaikan program-programnya.

Lalu, dialog berlanjut tentang perlunya memelihara budaya asli Sunda, dalam suasana santai penuh tawa.

"Kebudayaan asli Sunda harus kita pelihara, sambil menjalankan ajaran agama yang kita anut," kata mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Purwakarta itu sambil menyitir beberapa ayat suci Alquran.

Dua puluh menit jelang waktu Maghrib, Dedi meninggalkan lokasi untuk berbuka puasa sebelum menuju ke tempat kedua yang acaranya berlangsung usai shalat Isya'.

Rombongan berhenti di sebuah warung. Sambil menyantap hidangan, dia menceritakan pengalamannya memimpin Purwakarta selama dua periode yang bakal berakhir Maret 2018.

Pendekatan kebudayaan

"Radikalisme tumbuh di masyarakat yang galau. Salah satu penyebab masyarakat galau adalah kehilangan ideologi kebangsaannya. Jadi yang perlu dilakukan pembentukan jati diri bahwa kita ini orang Indonesia,” tuturnya.

Ia menghidupkan kembali salam tradisional “Sampurasun” untuk diucapkan anak-anak di sekolah sebelum memulai pelajaran, dengan membungkukkan setengah badan sebagai wujud semoga disertai kesempurnaan telinga, mata, hidung dan hati.

Ketika dia menerapkan hal ini sekitar dua tahun lalu, pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab mengunggah satu video di Youtube yang mengkritik kebiasaan salam khas Sunda ini, sambil mengolok dengan ucapan, “campur racun”.

"Itu tidak masalah buat saya. Setiap orang punya hak mengemukakan pendapatnya," ujar Dedi.

Dia membangun beberapa patung wayang yang dekat dengan tradisi dan kultur Sunda. Namun, kelompok FPI merusak dan membakar patung-patung yang didirikannya tahun 2011.

"Saya tak pernah melakukan perlawanan. Mereka merusak, membakar, saya dirikan lagi patungnya," ujarnya sambil tersenyum, "jangan ladeni mereka, diamkan saja!"

Libatkan eks-napi terorisme

Menurut Dedi, kesejahteraan dan keadilan merupakan kunci pembangunan karena hal itu yang sering didengungkan kaum radikal dalam merekrut anggotanya.

"Keadilan harus diciptakan, perlindungan terhadap masyarakat kecil. Fasilitas kesehatan yang memadai, pendidikan masyarakat dipenuhi. Tauladan kepemimpinan harus terjadi hingga level paling rendah, kepala desa atau lurah," katanya.

Untuk membendung pengaruh radikalisme, terutama di kalangan remaja Purwakarta, Dedi merangkul bekas narapidana terorisme, Agus Marsal.

Agus dihukum empat tahun penjara karena berperan dalam perampokan di Cikampek, Jawa Barat, Maret 2010. Perampokan itu diyakini untuk mendanai pelatihan militer di Pegunungan Jalin, Kabupaten Aceh Besar.

"Masalah kita adalah pembinaan eks-napi setelah keluar karena selama dalam penjara mereka tidak mendapat pembinaan memadai. Mereka harus didampingi agar merasa punya negara," kata Dedi.

Ia mencontohkan pelaku bom di Bandung pada Februari lalu, Yayat Cahyadi, merupakan rekan Agus di kamp pelatihan Jalin. Tetapi, selepas menjalani hukuman di LP Tangerang tahun 2015, Yayat pindah ke Bandung.

"Kalau Yayat tak pindah ke Bandung, pasti ceritanya akan berbeda. Ia akan kami rangkul dan kami bina agar tidak kembali ke kelompoknya," kata Dedi.

Bupati Dedi Mulyadi berdialog dengan warganya dalam kegiatan Safari Ramadhan di Desa Sukatami, Purwakarta, Jawa Barat, 31 Mei 2017. (Lintang Sulastri/BeritaBenar)

Sekolah Ideologi

Sekolah Ideologi adalah bagian deradikalisasi yang digagas Dedi. Kegiatan ini dilakukan seminggu sekali untuk siswa SMA dan SMP, dengan memberikan pendalaman nilai-nilai kebangsaan, Pancasila, serta budi pekerti.

"Pengajarnya beragam, dari Agus yang mantan teroris, TNI/Polri, PNS, sampai profesor. Saya pun ikut mengajar dengan metodologi pengajaran aplikatif agar peserta tidak bosan," jelas Dedi.

Ada 150 pelajar yang ikut pada angkatan pertama. Setelah menyelesaikan sekolah ini, mereka diberi tugas untuk menyebarkan materi kepada teman-teman di sekolah. Para pelajar tergabung dalam Satgas Toleransi yang bertugas mengawal nilai-nilai toleransi.

Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris menyambut baik sekolah tersebut.

"Bagus untuk NKRI. Program ini seiring dengan program derasikalisasi yang telah kami lakukan sejak 2012,” katanya kepada BeritaBenar.

“Pak Dedi membantu BNPT menangani mantan teroris yang sudah kembali ke kampung halamannya di Jawa Barat yang jumlahnya 56 orang."

Untuk menumbuhkan toleransi, Pemkab Purwakarta mewajibkan semua sekolah menyediakan ruang beribadah bagi enam agama yang diakui negara.

"Saat murid Muslim shalat Dhuha, murid beragama lain juga bisa melaksanakan ibadah. Ini berlaku bagi semua sekolah. Di sekolah non muslim pun saya wajibkan menyediakan fasilitas ini, kami yang mendatangkan gurunya," pungkas Dedi.

Meski banyak warga puas dengan program pembangunan Dedi lakukan selama hampir 10 tahun terakhir, ada juga yang menyampaikan masukan.

"Purwakarta enggak punya mall. Kalau ingin ke mall, harus ke Karawang, naik mobil 1,5 jam," tutur Rasidin, seorang warga yang bekerja di pabrik ban milik perusahaan Jepang.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.